Manggarai, Nusa Tenggara Timur  2025 --- Memasuki usia ke-80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, berbagai bentuk perayaan dan ekspresi nasionalisme tampak merata di seluruh penjuru negeri. Bendera Merah Putih berkibar, spanduk "Dirgahayu Republik Indonesia" terpasang di fasilitas umum, dan lagu-lagu perjuangan menggema di ruang-ruang publik. Namun demikian, di sebagian wilayah Indonesia, kemerdekaan belum sepenuhnya dirasakan dalam bentuk yang substansial.
Kondisi tersebut salah satunya dirasakan oleh warga Dusun Nanu, dan Dusun Pasat yang terletak di Desa Sambi Kecamatan Reok Barat, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hingga saat ini, masyarakat di kedua dusun tersebut belum memperoleh akses terhadap fasilitas dasar seperti listrik dan air bersih. Ketiadaan infrastruktur tersebut menimbulkan tantangan nyata dalam kehidupan sehari-hari warga, khususnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan kegiatan rumah tangga.
Anak-anak masih harus belajar dengan penerangan seadanya pada malam hari, sementara air bersih yang layak konsumsi hanya tersedia dari sumber terbuka yang rentan terhadap pencemaran. Di sisi lain, aktivitas domestik seperti memasak masih mengandalkan kayu bakar yang diperoleh dengan menempuh jarak cukup jauh.
"Kami tidak menuntut kemewahan. Kami hanya berharap mendapat akses terhadap kebutuhan dasar yang semestinya menjadi hak seluruh warga negara.
Fakta ini menjadi ironi ketika dibandingkan dengan amanat konstitusi yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Disebutkan bahwa salah satu tujuan kemerdekaan adalah melindungi segenap bangsa Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, kesenjangan yang masih terjadi di berbagai wilayah, termasuk Reok Barat, menunjukkan bahwa prinsip keadilan sosial belum sepenuhnya terealisasi.
Tidak adanya fasilitas dasar seperti listrik dan air bersih selama delapan dekade pascakemerdekaan memunculkan pertanyaan mendasar mengenai keberpihakan pembangunan nasional terhadap wilayah-wilayah tertinggal. Dalam konteks peringatan HUT ke-80 RI, masyarakat Reok Barat tidak menyambutnya dengan seremonial atau pesta rakyat, melainkan dengan refleksi kritis dan harapan akan kehadiran negara secara nyata.
"Lihat kami, dengarkan kami, dan hadir untuk kami," demikian seruan moral yang kami rasakan, sebagai bentuk permohonan kepada pemerintah agar segera melakukan langkah konkret dalam memenuhi hak-hak dasar mereka.
Pernyataan ini tidak dimaksudkan sebagai bentuk keluhan semata, melainkan sebagai pengingat bahwa kemerdekaan sejati bukan hanya bersifat simbolik, tetapi harus diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dasar warga negara di seluruh wilayah, tanpa terkecuali. Negara dituntut untuk tidak hanya hadir di pusat-pusat pertumbuhan, tetapi juga di daerah-daerah terpencil yang selama ini belum terjangkau secara optimal oleh pembangunan.
Dengan demikian, delapan puluh tahun usia kemerdekaan seharusnya menjadi momentum evaluasi terhadap pemerataan pembangunan nasional. Kemerdekaan tidak akan sepenuhnya bermakna apabila masih ada kelompok masyarakat yang belum merasakan keadilan, kesejahteraan, dan perlindungan sebagaimana yang dijanjikan oleh cita-cita kemerdekaan itu sendiri. #opini
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI