Mohon tunggu...
Grace Johanna
Grace Johanna Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Nature

Apel Malang vs Apel Fuji

23 Oktober 2021   08:05 Diperbarui: 23 Oktober 2021   08:10 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Mah, kalau nanti ke supermarket, aku nitip beliin apel ya Ma”

Kata-kata diatas merupakan kata-kata yang mungkin sering diucapkan banyak orang termasuk saya. Seperti yang kita tahu beberapa jenis apel impor hanya dijual di supermarket. Apel Fuji, Apel Washington, Apel Royal Gala seringkali menjadi bagian dari daftar belanja bulanan kita. Tapi tahukah anda bahwa pemilihan jenis apel yang kita konsumsi ternyata turut berdampak dalam penurunan tingkat polusi.

Apel Fuji merupakan salah satu jenis apel kesukaan saya, teksturnya yang berair dan crunchy serta warnanya yang merona menarik mata untuk membelinya. Tapi sebelum sampai ke tangan konsumen akhir, nyatanya sekilo Apel Fuji yang akan saya bayar ini telah melalui perjalanan yang amat panjang. Apel yang umumnya diimpor dari Tiongkok ini dimasukan kedalam lemari pendingin hampa udara sesaat setelah dipetik. Proses penyimpanan apel dalam lemari pendingin hampa udara membuat apel yang telah dipetik “tidur” hal inilah yang menyebabkan apel impor cenderung lebih tahan lama dibandingkan dengan apel lokal.

Ketika apel siap dikirim ke negara tujuan, apel tersebut akan dikeluarkan dari lemari pendingin dan melewati proses dekomentaminasi. Proses dekomentaminasi dilakukan untuk menghilangkan sisa pestisida, kotoran, maupun zat berbahaya lainnya yang terdapat pada permukaan apel. Apel-apel tersebut akan dicuci menggunakan cairan anti bakteri khusus buah-buahan dan kemudian dilapisi dengan lapisan lilin. Lapisan lilin biasanya terbuat dari carnauba wax atau bee wax. Lapisan ini membuat penampilan apel semakin menarik dan berfungsi sebagai pelindung dari banyaknya tangan orang yang memegang apel di supermarket. Tentunya lapisan lilin ini aman digunakan untuk melapisi makanan bahkan aman untuk dikonsumsi karena batas maksimum penggunaannya sudah diatur pada Peraturan Kepala Badan POM Nomor 12 Tahun 2013.

Setelah membaca tiga paragraf diatas, beberapa pembaca mungkin semakin yakin untuk mengonsumsi apel impor, tapi bukan itu maksud dari tulisan ini. Sadar atau tidak, proses panjang yang dilewati oleh sekilo Apel Fuji untuk dihidangkan di meja makan kita ternyata menjadi salah satu penyebab pemanasan global dan kerusakan lingkungan. Mulai dari proses penyimpanan dalam lemari es yang memakan banyak energi listrik, proses dekontaminasi yang membutuhkan air dalam jumlah besar dan bahan kimia tertentu, proses pengemasan yang masih menggunakan plastik bahkan sterofoam, hingga pendistribusian antarnegara yang memerlukan bahan bakar minyak, semuanya berperan dalam menambah jejak karbon.

Apa itu Jejak Karbon dan Bagaimana Hubungannya Dengan Net Zero Emission ?

Jejak Karbon atau Carbon Footprint adalah jumlah gas emisi atau gas buangan yang dihasilkan dari beragam aktivitas manusia. Carbon Footprint menjadi penting karena ia merupakan patokan ukuran bagi lima jenis gas rumah kaca lainnya yang menyebabkan pemanasan global. Hal ini sudah lama menjadi fokus penelitian para ilmuan. Konsentrasi gas rumah kaca saat ini sebesar 414,3 ppm dapat meningkatkan suhu bumi sebanyak 1,2⁰C dan suhu bumi diperkirakan akan naik 2⁰C bila konsentrasi gas rumah kaca menyentuh angka 500ppm.

Untuk mengatasinya dalam Perjanjian Paris 2015, negara-negara di dunia bersepakat untuk mengurangi tingkat emisinya hingga 45% di tahun 2030. Hal ini dilakukan dengan harapan agar suhu bumi tidak naik 2⁰C pada 2100. Upaya tersebut sering disebut dengan Gerakan “Net Zero Emission.”

Net Zero Emission tidak berarti bahwa aktivitas yang kita lakukan akan menghasilkan 0 emisi. Kegiatan sehari-hari kita tentu tetap akan menyumbang emisi, namun gerakan ini mengupayakan minimalisasi emisi yang dihasilkan dan penyerapan emisi karbon sepenuhnya oleh bumi. Sehingga pemanasan global dapat kita minimalisir.

Kembali membahas apel, sebagai masyarakat biasa ternyata banyak langkah sederhana yang dapat kita lakukan untuk turut berkontribusi dalam kampanye Net Zero Emission, salah satunya dengan memilih mengonsumsi produk pangan lokal seperti Apel Malang. Apel berwarna hijau kemerahan dengan tektur yang cukup padat dan rasa yang tidak kalah lezat dengan apel impor ini memiliki jejak karbon yang minim dibandingkan dengan Apel Fuji atau apel impor lainnya.

Namun bukan berarti Apel Malang kurang berkualitas dibandingkan dengan apel impor. Proses pengolahan, pengemasan, dan pendistribusian yang lebih singkat membuat Apel Malang memiliki jejak karbon yang lebih rendah. Secara sederhananya BBM yang diperlukan untuk mengirim Apel dari Malang ke Jakarta tentu lebih sedikit dibandingkan BBM yang diperlukan untuk mendatangkan Apel Fuji dari Tiongkok ke Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun