Mohon tunggu...
Guıɖo Arısso
Guıɖo Arısso Mohon Tunggu... Insinyur - ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Lain", Sosok Mistik Penolong

28 Oktober 2021   20:13 Diperbarui: 1 November 2021   15:02 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pemandangan desa surealis dan magis. (sumber foto: COLLECTIE TROPENMUSEUM Olieverfschilderij door Abdullah Suriosubroto (1878-1941))

Pernahkah Anda terjatuh dari suatu tempat? Atau lebih spesifiknya, terjatuh dari atas motor, loteng, pohon, dlsb. Sama, saya juga pernah terjatuh. Saya jatuh dari atas pohon cengkeh.

Peristiwa yang terjadi 20 tahun silam itu hingga kini masih membekas di dalam batok kepala saya. Dan tentu saja sangat berkesan karena mengandung unsur mistis.

Ceritanya begini. Memasuki musim panen cengkeh di awal bulan Juli 2002, saya diajak oleh Emakoe---adik dari bapak---untuk pergi bersamanya memetik cengkeh ke kebun. Waktu itu memang kami tidak sendirian karena ditemani oleh belasan orang buruh petik.

Waktu pemetikan cengkeh berlangsung, saya disuruh oleh Emakoe untuk memungut bunga cengkeh yang jatuh di sekitaran pokok pohon cengkeh. Saya pun tidak dibolehkan untuk naik ke atas pohon. Ya, ditakutkan saya jatuh.

Awalnya, saya mengiyakan awasan sang Emkoe. Namun, beberapa menit berselang, saya tiba-tiba abai berikut memaksakan diri untuk naik ke atas pohon. Saya melalukan hal itu secara diam-diam agar Emakoe dan buruh petik lain tidak tahu.

Alhasil, saya mulai naik dari satu dahan ke dahan hingga sampailah saya di atas ketinggian pohon cengkeh yang kira-kira tingginya 20an meter. Sangat konyol, lantaran saya naik tanpa mengenakan atribut pengaman seperti lazimya dipakai oleh para pemetik cengkeh.

Saya sedemikian tertantang untuk melakukan hal itu ihwal selain merupakan pengalaman pertama menaiki pohon cengkeh juga menyimpan rasa penasaran seperti apa sih rasanya memetik cengkeh langsung dari pohonnya (?)

Di balik keluguan dan rasa penasaran absurd saya itu, tanpa sadar dan berpikir panjang, ternyata saya boleh dibilang sedang menjalankan misi bunuh diri.

Dan benar saja, di atas ketinggian pohon cengkeh itu, saya tak kuasa lagi memantapkan siku-siku di tengah tiupan angin kencang yang membawa ujung pohon kesana kemari. Kaki saya pun tergelincir, kemudian kejengklang, dan terjatuh ke tanah.

Persisnya, saya terjun bebas ke luar dari badan pohon. Dan, anehnya, sedari saya jatuh dari atas itu, saya sudah dalam kondisi tidak sadarkan diri. Sehingga, saya tidak tahu secara pasti seperti apa gerangan kondisi saya sewaktu menyentuh tanah.

Menurut cerita Emakoe, waktu itu mereka hanya mendengarkan suara "mbeeb", mirip bunyi buah kelapa yang jatuh ke tanah. Dan setelah Emakoe dan buruh petik lain mengidentifikasi asal sumber bunyi, mereka kaget minta ampun tatkala mengetahui bahwa itu adalah jasad saya yang terjatuh dari atas pohon.

Ada di antara mereka yang menangis histeris serta meneriaki nama saya. Hingga yang ada dipikiran mereka saat itu adalah "I am gone".

Karena memang, jika bertolak dari cakaran matematis, jatuh dari ketinggian seperti itu kecil kemungkinan untuk selamat. Atau jika beruntung, banternya patah tulang, berikut cacat seumur hidup.

Akan tetapi, begitu mereka semua secara seksama memeriksa kondisi fisik saya, mereka tercengang karena tidak ada satu pun tanda-tanda memar dan/atau bekas luka di sekujur tubuh saya. Pun jantung saya masih berdetak nafas. Ya, seakan tertidur seperti biasa saja.

Lebih lanjut, sementara saya masih dalam kondisi tak sadarkan diri itu, Emakoe menggendong saya ke rumah, lalu membaringkan saya di atas tempat tidur. Emakoe juga tidak menunjukkan gimik mencurigakan, seolah-olah semuanya biasa-biasa saja.

Emakoe tetap menenemani saya di samping, hingga tak lama setelah itu saya kembali siuman. Dan, ketika saya sudah siuman, bapak dan mama serta beberapa tetua desa sudah berada di samping saya. Raut wajah mereka terlihat harap-harap cemas akan kondisi saya.

Waktu itu di desa memang belum ada puskesmas. Rumah sakit juga jauh di kota kabupaten. Jadi ya, tidak ada tindakan medis yang berarti.

Dan ketika mereka bertanya kepada saya seperti apa yang kamu rasakan? Apakah selama pingsan itu kamu bermimpi bertemu atau melihat sosok asing atau tak biasa? Saya katakan tidak. Biasa saja.

Tapi, lebih daripada itu saya sendiri berkeyakinan bahwa, ada sosok 'Lain' yang menolong saya sewaktu itu. Entah siapa dan darimana datangnya. Saya juga tidak tahu.

Setelah kejadian itu, kedua orangtua saya serta keluarga besar membuat sebuah acara khusus kepada sosok 'Lain' itu ketika menggelar upacara syukuran panen. Selain bermunajat doa, rasa terima kasih pun dihaturkan.

Hingga kini pun saya selalu mengasosiasikan sosok yang 'Lain' itu ke dalam tiga dimensi kuasa, yakni [1] Mori Jari Dedek (Tuhan Sang Pencipta) yang selalu menolong hambanya tatkala dalam kesusahan.

[2] Arwah para Leluhur yang mencintai saya, karena biar bagaimana pun relasi orang Manggarai dengan para leluhur itu nyata dalam berbagai bentuk. Dan [3] Roh Alam (ibu bumi).

Di mana walau ketiganya bersifat mistisme (tersembunyi dan bekerja dalam senyap), saya tetap percaya bahwa sosok yang 'Lain' itu ada dan selalu ikut campur dalam perjalanan hidup saya, bahkan hingga saat ini.

Akhir kata, ini merupakan kisah nyata yang saya angkat dari pengalaman sendiri ketika saya berusia 5 tahun. Terima kasih sudah menyimak dan membaca.(*)

Salam Ngopce. Tabe

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun