Diare masih menjadi salah satu penyakit utama yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas tinggi, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Penyakit ini ditandai dengan peningkatan frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi feses yang lebih encer atau cair. Salah satu faktor utama penyebaran diare adalah vektor penyakit, seperti lalat rumah (Musca domestica) yang dapat membawa patogen dari sumber infeksi ke makanan atau minuman yang dikonsumsi manusia. Di Sumatera Utara, diare menjadi salah satu penyebab utama kematian post-neonatal dan balita dengan angka kematian mencapai 12,55% pada tahun 2019 dan 10,82% pada tahun 2020. Bahkan, pada tahun 2023 tercatat empat bayi meninggal akibat diare yang semakin menegaskan betapa berbahayanya penyakit ini. Tingginya angka kematian akibat diare menunjukkan bahwa penyakit ini masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat, terutama bagi kelompok rentan seperti bayi dan balita.
Di Kota Medan, Sumatera Utara kasus diare akibat lalat rumah masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan. Kota Medan memiliki suhu rata-rata 26-32C dengan kelembaban yang tinggi, kondisi ini sangat mendukung aktivitas, pertumbuhan, dan reproduksi lalat rumah. Data menunjukkan bahwa angka kejadian diare di kota ini tetap tinggi, meskipun ada penurunan kasus pada tahun 2024. Berdasarkan data dari BPS Sumut, pada tahun 2023 tercatat 40.126 kasus diare di Kota Medan, sementara Kabupaten Deli Serdang menjadi daerah dengan kasus tertinggi mencapai 33.771 kasus. Tahun 2024 menunjukkan adanya penurunan kasus secara keseluruhan menjadi 95.433 kasus di Sumatera Utara, tetapi Kabupaten Deli Serdang masih mencatat angka tertinggi, yaitu 16.108 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan tersebut masih belum cukup signifikan untuk mengindikasikan keberhasilan program pengendalian yang maksimal.
Dampak dari tingginya kasus diare di Kota Medan tidak hanya terbatas pada kesehatan individu tetapi juga berdampak luas pada aspek sosial dan ekonomi. Dari segi kesehatan, diare dapat menyebabkan dehidrasi berat yang berisiko fatal, terutama bagi anak-anak dan lansia. Selain itu, tingginya jumlah pasien yang memerlukan perawatan medis turut meningkatkan beban rumah sakit. Secara sosial, penyakit ini mengganggu aktivitas masyarakat, terutama anak-anak yang harus absen dari sekolah serta pekerja yang kehilangan produktivitas akibat sakit. Dari sisi ekonomi, meningkatnya pengeluaran rumah tangga untuk biaya pengobatan serta beban anggaran pemerintah dalam menangani wabah diare turut memperberat kondisi masyarakat.
Secara epidemiologi, penyebaran penyakit diare dapat dijelaskan melalui tiga faktor utama. Pertama, faktor host yang mencakup kebiasaan buruk seperti tidak mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar, sebelum makan, atau setelah membersihkan tinja anak. Pengolahan dan penyimpanan makanan yang kurang higienis, rendahnya tingkat pendidikan, serta konsumsi makanan yang tidak sehat juga meningkatkan risiko infeksi. Faktor kedua adalah lingkungan yang tidak bersih, seperti tempat pembuangan sampah yang berdekatan dengan permukiman, sanitasi yang buruk, serta sumur yang terlalu dekat dengan saluran pembuangan kotoran. Kota Medan memiliki sejumlah tempat pembuangan sampah sementara (TPS) dan tempat pembuangan akhir (TPA) yang dekat dengan permukiman penduduk yang meningkatkan risiko perkembangbiakan lalat rumah. Kebiasaan buruk seperti buang air besar sembarangan serta pembuangan limbah rumah tangga langsung ke badan sungai juga semakin memperburuk situasi ini. Faktor ketiga adalah agen penyebab penyakit, lalat rumah sebagai vektor utama memiliki kebiasaan hidup di lingkungan yang lembap dan kotor. Serangga ini sering hinggap pada makanan yang dikonsumsi manusia maupun makanan yang sedang mengalami fermentasi atau pembusukan. Lalat rumah paling aktif pada suhu 28-32C dengan kelembaban udara berkisar antara 45-90%. Populasinya berkembang pesat di area permukiman, tempat umum, pasar, rumah pemotongan daging, peternakan, serta tempat pembuangan sampah. Aktivitas manusia di Kota Medan yang banyak berhubungan dengan sektor perdagangan, termasuk pasar tradisional dan warung makan juga menjadi faktor yang mempercepat penyebaran lalat rumah dan meningkatkan risiko diare.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah ini, seperti program edukasi kesehatan, penyediaan fasilitas sanitasi yang lebih baik, serta regulasi kebersihan lingkungan. Namun, implementasi di lapangan masih menghadapi kendala, seperti kurangnya pengawasan dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan. Oleh karena itu, diperlukan strategi pengendalian yang lebih efektif termasuk pemanfaatan metode biologis, fisik, kimia, serta pendekatan berbasis perilaku untuk menekan populasi lalat rumah sebagai vektor penyakit.
Pendekatan biologis dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami lalat, seperti jamur Entomophthora muscae atau parasitoid Spalangia spp., serta mendorong budidaya ikan atau unggas pemakan larva lalat di lingkungan yang berisiko tinggi. Secara fisik, penggunaan perangkap lalat di lokasi strategis seperti pasar, tempat makan, dan area pemukiman serta pemasangan jaring atau kawat kasa di rumah-rumah dapat membantu mencegah kontak langsung dengan lalat. Dari sisi kimia, penyemprotan insektisida di tempat pembuangan sampah dan penggunaan larvasida pada limbah organik yang sulit dikendalikan dapat menjadi solusi efektif. Namun, upaya ini harus diregulasi dengan ketat untuk mencegah terjadinya resistensi lalat rumah. Pendekatan berbasis perilaku juga sangat penting dalam upaya pengendalian diare. Masyarakat Kota Medan perlu didorong untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan pendekatan budaya lokal. Kampanye kesehatan dapat dikemas dengan cara yang lebih dekat dengan budaya Batak, seperti penyampaian informasi melalui ulos kesehatan atau menggunakan pantun dan umpasa untuk meningkatkan kesadaran akan kebersihan diri dan lingkungan. Selain itu, program gotong royong membersihkan lingkungan dapat diperkuat dengan nilai-nilai adat yang menekankan kebersamaan dalam menjaga kesehatan serta kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan dapat ditingkatkan melalui pertemuan warga dan ritual adat yang melibatkan tokoh masyarakat.
Dengan adanya implementasi pengendalian yang lebih maksimal dan dukungan penuh dari masyarakat, diharapkan kasus diare akibat vektor lalat rumah dapat ditekan secara signifikan. Upaya ini harus dilakukan secara terpadu dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat agar dampak buruk dari penyakit diare terhadap kesehatan, sosial, dan ekonomi dapat diminimalkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI