Mohon tunggu...
gathan ariq dwiansyah
gathan ariq dwiansyah Mohon Tunggu... mahasiswa upi yai

mahasiswa jurusan ilmu komunikasi angkataj 2025

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Waspada tiktok sekarang mengandung konten vulgar

18 Oktober 2025   12:20 Diperbarui: 18 Oktober 2025   12:19 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dahulu, TikTok dikenal sebagai platform hiburan yang ceria, penuh tarian lucu, tantangan kreatif, dan video pendek yang menghibur. Dunia seakan berputar diiringi musik-musiIronisnya, konten-konten sensitif ini sering kali lolos dari saringan awal. Meskipun TikTok memiliki pedoman komunitas yang melarang ketelanjangan, pornografi, atau konten seksual eksplisit lainnya, pelaksanaannya sering kali tertinggal dari laju unggahan baru. Para kreator nakal menggunakan bahasa kiasan, gerakan terselubung, atau angle kamera tertentu untuk mengakali sistem viral yang ear-catching. Anak-anak, remaja, hingga dewasa, semua tumpah ruah mencari hiburan dan ketenaran di sana.

Namun, belakangan ini, ada bayangan gelap yang mulai menyelimuti layar ponsel kita.

Pakaian yang semakin minim. Gerakan-gerakan yang semakin mengarah ke sensual. Bahkan, muncul live streaming yang terang-terangan berisi perilaku atau ucapan yang menjurus ke arah vulgar, seolah-olah batas antara hiburan dan konten dewasa telah kabur.

Ironisnya, konten-konten sensitif ini sering kali lolos dari saringan awal. Meskipun TikTok memiliki pedoman komunitas yang melarang ketelanjangan, pornografi, atau konten seksual eksplisit lainnya, pelaksanaannya sering kali tertinggal dari laju unggahan baru. Para kreator nakal menggunakan bahasa kiasan, gerakan terselubung, atau angle kamera tertentu untuk mengakali sistem.

Parahnya, ada laporan bahwa algoritma—yang seharusnya memprioritaskan konten menarik dan aman—justru terkadang merekomendasikan konten-konten berbau dewasa ini, bahkan kepada pengguna yang usianya masih sangat muda. Konten-konten ini menyebar cepat, merusak benteng moral yang sedang dibangun generasi muda.

 Saya punya cerita pengalaman pribadi saya mengenai konten vulgar tersebut.

di bawah sorot lampu belajar, duduklah Anya (15 tahun). Jari-jarinya lincah menari di layar ponsel, menggulir tak henti pada aplikasi favoritnya: TikTok. Awalnya, aplikasi ini adalah tempat yang menyenangkan. Tarian lucu, life hacks bermanfaat, video edukasi, dan tantangan kreatif. Itu adalah "dunia mini" yang penuh warna dan tawa.

Namun, belakangan ini, Anya mulai merasakan ada yang berubah. Algoritma yang biasanya ramah, kini perlahan menyajikan konten yang terasa... asing.

Awalnya hanya sekilas: sebuah tarian yang terlalu sensual, pakaian yang terlalu terbuka, atau lirik lagu yang menjurus. Ia mencoba melewatinya dengan cepat, tapi TikTok seolah merekam rasa penasaran sesaatnya. Semakin sering ia berhenti, walau hanya sedetik, semakin banyak konten serupa membanjiri laman "For You Page"-nya (FYP).

Satu sore, ia terkejut. Sebuah video muncul, menampilkan seseorang dengan pose yang sangat tidak pantas, disamarkan dengan stiker namun maknanya jelas. Kemudian, ada live streaming yang berisi ucapan dan tindakan yang menjurus ke arah vulgar. Konten-konten ini, yang seharusnya tidak ada di platform yang diakses jutaan anak muda, kini dengan mudah menyelinap masuk.
Jantung Anya berdebar. Ia merasa tidak nyaman, bahkan sedikit jijik. Ia ingat perkataan ibunya tentang "memilah apa yang masuk ke mata dan pikiran." Ia sadar, cahaya yang dulu ia temukan di TikTok kini mulai tergelincir, digantikan oleh bayangan konten yang merusak.
Ia mulai bercerita pada Aris, sahabatnya. Aris mengangguk. "Aku juga merasakannya, Nya. Dulu aku sering nonton kreator edukasi, sekarang mereka hilang. Yang muncul malah video-video yang mengumbar sensualitas demi views cepat. Bahkan ada akun yang terang-terangan mencari keuntungan dari hal-hal yang tidak senonoh, dan sayangnya, banyak yang mendukung."
Mereka berdua menyadari bahwa waspada itu penting. Bukan hanya tentang memblokir akun, tapi juga tentang kesadaran kolektif.

kesimpulan saya adalah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun