Mohon tunggu...
Leonardi Gunawan
Leonardi Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Warga Negara Biasa Yang Ingin Indonesia Ke Piala Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi dan SBY, Antara Komunikasi, Strategi dan Saling Menunggu

12 Maret 2018   19:28 Diperbarui: 12 Maret 2018   19:52 947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Abror/presiden.go.id

Komunikasi dalam bidang politik tidak selalu dapat ditangkap langsung maknanya, tidak juga bisa langsung di artikan secara harafiah. Bentuk komunikasi politik khususnya di Indonesia banyak juga menggunakan simbol - simbol untuk membungkus satu maksud dan tujuan tertentu.

Rapimnas Partai Demokrat (PD) beberapa waktu lalu menjadi panggung ketika dua orang baik itu Joko Widodo  Jokowi) selaku Presiden dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku ketua umum PD beradu strategi dalam hal berkomunikasi politik, sedemikian rupa, sedemikian halusnya, sehingga orang yang benar - benar paham politiklah yang sekiranya bisa menterjemahkan arah pembicaraan "tidak langsug" antara mereka. 

Bahkan sangking bingung atau tidak bisa membaca model komunikasi kedua orang ini, malah ada yang menganggap kedua orang tersebut sedang melakukan drama, sesuatu yang menurut penulis adalah mungkin tidak tepat, apalagi diucapkan oleh seorang politikus, karena sebagai seorang politikus harusnya bisa menangkap signal - signal yang ada, bukan berarti langsung memvonis bahwa hal diatas cuma sekedar drama.

Kembali ke Rapimnas PD, Joko Widodo hadir memang kapasitasnya selaku Presiden, dan juga beliau datang karena mendapatkan undangan dari Pangeran Cikeas Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) beberapa hari yang lalu. Namun dapat dipahami juga, datang ke sebuah acara partai, bahkan event sepenting Rapimnas tentunya Jokowi juga telah menyiapkan "amunisi" politik yang harus di tembakkan ke jajaran PD. Jokowi tentunya sangat-sangat paham bahwa SBY adalah seorang senior, sangat berpengalaman, seorang jawa yang sangat tau tata krama, maka dari itu Jokowi benar - benar mempersiapkan kehadirannya, apa yang akan di ucapkan sampai bagaimana bersikap.

Dan yang paling penting adalah Jokowi dalam misi untuk mencari simpati serta dukungan dari PD dalam menyambut Pilpres 2019 nanti.  Walaupun PD tidak lagi menjadi partai pemenang pemilu atau partai 3 besar pemilu, tetapi ketokohan SBY, serta jaringan selama 10 tahun menjadi Presiden tentunya adalah faktor yang tidak dapat disepelekan oleh Jokowi. Pada dasarnya kalau PD sampai masuk ke gerbong Jokowi maka itu akan memuluskan langkahnya menjabat selama dua periode.

Jokowi benar - benar berusaha mengambil hati PD dan ketua umumnya, mulai dari berdiri saat hymne PD dinyanyikan, memuji penampilan SBY dan AHY, pidato yang menyinggung lawan politik, mengatakan bahwa dirinya seorang demokrat sampai pada meminta AHY berada disisinya saat memukul gong. Dari sini sebenarnya sudah tergambar bahwa Jokowi inging supaya PD bisa ikut di dalam gerbong koalisi yang dia bangun. Tetapi sekali lagi Jokowi menyampaikan hal tersebut secara "tersamar". Namun Jokowi yakin bahwa seorang SBY bisa membaca apa yang ingin dia sampaikan. Jokowi seolah diposisi menawarkan tetapi dalam waktu yang sama Jokowi juga tidak serta merta mau ikut sepenuhnya dengan syarat yang diajukan PD, intinya dia ingin PD bergabung tetapi syarat dan kondisi Jokowi yang menentukan.  

Jokowi jelas mengetahui bahwa PD saat ini butuh kendaraan yang bisa membawa AHY tetap disorot media, tetap bisa menjadi "pemimpin masa depan Indonesia. Untuk itu PD memang harus bergabung dengan partai yang mempunyai peluang besar menang di Pilpres 2019 dan itu ada di Jokowi. 

Sedangkan SBY juga bukan politisi kemaren sore, SBY bukan tidak mengetahui bahwa Jokowi datang dengan maksud merayu PD supaya bergabung di koalisi besarnya. SBY tentu paham kemana arah Jokowi, tetapi SBY juga tidak mau terjebak dalam permainan Jokowi, Sehingga perkataan bahwa PD bisa saja mendukung Jokowi tetapi kalau Yang Di Atas Berkehendak. perkataan yang sangat penuh makna, kalau dibilang peragu, karena dalam hal ini PD membawa - bawa nama Tuhan, padahal yang dibutuhkan adalah sikap tegas. SBY nampaknya memang sengaja mengulur waktu dan membuat posisi antara dia dan Jokowi menjadi seimbang.

Seimbang dalam hal apa? seimbang dalam hal melancarkan strategi, keduanya saat ini sudah memasang kalau boleh diistilahkan jebakan atau perangkap, saling menunggu siapa yang berkomentar terlebih dahulu, saling menunggu siapa yang menjajaki komunikasi terlebih dahulu, karena bersabar dan menunggu adalah juga bagian dari strategi. Dan hal itu membutuhkan jam terbang dan pengalaman yang mumpuni, salah melangkah atau gegabah dalam mengambil keputusan atau berkomentar yang tidak perlu akan sangat berakibat fatal. 

Jokowi sudah dengan tangan terbuka meminta PD bergabung tetapi syarat dan kondisi mengikuti permainan partai mayoritas, tetapi PD akan bergabung kalau  mendapatkan prioritas, misalnya AHY jadi Cawapre, hal yang sampai sekarang nampaknya akan mendapatkan perdebatan serius dari partai pendukung Jokowi lainnya.

Melihat posisi tawar menawar yang ada maka sebenarnya Jokowi tetap unggul, karena PD tetap lebih membutuhkan Jokowi, daripada sebaliknya, Jokowi tetap bisa melenggang ikut Pilpres 2019 dan kemungkinan besar menang tanpa PD. Tetapi kalau sampai PD mencari jalan lain dan tetap mengusung AHY lalu kemudian kalah lagi, maka julukan pemimpin gagal akan tersemat di dada AHY, karena sudah dua kali ikut pemilihan tetapi gagal terus dan hal ini menjadi nilai negatif kalau nanti pada 2024 akan maju pilpres. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun