Mohon tunggu...
Brigitte Christine
Brigitte Christine Mohon Tunggu... Administrasi - Solo Traveler mengenal dunia luar.

Don't worry to be a Dreamer.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Obrolan Pagi di Kedai Kopi

24 Mei 2018   12:05 Diperbarui: 24 Mei 2018   12:07 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waktu telah merangkak menunjuk pukul enam lewat tigapuluh menit, kakiku sudah bersiap untuk menyusuri jalanan di Jonker Street, Malaka. Ketika pintu terbuka ternyata belum nampak keramaian seperti semalam dimana di atas panggung ada yang menyanyi dan ada yang menari. 

Yang kutemukan hanya seorang bapak yang sedang menunaikan tugas membersihkan jalanan. Dan iringan suara cuitan burung gagak yang memecah kesunyian pagi. 

Suasana sekitar penginapan di pagi hari.
Suasana sekitar penginapan di pagi hari.
Sebelum melangkah lebih jauh kuabadikan dulu keheningan pagi dengan kamera telepon genggamku. Tak terasa langkah kakiku mulai jauh, terkadang mobil melintas menandakan orang mulai beraktifitas. 

Kota Malaka merupakan kota tua, yang telah diakui sebagai World Heritage oleh Unesco.   Banyak dijumpai rumah dengan bamgunan kuno, ada yang dijadikan toko dan juga rumah tinggal. Terkenal dengan kapal dari Laksamana Cheng Ho.

Keheningan pagi hari di Malaka.
Keheningan pagi hari di Malaka.
Jonker street Malaka.
Jonker street Malaka.
Rupanya kedai makanan belum ada yang buka, sampai akhirnya mataku menemukan sebuah kedai kopi yang sudah banyak pengunjung, langsung kakiku mendekati dan setelah berkeliling tak ada bangku kosong, namun kutemukan satu meja yang hanya diisi satu orang gadis, maka kutanyakan apakah saya bisa ikut bergabung? Rupanya gadis ini mempersilakan. 
Penampakan Kedai Kopi.
Penampakan Kedai Kopi.
Tak lama datang seorang ibu yang berasal dari Indonesia dan ibu ini kupersilahkan duduk satu meja denganku. Ibu ini memberitahuku untuk memesan minuman langsung, kupikir pesan di meja, dan akhirnya saya memesan secangkir kopi dan sepotong roti bakar. Dan diberitahu tunggu tiga puluh menit. 

Saya kembali duduk dan memulai obrolan dengan si ibu, dia bercerita sudah enam belas tahun tinggal di Malaka dan tidak bekerja di rumah orang melainkan dia dan suami menyewa rumah dan bekerja sendiri dengan bekerja serabutan seperti mencuci dan menyetrika pakaian, membersihkan rumah hanya memerlukan waktu sekitar satu jam dan bisa dapat beberapa rumah dalam sehari, satu pekerjaan bisa dapat seratus kadang seratus limapuluh ringgit. Juga membuat bawang goreng untuk dijual. 

Dalam sebulan minimal bisa memegang uang seribu ringgit. Dan kutanyakan apakah punya ijin tinggal? Ibu ini bilang ada dan tiap tahun diperpanjang  hanya saja jika sudah berumur tidak boleh diperpanjang permitnya. 

Ibu ini sekarang sudah berumur 46 tahun, dia cemas tahun depan masih bisa mendapat perpanjangan permit atau tidak. Saat ini sudah membeli sawah dan tanah yang rencana akan dibangun untuk masa tua. Tak terasa tigapuluh menit berlalu dan pesananku juga si ibu sudah datang, dan kami berpisah.

Secangkir kopi dan sepotong roti bakar 2.70 ringgit.
Secangkir kopi dan sepotong roti bakar 2.70 ringgit.
Setelah menyantap roti dengan sekali-kali diringi dengan seruputan kopi kunikmati pagiku di kota Malaka. Dan kskiku mulai kembali melangkah menikmati sudut-sudut jalan sampai ke pusat icon kota Malaka yaitu Gereja Merah yang terkenal dengan sebutan Stadhuys. Sekitar tempat ini bangunannya berwarna merah.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Gereja Merah Stadhuys.
Gereja Merah Stadhuys.
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun