Studio kreatif di Indonesia baik animasi, game, maupun subsektor industri lainnya seperti interior maupun fotografi terus berkembang jumlahnya dalam beberapa tahun terakhir didorong oleh meningkatnya permintaan akan pemasaran digital, pencitraan merek, dan konten multimedia. Terlebih di zaman digital saat ini, persaingan semakin ketat dimana sebuah studio tidak hanya bisa mendapatkan klien lokal melainkan hingga tahap internasional. Adanya kondisi ini membuat setiap studio perlu membedakan diri agar dapat menonjol dari pesaingnya.
Terlepas dari lanskap yang menjanjikan ini, banyak bisnis kreatif di lapangan sendiri berjuang untuk mencapai keberlanjutan jangka panjang. Salah satu tantangan yang cukup sering ditemui dari pelaku industri adalah bagaimana administrasi bisnis kreatif diadakan di mana setiap klien memiliki standar usaha hingga remunerasi yang berbeda-beda. Selain itu, dari manajemen keuangan hingga kompleksitas hukum, studio kreatif menghadapi berbagai kendala yang menghambat pertumbuhan dan skalabilitas.
1. Kompleksitas Pendaftaran Hukum dan Bisnis
Salah satu tantangan mendasar bagi bisnis kreatif di Indonesia adalah pendaftaran resmi. Banyak studio yang memulai usahanya secara informal sebagai pekerja lepas, sering kali tanpa pendaftaran usaha yang sah.
Namun, untuk bekerja sama dengan klien korporat dan mengakses proyek yang lebih besar, diperlukan badan hukum yang sah seperti CV (Commanditaire Vennootschap) atau PT (Perseroan Terbatas). Proses pendaftaran melalui sistem Online Single Submission (OSS) sendiri dapat memakan waktu dan membingungkan, banyaknya dokumen yang harus diurus menyebabkan banyak studio kecil merasa lebih baik beroperasi tanpa dasar hukum yang sah, yang membatasi peluang mereka untuk berkembang.
2. Ketidakstabilan Keuangan dan Manajemen Arus Kas
Bisnis kreatif biasanya beroperasi berdasarkan model pendapatan berbasis proyek, yang dapat menyebabkan pendapatan yang usaha lakukan jauh tidak konsisten.Â
Banyak klien, terutama perusahaan besar, memiliki siklus pembayaran yang panjang, berkisar antara 30 hingga 90 hari, yang menyebabkan masalah arus kas bagi studio yang lebih kecil. Selain itu, banyak pengusaha kreatif tidak menerapkan perencanaan keuangan yang terstruktur, yang menyebabkan kesulitan dalam mengelola pengeluaran, membayar karyawan, dan berinvestasi kembali dalam pertumbuhan bisnis.Â
Untuk mengatasi hal ini, studio kreatif harus mengadopsi struktur pembayaran progresif yang lebih sistematis, seperti mensyaratkan pembayaran di muka sebesar 50% sebelum memulai proyek, untuk memastikan stabilitas keuangan.