Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pagi Guru, Sore Petani untuk Menafkahi Keluarga

24 November 2022   10:44 Diperbarui: 25 November 2022   21:07 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru Soalihin, mengajar siswa dan orang tua selama Pandemi Covid-19 di Kec Laboya Barat, Sumba Barat, NTT (dok foto: Soalihin via kompas.com)

"Serentak Berinovasi, Wujudkan Merdeka Belajar". Demikian tema Hari Guru Nasional tahun 2022. Setiap tanggal 25 November,  bangsa Indonesia memperingatinya sebagai Hari Guru Nasional, sekaligus menjadi Hari Ulang Tahun PGRI, organisasi yang memayungi seluruh guru di Indonesia. 

Hari Guru Nasional sendiri, ditetapkan oleh Presiden Soeharto dalam Kepres No 78 Tahun 1994. 

Namun saya tidak akan bercerita mengenai inovasi plus merdeka belajar  yang dijadikan sebagai tema kali ini. Para guru, tentunya lebih tahu dari saya tentang itu. Tetapi tentang kisah kegiatan almarhum ayah saya bersama rekan-rekan gurunya, selagi masih aktif menjadi guru di salah satu SD di pelosok Nusantara. Tepatnya di SDK Non, Kecamatan Biboki Feotleu, Kabupaten TTU, NTT.

Layaknya sekolah-sekolah di pelosok saat itu, jarang ada SD Negeri. Hanya ada satu SDN di ibu kota Kecamatan, lalu bertambah beberapa untuk menampung jumlah anak usia sekolah yang terus bertambah.

Baca juga: Dilema Guru Honorer

Kreatif. Tarmin, Guru SMKN 2 Ponorogo bertani sayur di atap  rumah (dok foto: Pramita Kusumaningrum/indozone.id)
Kreatif. Tarmin, Guru SMKN 2 Ponorogo bertani sayur di atap  rumah (dok foto: Pramita Kusumaningrum/indozone.id)

Beruntungnya, sekolah swasta di sana saat itu mendapatkan status bersubsidi. Semua guru berstatus PNS, ditambah beberapa guru muda tamatan SPG yang dengan sukarela mengabdi di sekolah, sambil menyiapkan diri untuk mengikuti serangkaian tes untuk menjadi guru PNS.

Tak hanya itu. Gedung sekolah pun dibangun oleh pemerintah. Buku-buku pelajaran seratus persen berasal dari pemerintah pula. Dan tak sepeser pun kami dipungut biaya pendidikan alias sekolah gratis.

Belakangan saya baru tahu, bahwa para guru honor sukarela itu mendapatkan uang ala kadarnya. Dari hasil usaha sekolah kami. Ada dua sumber penghasilan sekolah waktu itu. Pertama, dari minyak kelapa yang kami buat dan antar ke rumah guru-guru. Harganya telah disepakati oleh para guru. Tinggal dipotong dari gaji para guru berstatus PNS.

Kedua, pada musim tanam padi, membersihkan gulma, dan panen, kami siswa kelas 3-6 biasa diupah untuk bekerja. Seminggu sekali, maksimal 2 jam. Orang tua pun mengijinkan anaknya ikut kegiatan. Uang dari hasil kegiatan inilah yang digunakan untuk biaya sekolah, termasuk mengalokasikan sedikit dana bagi guru-guru muda itu.

Guru menjadi motivator dan pendamping siswa untuk belajar, kreatif dan inovatif (dok foto: inovasi.or.id)
Guru menjadi motivator dan pendamping siswa untuk belajar, kreatif dan inovatif (dok foto: inovasi.or.id)

Menjadi Guru dan Petani

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun