Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cerita Spiritualitas dari Lapo

7 Agustus 2020   23:26 Diperbarui: 7 Agustus 2020   23:26 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum Covid19 biasanya saya senang nongkrong di lapo (warung nongkrong komunitas Batak).  Biasanya 2 kali dalam seminggu dan menghabiskan waktu sekitar 2 jam-an. 

Di  lapo itu kita bisa ngobrol isu politik, ekonomi, sosial, keluarga dan isu makanan. Lapo merupakan pusat isu  bagi komunitas Orang Batak di perumahan kami.  Bagi saya, kegiatan paling asik di lapo adalah bermain catur.  

Ada si Ompung  Naiborhu  yang usianya 70 an tahun yang   menjadi teman setia bermain catur. Si Ompung ambisi untuk menang luar biasa. 

Kalau tidak main catur, iya main domino yang sering disebut bermain  gaple.  Bermain gaple itu 4 orang. Bermain secara berteman. Jadi, permainannya sangat seru. Bermain gaple sangat ampuh menghilangkan rasa penat. 

Dua hari yang lalu si pemilik  lapo  komunikasi dengan saya melalui  pesan  WhatsApp (WA). Isi  WA itu adalah  hari Jumat memasak daging yang enak. 

Jumat siang saya menjemput daging itu. Ketika menjemput daging pesananan itu, ternyata kawan-kawan lama ada nongkrong di lapo.  Wah, senang sekali rasanya. Karena ketemu teman lama, maka saya pun duduk dengan protokoler  kesehatan. Kami saling mengerti. Jaga jarak  pakai  masker sambil ngobrol.

Di tengah ngobrol,  salah satu kawan saya cerita pengalaman spiritualnya   ketika anaknya yang kuliah di Teknik itu kecelakaan 2 hari sebelum diberlakukan Perubahan Sosial Berskala Besar (PSBB).  

Ketika itu anaknya kecelakaan dan rumah sakit menyatakan  harus dioperasi dan butuh dana Rp 80 juta. Operasi tidak dicover asuransi karena petugas penjaga rumah sakit menuliskan bahwa anaknya tidak pakai helm  ketika kecelakaan.  Kawan saya itu sungguh panik karena uang harus segera ada untuk dioperasi.

Mendengar berita itu, kawan saya ini berdoa dengan berlutut akan pertolongan Tuhan. Setelah bedoa secara sungguh-sungguh, telpon berbunyi untuk menceritakan  bahwa teman-temannya bekerja keras untuk mengumpulkan uang. Bagaimanalah, saya bekerja sebagai pemusik, mana saya sanggup Rp 80 juta untuk biaya operasi?

Setelah teman-teman  mengumpulkan uang sekitar 20 juta lebih, operasi pun dilaksanakan.  Operasi dilaksanakan, semua sahabat dan sanak family  mengumpulkan uang sekitar Rp 80 juta.  Saya itu sangat kaget mendengar jumlah uang itu terkumpul, katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun