Mohon tunggu...
Guritno Priyo Utomo
Guritno Priyo Utomo Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang Mahasiswa yang mencoba belajar menjadi seorang penulis

Seorang Mahasiswa yang mencoba belajar menjadi seorang penulis dan mencoba hal baru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Seluk Beluk di Balik Ondel-ondel Jalanan

17 Juni 2020   11:27 Diperbarui: 18 Juni 2020   14:26 1112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kevin mengamen bertiga bersama dengan dua kerabatnya yang berusia sekitar 13-15 tahun di sekitaran Ciracas, Pasar Rebo hingga ke Pulo Gadung Jakarta Timur. 

Dari pertanyaan yang kami ajukan kami mendapatkan jawaban yang agak berbeda dengan yang Putra berikan, disini Kevin menjelaskan jika Awalnya mereka tidak di perbolehkan orangtuanya untuk menjadi pengamen ondel-ondel. 

Karena mereka adalah anak-anak yang masih menempuh pendidikan sebagai siswa, tetapi dikarenakan sudah keseringan mengamen, akhirnya mereka di perbolehkan orang tuanya untuk menjadi pengamen ondel-ondel, dan memutuskan untuk berhenti dari sekolah. 

Mereka mengakui pada awalnya mereka hanya iseng dan di ajak oleh orang lain menjadi pengamen ondel-ondel. Mereka mengakui banyaknya pengamen ondel-ondel didasari karena banyaknya pengangguran dan akhirnya lebih memilih untuk menjadi pengamen ondel-ondel.

dokpri
dokpri
Dari pertanyaan yang diajukan mereka paham jika tindakan menggunakan ondel-ondel untuk mengamen merupakan tindakan yang tidak benar. Mereka mengakui hal tersebut dapat menggeser nilai budaya terutama budaya betawi. 

Selain itu mereka berkata jika mereka tahu pemerintah sudah memberikan larangan untuk menggunakan ondel-ondel sebagai alat mengamen. 


Mereka menjelaskan jika mereka mengamen dengan alasan mencari tambahan uang jajan karena orangtua mereka tidak mampu memberikan uang jajan lebih, dan sisanya untuk orang tua mereka, kadang mereka memberi tiga puluh ribu rupiah hingga seratus ribu rupiah untuk orang tuanya. 

Dengan keadaan mereka yang seperti ini mereka sangat mengharapkan agar ketika mereka mengamen tidak dimarahi oleh orang sekitar, karna mereka merasa bahwa mereka mengamen untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Dari hasil penelusuran yang telah kami lakukan kepada pengamen ondel-ondel jalanan, akhirnya kami mencoba melakukan wawancara kepada beberapa pemilik sanggar kebudayaan yang memang fokus dengan budaya betawi terutama ondel-ondel.

Kami melakukan wawancara dengan bang Andi yang merupakan seorang pemilik sanggar Kinang Putra yang berlokasi di daerah Depok. Pertanyaan yang kami ajukan kepada bang Andi agak berbeda dengan pertanyaan yang kami ajukan kepada para pengamen ondel-ondel jalanan. 

Di sini kami berfokus kepada hal-hal yang berkaitan dengan sejarah ondel-ondel, pelestarian ondel-ondel dan sikap para pemilik sanggar yang juga merupakan seorang seniman asli betawi. 

Dari pertanyaan yang diajukan, bang Andi sempat menjelaskan mengenai asal-usul ondel-ondel yang awalnya terinspirasi dari orang-orangan sawah yang berguna untuk menakut-nakuti burung disawah, dia mengatakan asal-usul ondel-ondel memiliki beberapa versi dari orang. Bang Andi mengatakan jika awalnya ondel-ondel memliki ritual sebelum memainkannya, namun itu berlangsung pada zaman dahulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun