Mohon tunggu...
Gunawan Sundani
Gunawan Sundani Mohon Tunggu... Mahasiswa PRODI PBSD(Pendidikan Bahasa Sastra Daerah)

Melestarikan Budaya Melalui Karya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Definisi Sunda

3 Oktober 2023   08:41 Diperbarui: 20 November 2023   23:00 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Niti Sajati (Tahapan Memanunggal Dengan Sang Pencipta /Bijak)

Kemampuan berpanca Curiga dan berpanca Niti inilah yang mendudukan seseorang dianggap sebagai empu kebudayaan. Ke empuan para tokoh masyarakat, Budayawan, Seniman dan para petinggi pemerintahan dimasa lampau, sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam memaknai atau memberi makna terhadap suatu pristiwa dengan menggunakan ilmu panca curiga ini. Dengan demikian kedua Titian tersebuat memiliki porsinya masing-masing, kalau Panca curiga lebih ke Sains atau ilmu pengetahuan, sedangkan Panca Niti sendiri adalah lebih ke cara berprilaku.

Contoh Sindir: Tolong panggilin si magrib. Kenapa di panggil si magrib? karena orang tersebut memiliki kulit hitam. Itu artinya ada perumpamaan/majas. Kalau dalam keilmuan bahasa zaman sekarang adalah metafora. Keilmuannya disebut semiotik, semantik, hermenetik bahkan semua ada dan kita sudah sangat paham akan hal itu. 

Lalu dalam prilakunya ada yang disebut dengan pancaniti ( lima titian laku). Orang Sunda itu pada saat ada yang berbicara maka kita  mendengarkan terlebih dahulu kaharti henteu? atau bahasa kerennya itu logis tidak? dan kalau tidak logis makan pasti ada sesuatu yang disembunyikan dari dongeng tersebut. dan kita harus membedahnya dengan menggunakan metodologi tadi. 

Pada saat  kita sudah tahu terhadap isinya maka kita harus niti surti (tahap memahami/bijak) yang artinya kita harus senantiasa menutup apa yang sudah kita yakini bahwa hal tersebut itu ternyata salah.Akan tetapi terkadang untuk melakukan hal tersebut itu sangat susah dan sama halnya dengan menghilangkan ego. kita harus surti/harus bijak, dan berani memberhentikan satu mitos atau satu konstruksi keyakinan yang sudah terbentuk dan ternyata itu salah. 

Atinya kita mendapatkan pencerahan baru/Enlightenment. Lalu setelah itu Niti Bukti. Segala sesuatu itu harus di buktikan terlebih dahulu/Research/Tabayun dan kalau sudah yakin bahwa itu adalah benar maka menurut kita selaku orang Sunda barulah di baktikan (Dibagikan informasinya, dibagikan ilmunya dan barulah kita bisa disebut sebagai Niti Sajati karena kita sudah melambaui titik tangga untuk memberikan sesuatu terhadap orang lain. 

Di dalam membaktikannya juga tidak serta merta kita mendapatkan teks, salah satu contohnya adalah di Sosial Media ketika ada suatu berita yang menarik langsung di share. Hal tersebut sangat dilarang untuk dilakukan dan hal ini dapat diaplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari. 

Maka dari itu kalau orang Sunda ada pribahasa yang mengatakan "Heurin ku letah" Sebelum bisa membuktikannya terlebih dahulu tidak akan berani mendongengkan/menceritakan kepada orang lain. Hal tersebut juga salah satu cara untuk mengerém ego,hal tersebut adalah Metodologi. Artinya Budaya Sunda juga telah mengenal metodologi-metodologi, hanya saja terkadang kita memahaminya hal tersebut adalah sebagai cerita/dongeng dan mitos. 

Apabila teman-teman suatu saat nanti  ada yang senang belajar sastra dan  membuka Naskah. Misalnya ada Dongeng yang  judulnya "Ronggeng Tujuh Kala Sirna". Dongengnya bagus sekalin padahal itu mengajarkan tentang Astronomi. 

Pada saat kita bedah dengan menggunakan metodologi tadi dongeng tersebut mengajarkan kita Astronomi dan mengetahui tentang pelintangan, letak bintang, bulan, cuaca dan lain-lain. Sehingga seolah-olah orang Sunda zaman dahulu itu ada yang mengatakan bisa meramal, pedahal bukan meramal akan tetapi ada ilmunya tersendiri untuk memahami hal-hal tersebut. 

Lalu ada lagi Naskah "Sastra Jendra Hayu Ningrat Pangruating Diyu" Itu adalah tentang dua puluh sifat semesta yang sudah dituliskan. Kita sudah punya itu hanya saja kadang-kadang kita suka di dongengkan oleh orang tua kita sehingga menganggap bahwa hal tersebut adalah dongeng, pedal tidak seperti itu maksudnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun