Mohon tunggu...
Gus mill
Gus mill Mohon Tunggu... -

Konsultan Agrobisnis

Selanjutnya

Tutup

Money

Mencari Solusi Industri Nata De Coco Tanpa ZA

11 April 2015   13:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:15 1196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Produk nata de coco adalah salah satu produk pangan yang banyak diminati konsumen Indonesia dari semua kalangan. Produk olahan nata de coco yang banyak beredar di pasaran berupa minuman kemasan sirup -nata, puding-nata, cocktail-nata, es krim – nata, dan lain-lain. Berbagai merk produk nata dengan berbagai variasi kemasan dan cita rasa baik yang diproduksi oleh produsen skala besar atau skala rumahan banyak menghiasi rak-rak di toko-toko, warung, atau supermarket. Cita rasa nya yang nikmat, segar, mak kres dan nyus, mampu merebut pangsa pasar yang luas baik domestik dan manca negara. Beberapa produk nata de coco yang cukup popular adalah produk Garuda Food, Wong Coco, Inaco, dan lain-lain. Produk olahan nata de coco merupakan salah satu produk ekspor unggulan yang mampu menyerap devisa cukup besar bagi negara, menyerap ribuan tenaga kerja, membuka peluang usaha kecil menengah, dan menyerap limbah cair industri pengolahan kelapa menjadi produk bernilai ekonomis tinggi. Beberapa negara potensial pasar produk olahan nata de coco adalah negara-negara timur tengah, Asia, Eropa, Amerika Serikat, dan lain-lain.

Industri yang telah berkembang puluhan tahun di Indonesia tersebut, tiba-tiba berhenti beroperasi disebabkan kasus penggunaan ZA atau ammonium sulfat pada proses fermentasi pembuatan nata de coco. Kasus penggerebekan salah satu produsen nata de coco di Godean, Yogyakarta, (Maret 2015) tersebut hingga kini belum ada solusi penyelesaiannya. Sehingga para petani  atau produsen nata de coco masih berhenti beroperasi, karena masih menunggu solusi yang ditawarkan pemerintah. Para pakar teknologi pangan dan Dinas Kesehatan sendiri telah menyarankan untuk menggunakan ammonium sulfat food grade (ammonium sulfat khusus untuk produk pangan dengan kadar kemurnian yang tinggi dan bebas cemaran bahan berbahaya). Memang, selama ini industri nata de coco di seluruh Indonesia menggunakan ammonium sulfat non-food grade sejak dahulu hingga kini. Hingga kini, memang belum ada laporan keluhan yang fatal akibat mengonsumsi produk nata de coco alias aman-aman saja. Namun, anjuran penggunaan penggunaan ammonium sulfat food grade oleh Dinas Kesehatan adalah untuk mengantisipasi efek samping yang belum diteliti, meskipun hingga kini belum terbukti kandungan logam berat yang signifikan. Sehingga Dinas Kesehatan menyatakan bahwa penggunaan ammonium sulfat non food grade untuk pembuatan nata de coco tidak dibenarkan.

Berhentinya operasi produksi petani nata de coco menyebabkan terhentinya pasokan nata de coco ke pabrik minuman kemasan nata de coco. Hal ini akan menyebabkan menurunya produksi nata de coco, atau bahkan bisa berhenti sama sekali. Bagi pabrik minuman kemasan nata de coco skala besar mungkin bisa membuat solusi memproduksi nata de coco dengan  ammonium sulfat food grade yang harus diimpor dari negara lain meski harus dengan harga yang mahal. Namun, kebutuhan yang besar bahan baku nata de coco tentu tidak bisa diproduksi sendiri dan tetap membutuhkan pasokan dari para pemasok yang dikumpulkan dari para petani nata de coco. Hingga kini, para petani nata de coco belum menemukan dimana harus membeli ammonium sulfat food grade, dan harga layak atau tidak, mereka belum tau. Terhentinya pasokan nata de coco ke pabrik minuman, memungkinkan pabrik melakukan impor produk nata de coco mentahan dari negara lain. Namun, apakah nata de coco impor tersebut dapat menjamin menggunakan ammonium sulfat food grade.

Pemerintah harus memberikan solusi, jangan sampai industri yang telah memberikan manfaat besar bagi bangsa Indonesia menjadi mati atau gulung tikar. Para pelaku usaha nata de coco yang jumlah nya ribuan tersebar di seluruh Indonesia juga berhak mendapatkan perhatian dari pemerintah. Jika memang solusinya harus menggunakan ammonium sulfat food grade, maka pemerintah bisa menyediakan bahan tersebut dengan harga yang terjangkau, mungkin dengan cara menunjuk salah satu perusahaan untuk memproduksinya di dalam negeri atau impor. Jika pemerintah tidak memberikan solusi, alangkah sayangnya jika industri nata de coco harus gulung tikar dan banyak orang yang kehilangan pekerjaannya. Dan, kita akan hanya menjadi pasar bagi produk-produk luar negeri masuk ke Indonesia.

Menyongsong pasar bebas ASEAN yang akan diberlakukan akhir tahun ini, mestinya kita butuh persiapan yang prima. Industri-industri di dalam negeri harus dipersiapkan agar bisa bersaing baik secara kualitas maupun harga yang kompetitif. Dan, harusnya produk nata de coco menjadi produk unggulan Indonesia karena sumber daya tersedia melimpah. Menhadapi pasar bebas ASEAN, sekstor bisnis harus diberi dukungan dan kemudahan dalam kegiatan produksi dan pemasaran dan sosialiasi secara gencar kepada masyarakat. Saat ini, perijinan usaha di Indonesia banyak dikeluhkan cukup rumit. Bagi usaha kecil menengah, perijinanan usaha dan sertifikasi produk menjadi beban cukup berat untuk memulai wirausaha bagi para pemula apalgi dengan keterbatasan modal. Di negara seperti Malaysia, Singapura, pemerintahnya sangat memberi kemudahan dalam pengembangan dunia usaha. Memang, pemerintah punya kewenangan untuk melakukan regulasi/pengawasan terhadap perdagangan dan industri di suatu negara. Namun, jangan sampai prosedur birokrasi itu terlalu menyulitkan  dunia usaha khususnya industri kecil menengah. Pengembangan usaha kecil menengah penting dioptimalkan agar negara ini tidak semakin dikuasai oleh kapitalisme yang semakin menggurita. Pengembangan ekonomi yang berbasis kerakyatan menjadi penopang stabilitas perekonomian suatu negara.

Semoga tulisan ini menggugah bangsa kita untuk membangun perekonomian yang kuat dan mandiri. Salam Wong Cilik, kita bisa!!! Semangat yo…!

Penulis : Emil Salim, STP.  Alumni Teknologi Industri Pertanian Universitas Gadjah Mada

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun