Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisah Dewi Burung yang Menyelamatkanku

8 Februari 2023   05:55 Diperbarui: 8 Februari 2023   06:06 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Dewi Burung yang Menyelamatkanku (gambar: istockphoto.com, diolah pribadi)

Sejujurnya, aku lelah... Pikiran dan perasaan terus berubah. Kupikir tak layak aku menulis tentang dhamma. Aku 'masih' dalam perjalanan yang jauh. Namun saat kubaca tulisan kedua sahabat Mettasik-ku, muncul kembali semangat menorehkan kata-kata dalam sebuah cerita. Semoga gerak jemariku ini, dapat bermanfaat. Doaku dalam hati...

Hari itu, aku berada di rumah masa kecilku. Ahh, rumah dengan banyak jendela namun selalu tertutup. Yah, rumah masa kecilku terletak di pinggir jalan raya. Jendela rumah selalu tertutup karena debu beterbangan dari jalan.

Pandanganku menyapu sekeliling rumah masa kecilku itu. Tiba-tiba, tampak olehku dua ekor burung yang cukup besar. Yang satu berwarna abu-abu kehitaman. Satu lagi, cantik sekali. Berwarna putih dengan warna-warni di atasnya. Kulihat dengan jelas sekali. Lebih gemuk dan sedikit lebih besar dari burung yang tadi. Mereka seperti mencari jalan keluar dari rumahku.

"Bagaimana? Kok mereka bisa masuk ke dalam rumah?" pikirku. "Jendela dan pintu selalu tertutup. Baiklah, aku harus membukakan pintu samping beranda lebar-lebar. Kasihan kalau mereka tersesat di dalam rumah terlalu lama."

Lalu, kubuka pintu beranda samping rumah. Ooopss, ada beberapa anjing hitam besar sedang berbaring persis di depan pintu. Terlintas rasa khawatir. Aku khawatir kedua burung itu akan ditangkap mereka. Namun, tidak ada jalan lain. Jendela rumah masa kecilku itu, berbentuk kaca-kaca panjang dan kecil. Jendela nako zaman dulu. Kedua burung itu tidak mungkin bisa keluar melalui jendela itu.

Tidak ada jalan lain. Kubuka lebar pintu beranda sambil berjaga jika para anjing berupaya menangkap kedua burung tersebut. Benar saja. Dalam sekejap, kedua burung keluar melalui pintu beranda itu. Anehnya, para anjing tetap santai berbaring. "Ah, syukurlah," kupikir.

Saat kulihat ke depan, ternyata burung abu kehitaman sedang sakit. Burung putih warna-warni seolah dengan sayap kanannya memegang burung abu kehitaman. Keduanya terbang ke angkasa. Masih dalam jangkauan pandanganku, burung putih menoleh ke belakang. Entah kenapa, aku seperti melihat ia tersenyum. Seolah, ia mengucapkan terima kasih kepadaku. Burung putih yang gemuk dan cantik sekali.

Perasaan lega memenuhi dadaku. Saat aku berbalik badan, aku membuka mataku. Aku sudah bukan berada di rumah masa kecilku. Ada perasaan aneh saat aku terbangun. Mimpi tadi sangat jelas. Kulihat jam di telepon genggamku. Ternyata masih fajar. Sudahlah, aku tidur kembali saja.

Paginya, aku bangun dan berjalan kaki di sekitar kompleks rumahku. Sebetulnya, hari itu aku merasa agak pusing. Namun, aku tetap berjalan kaki santai agar dapat berolah raga. Olah raga dapat membuat tubuhku lebih bugar pikirku.

Kondisi kepala yang pusing, belum terlalu berkurang. Aku berjalan kaki hanya sebentar. Saat aku hendak pulang, kulangkahi portal di jalan yang tingginya kira-kira sepanggulku. Memang selama pandemi, jalan-jalan di kompleks perumahanku ditutup dengan portal-portal. Buatku, melangkahi portal adalah hal yang biasa. Aku sudah terbiasa mendaki bebatuan yang kadang lebih tinggi dari portal itu. Bertahun-tahun menjalani hiking bersama anakku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun