Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Uniknya Ungkapan Inggris dan Indonesia yang Berkembaran

13 Desember 2014   20:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:22 1270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Ada banyak ungkapan dalam bahasa Inggris dan Indonesia yang unik, dan karena latar belakang budaya dari keduanya berbeda, saya sering berasumsi bahwa ungkapan-ungkapan ini tak mungkin berkembaran. Jadi, manakala saya menemukan ada ekspresi dalam bahasa Inggris yang serupa dengan yang biasa kita ungkapkan dalam bahasa Indonesia, saya sungguh sangat excited (terpesona). Seperti yang saya alami misalnya, pada saat membaca novel “Killing Patton” buah pena Bill O’Reilly tersua ungkapan “breathe one’s last” yang kembaran Indonesianya adalah “menghembuskan nafas terakhir/penghabisan”. Di paragraf ini diceritakan korban kekejian Nazi yang disekap dalam kamp konsentrasi dan akhirnya tewas karena sakit, kelaparan atau dieksekusi dengan gas beracun. Inilah kutipannya: The bodies are contorted and unattended, frozen into the exact shape as when they breathed their last (Mayat mereka meringkuk dan merana, membeku dalam posisi saat mereka menghembuskan nafas yang terakhir).

Ada ungkapan Indonesia yang menurut saya sangat unik yaitu “mengakak jungkir balik”. Tak dinyana ekspresi ini juga ada dalam bahasa Inggris yaitu “double over in laughter”. Ekpresi ini saya jumpai pada saat membaca novel “The Lucky One” karangan Nicholas Sparks. Inilah kutipannya: “ ... and he had to admit that Moore had a way of telling those crotch-biting stories that made Clayton double over in laughter.” ( ... dan harus diakuinya bahwa Moore mampu meramu cerita tentang gigitan selangkangan ini sehingga membuat Clayton mengakak jungkir balik). Ada lagi ungkapan puitis “cry a river” yang melukiskan kesedihan mendalam dalam tangisan, yang rupanya mempunyai kembaran yang tak kalah eksotiknya dalam bahasa kita yaitu “air matanya berderai menganak sungai”.

Terbitlah sebuah pertanyaan dalam benak kita, siapa yang pertama melahirkan ungkapan-ungkapan ini dan apakah ada unsur “plagiarisme” di sini? Memang cukup sulit menjawab pertanyaan ini dan harus ditelusuri kasus per kasus. Sekalipun pertanyaan ini belum terjawab secara tuntas, menjajarkan sejumlah ungkapan Indonesia dan Inggris yang kembar memang memberi kenikmatan batiniah tersendiri. Misalnya, ada ekpresi “broken heart” dan “patah hati”, “open secret” dan “rahasia umum” (misalnya pada kalimat The relation is an open secret = Hubungan itu sudah merupakan rahasia umum), ”naked eyes” dan “mata telanjang”, “dig his own grave” dan “menggali kuburnya sendiri”, “in an ivory tower” dan “di menara gading”, “wash his hands” dan “mencuci tangan” (misalnya pada kalimat You can’t wash your hands of the problem = Anda tidak bisa mencuci tangan dari masalah ini), “fruitless search” dan “pencarian yang tidak membuahkan hasil”, “get the green light” dan “mendapat lampu hijau”, “a stone’s throw” dan “sepelemparan batu” (artinya ‘sangat dekat’) dan sebagainya.

Memang tak selalu ungkapan yang berkembaran ini menyiratkan makna yang sama. Ungkapan “the black sheep” dan “kambing hitam” ternyata berkonotasi yang berlainan. The black sheep dimaknai dengan “orang yang mendatangkan aib bagi keluarga atau kelompoknya (a person who is a disgrace to a family or group), sedangkan “kambing hitam” seperti kita mafhum adalah “orang yang jadi tumpuan pelemparan kesalahan”. Dalam bahasa Inggris “orang yang jadi tumbal kesalahan orang lain” ini disebut “scapegoat”, bukan “black sheep”. Juga ungkapan “days are numbered” dan “menghitung hari” mempunyai konotasi yang berbeda. His days are numbered menyiratkan makna “sudah hampir tamat riwayatnya”, sedangkan “menghitung hari” menyiratkan “menunggu saat-saat yang mendebarkan”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun