Sejak Minggu malam, 21 September 2025, suasana di Aceh mendadak ramai. Puncanya, berita dari Serambinews.com yang memuat kritik dari Hanifah seorang Akademisi UIN Ar-Raniry tentang selebgram lelaki yang berpenampilan feminin. Judulnya yang panas: "Penghasilannya Ikut Haram?" membuat isu ini langsung viral di akun-akun besar seperti @infobandaaceh dan @tercydukaceh.
Ini bukan cuma gosip biasa. Ini adalah masalah besar yang menunjukkan bagaimana pandangan masyarakat (Opini Publik) dibentuk, dipengaruhi, dan akhirnya jadi pertengkaran nilai di media sosial.
Dengan menghubungkan "lelaki feminin" (tren hiburan) dengan pertanyaan soal "haram" (hukum agama), media memaksa semua orang di Aceh melihat isu ini bukan lagi sebagai hiburan, tapi sebagai masalah moral serius. Karena media sudah tentukan agendanya, akun-akun media sosial pun ikut menyebarkannya, membuat isu ini jadi pembahasan wajib di mana-mana.
Di kolom komentar media sosial, kita lihat ada tiga kelompok: yang setuju dengan kritik (kontra), yang membela selebgram (pro), dan yang netral.
Karena Aceh sangat berpegang kuat pada Syariat Islam, kritik dari Akademisi UIN Ar-Raniry membuat kelompok yang kontra (yang menolak konten tersebut) merasa kuat dan berani bersuara lantang.
Ini sesuai dengan Teori Spiral Keheningan. Orang-orang yang pro (yang membela selebgram atau kebebasan berekspresi) mungkin akan merasa tertekan atau memilih diam. Mereka takut dikucilkan atau dianggap aneh oleh mayoritas yang kencang bersuara. Akibatnya, yang terlihat dominan di media sosial adalah suara yang menentang, padahal jika di lihat lebih lanjut akan beragama opini yang terbentuk dari masyarakat.
Masalah jadi makin besar karena bukan cuma selebgramnya saja yang disorot, tapi juga bisnis dan salah satu kampus di Banda Aceh yang pernah pakai jasa mereka,Keterlibatan kampus sangat sensitif karena kampus adalah simbol moral.
Ini membuat masyarakat makin menuntut pertanggungjawaban dari institusi, karena mereka dianggap harus mewakili nilai-nilai publik, bukan hanya sebuah bisnis
isu selebgram ini adalah cerminan dari masyarakat Aceh yang sedang berjuang menyeimbangkan nilai tradisi (Qanun) di tengah derasnya arus teknologi modern (Algoritma media sosial). Perdebatan ini adalah alat ukur yang menunjukkan seberapa jauh batas-batas norma di masyarakat bisa digeser atau dilonggarkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI