Mohon tunggu...
Guid Cardi
Guid Cardi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Alumni Fisip Universitas Sriwijaya Palembang

Pegiat Kepemiluan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Partisipasi atau Mobilisasi: Catatan Pinggir dari Pemilu Serentak 2019

17 Juni 2019   17:00 Diperbarui: 17 Juni 2019   17:28 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sumber: KPU-RI, 2014 dan 2019

Perilaku Pemilih pada Pemilu 

Pemilu sejatinya adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpin-pemimpinnya yang akan memerintah di eksekutif dan legislatif. Dalam negara yang secara konstitusional mengakui dan melaksanakan demokrasi sebagai sistem politiknya, maka rakyatlah yang  memutuskan siapa-siapa saja calon-calon yang dapat diberikan kepercayaan untuk memimpin pemerintahan itu, baik di tingkatan nasional ataupun  lokal. Hal ini kemudian oleh KPU dapat dimaknai dalam salah satu Tag line sebagai salah satu bentuk kedaulatan Pemilih—Pemilih Berdaulat. 

Sepertinya sudah lazim juga terjadi,  Pada setiap Pemilu atau Pemilukada, ada sejumlah pemilih yang tidak hadir dan tidak menggunakan (hak) suaranya. Data Pemilih yang tidak hadir di TPS seperti yang ditunjukan tabel di atas masih cukup banyak, meskipun pada Pemilu 17 April 2019 terjadi penurunan hampir separuh.  Hal inipun juga dapat dilihat dari kehadiran pemilih di Provinsi Bangka Belitung pada Pemilu 2014 sampai dengan Pemilu 2019 .  Pada Pemilu 2014  angka Ketidakhadiran Pemilih di TPS mencapai 33,07%, sedangkan pada Pemilu 2019 ketidakhadiran Pemilih di TPS mencapai 13,48 % atau turun hampir separuhnya dari pada Pemilu 2014.

Ketidakhadiran  ini mungkin tidaklah tepat kalau ingin disebut sebagai golongan putih (golput).  Sejatinya, kaum  Golput itu tetap hadir dan datang di TPS-TPS dan menggunakan suaranya. Hanya  saja pilihannya adalah tidak memilih calon manapun sehingga surat suaranya tampak bersih tanpa tanda coblosan atau tanda lainya yang berakibat suaranya menjadi tidak sah saja,  akan tetapi lebih dapat disebut sebagai pemilih yang tidak hadir di TPS atau tidak datang di TPS, atau tidak ikut pemungutan suara Pemilu saja.

Keikutsertaan atau kehadiran pemilih di TPS-TPS yang memberikan suara pada Pemilu ataupun Pemilukada, di dalam Ilmu Politik merupakan salah satu bentuk kegiatan partisipasi politik seseorang  warga negara di dalam proses politik, atau sering pula dapat digeneralisasi dengan Istilah Partisipasi Politik. Akan tetapi, memberikan suara dalam Pemilu tidak merupakan satu-satunya bentuk partisipasi politik, masih banyak bentuk atau kegiatan partisipasi politik yang lainnya. Suatu bentuk partisipasi yang agak mudah untuk diukur intensitasnya adalah perilaku warga negara dalam Pemilihan Umum, antara lain melalui perhitungan prosentase orang  yang menggunakan suaranya (hadir di TPS) di banding dengan jumlah warga negara yang berhak memilih menurut jumlah Daftar Pemilih tetap-DPT, (lihat Miriam Budiardjo,1998).

Kehadiran dan ketidakhadiran pemilih dalam Pemilu di tempat pemungutan suara dapat dipahami  pula sebagai  suatu perilaku warga negara dalam Pemilihan Umum. sebagai perilaku, kehadiran dan ketidakhadiran pemilih dalam pemungutan suara Pemilihan Umum, mestilah dapat dilihat secara seksama dan hati-hati. Sebagai sebuah perilaku, maka  interaksi warga negara—yang    berarti-individu-individu dewasa yang sekurang-kurangnya telah berumur 17 tahun atau telah menikah dan tidak sedang dicabut hak pilihnya—dengan lingkungannya, akan menentukan perilaku (sekurang-kurangnya sikap atau pilihan)  hadir atau tidak hadirnya warga negara dalam Pemilihan Umum, dalam hal ini, karakter warga negara—pemilih—individu-individu atau masyarakat dewasa  khususnya  di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (lihat Miftah Thoha,1996)

Berdasarkan pengalaman-pengalaman dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pemilukada, dapat dipahami juga, pemilih yang hadir di TPS dan memberikan suaranya, juga berpotensi mempunyai perilaku yang  bermacam ragam.  Dilihat dari akibatnya, perilaku pemilih ini dapat dikategorikan, yaitu : pertama, perilaku pemilih yang hadir di TPS dan memberikan suara yang dihitung sebagai suara sah. Dalam kategori ini, hanya Pemilih yang memberikan suara kepada satu calon saja, tidak lebih dari itu, dan menurut peraturan perundang-undangan ini dikategorikan sebagai suara sah.

Kedua,  perilaku pemilih yang hadir di TPS dan memberikan suara yang dihitung sebagai suara tidak sah. Pemilih dapat  saja memberikan suara dan kepercayaan kepada lebih dari satu calon, yang menurut pengalaman dan penilaian serta pengetahuan pemilih semua atau beberapa calon itu sama-sama baiknya, sehingga beberapa calon atau semuanya layak mendapat kepercayaan pemilih dimaksud. Atau dapat juga tidak memberikan suara ke calon manapun (suara kosong) yang kemudian sering disebut sebagai golongan putih (golput). Hal  inipun bisa saja terjadi mungkin karena menurut pengalaman dan penilaian serta pengetahuan pemilih semua calon itu sama-sama tidak baiknya, sehingga semua calon  layak tidak  mendapat kepercayaannya. Atau pemilih dapat saja merusak suaranya, misal dengan cara merobek surat suaranya.  Pilihan-pilihan ini dapat dibenarkan, tetapi dihitung sebagai suara tidak sah.

Ketidakhadiran Pemilih  juga haruslah dipahami secara hati-hati pula.  Jika dilihat dari alasan Ketidakhadirannya itu  dapat dikatagorikan dalam dua kelompok yakni: pertama pemilih tidak hadir atau tidak datang ke TPS  karena alasan teknis, yaitu  pemilih yang tidak hadir atau tidak datang di TPS karena tidak (belum) mendapatkan kartu pemilih , Pemberitahuan atau undangan untuk memilih .

kedua pemilih tidak hadir atau tidak datang ke TPS  karena alasan non-teknis antara lain adalah kesadaran dari pemilih untuk tidak hadir, atau karena pengetahuan dan pengalaman terhadap situasi dan kondisi yang nyata. atau kerena alasan-alasan tertentu pula, misalnya  karena pertimbangan ekonomi dan pekerjaan bagi buruh tambang, perkebunan, nelayan yang berarti kehilangan pendapatan atau penghasilan jika hadir di TPS dan harus meninggalkan pekerjaannya. Atau  dapat pula, karena telah meninggal dunia, sebab pada saat  daftar Pemilih tetap di susun dan ditetapkan Pemilih yang bersangkutan masih hidup, tetapi pada saat sebelum hari pemungutan suara sudah meninggalkan dunia, atau pindah domisili keluar daerah pemilihan. Atau  karena tugas belajar khususnya mahasiswa/pelajar  yang ada diluar daerah, Meski untuk alasan-alasan seperti ini sudah dapat diminimalkan dengan menempuh prosedur pindah memilih sebagaimana telah di atur dalam peraturan perundang-undangan yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun