Fadli Zon  pernah mengatakan bahwa korupsi di negara berkembang itu ibarat "oli" untuk mempercepat pembangunan. Menurut bapak yang terhormat ini, ekses pembangunan adalah korupsi.Â
Tanpa korupsi, maka pembangunan bakal melambat. Boleh setuju boleh tidak bahwa tindak korupsi di Indonesia nampaknya sudah mendarah daging, susah sekali diberantas, walaupun sudah dibuat berbagai aturan.
Jatuhnya pemerintahan Soeharto pada tahun 1998, salah satu yang memicunya adalah terjadi praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang sangat masif di semua lini pemerintahan Indonesia.Â
Ketika kemarahan rakyat sudah tak terbendung, maka gelombang demo dan protes akhirnya mampu menjatuhkan rezim yang telah berkuasa selama 32 tahun tersebut.
Kemudian lahirlah era reformasi dengan euforia kebebasannya, serta semangat untuk membersihkan negara dari praktik-praktik korupsi, akhirnya tertuang dengan terbentuknya lembaga pemberantasan korupsi yang bernama KPK (Komisi Pemberantasa Korupsi). Lembaga ini dibentuk sebagai lembaga yang tidak berada di bawah lembaga apapun.
Harus dipahami mengapa lembaga ini dibentuk. Salah satu alasan utamanya adalah karena pada saat itu sudah tidak ada lembaga di negara ini yang dapat dipercaya publik untuk penegakan hukum, terutama terkait tindak korupsi yang dilakukan oleh para penyelanggara negara.Â
Kepolisian, kejaksaan, maupun lembaga kehakiman di nilai tidak kompeten untuk melakukan pemberantasa korupsi. Ditambah tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga lembaga tersebut sudah di titik nadir.
Dalam perjalananya KPK, telah menjalankan fungsinya dengan amat baik. KPK malah sudah dianggap satu-satunya harapan yang masih bisa dipercaya untuk memberantas korupsi di negeri ini.
Operasi Tangkap Tangan (OTT) adalah hal-hal yang selalu ditunggu oleh masyarakat. Apalagi yang tertanggap adalah para pejabat yang selama ini nyaris tak tersentuh.
Wewenang penyadapan adalah salah satu wewenang istimewa yang dimiliki KPK dalam memberantas korupsi. Dengan adanya hal ini, KPK dengan leluasa dapat memonitor seluruh tindak tanduk pejabat yang "bermain", dari level bawah sampai level atas.