Mohon tunggu...
Dienda
Dienda Mohon Tunggu... Penulis

Long life learner. Suka memaknai isi kepala melalui tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Banjir Bandang Bali: Alarm Keras Pembangunan yang Abai Lingkungan

3 Oktober 2025   23:16 Diperbarui: 3 Oktober 2025   23:16 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banjir Bandang Bali (Sumber: ugm.ac.id)

Kepemilikan negara: aset-aset produktif yang dikelola langsung oleh negara.

  • Zakat, kharaj, jizyah, dan fai’: sebagai instrumen fiskal sesuai syariat.

  • Dengan mekanisme ini, pembangunan tetap bisa berjalan tanpa harus bergantung pada sektor rapuh seperti pariwisata, apalagi yang merusak keseimbangan ekologi. Negara tidak perlu menjual lahan produktif kepada investor atau menggadaikan lingkungan demi devisa.

    Selain itu, Islam sebenarnya sudah menawarkan solusi sejak berabad-abad lalu lewat konsep ḥimā atau wilayah lindung yang ditetapkan negara untuk menjaga hutan, resapan air, dan ekosistem. Rasulullah mencontohkannya dengan melindungi kawasan sekitar Madinah agar tetap lestari. Jika prinsip ḥimā diterapkan beserta sanksi tegas dalam naungan syariat Islam, daerah resapan air seperti hulu sungai dan lereng akan tetap terjaga dari kerusakan. Islam juga menempatkan keseimbangan alam sebagai bagian dari ibadah. Menjaga kelestarian bukan sekadar kewajiban sosial, tetapi juga perintah agama. Maka, pembangunan dalam Islam selalu selaras dengan kelestarian alam dan keselamatan manusia. Dalam Islam, upaya menjaga lingkungan dilakukan dengan pendekatan preventif dan kuratif. Secara preventif, syariat melarang alih fungsi lahan sembarangan, menata ruang kota agar selaras dengan kebutuhan ekologi, melindungi hutan, serta menanamkan kesadaran bahwa menjaga alam adalah bagian dari ibadah. Sementara secara kuratif, Islam menuntut negara hadir cepat saat bencana terjadi: mengevakuasi korban, menyediakan kebutuhan pokok, menggunakan dana Baitul Mal untuk pemulihan, serta menggerakkan masyarakat dalam semangat ta’awun (tolong-menolong). Dengan cara ini, Islam tidak hanya mencegah kerusakan sejak awal, tetapi juga memastikan penanganan bencana dilakukan secara adil dan manusiawi.

    Banjir bandang Bali hanyalah satu dari sekian bukti bahwa pembangunan dengan pola pikir kapitalisme sekuler membawa lebih banyak kerusakan daripada kebaikan. Sampai kapan alam akan terus dikorbankan demi pariwisata dan keuntungan sesaat? Tidakkah kita belajar bahwa ketika agama dipisahkan dari tata kelola kehidupan, manusia justru menuai bencana? Inilah saatnya kembali pada aturan Allah, agar pembangunan selaras dengan alam dan membawa keberkahan bagi seluruh makhluk hidup.

    Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
    Lihat Kebijakan Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun