Mohon tunggu...
Grace
Grace Mohon Tunggu... Freelancer - -

Just for fun. My life mostly revolves around movies, food, and dogs!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Transisi dari Desa ke Kota, Siapa Takut?

17 Desember 2018   13:49 Diperbarui: 17 Desember 2018   14:06 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sialnya lagi, sikap sekelompok temannya itu ditunjukkan dengan sangat frontal di depan banyak orang dan di depan dirinya. Selain memalukan, kapok rasanya untuk bertukar makanan kembali di lain waktu. Untungnya, ditengah kesialan, selalu saja ada orang yang bersikap baik agar pikiran-pikran buruk tak lagi muncul.

Sebut saja namanya Mutia. Begitu selesai makan bareng, dia datang mendekat untuk menjelaskan kenapa teman-teman yang lain menolak untuk menyentuh makanannya. Alasan tersebut tak lain karena mereka belum terlalu dekat dan belum mengenal baik satu-satu sama lain. Tentang makanan dari orang yang berbeda agama, ada aturan-aturan tersendiri yang harus mereka ikuti dari aspek agama tersebut, yakni kekhawatiran tentang adanya bahan makanan yang tak halal.

Awalnya risih sih. Bagaimanapun, tentu akan jauh lebih baik jika satu sama lain saling memberi dan saling menerima. Ya kali dia ngambil makanan orang tapi orang boro-boro ngambil makanannya, ngeliat aja ogah! Sedih amat. Kelihatan maruk juga iya. 

Perlahan, kedekatan akhirnya berhasil juga merekatkan. Dan kebiasaan itu lambat laun pudar. Saling mengambil makanan di bulan-bulan berikutnya terjadi dari kedua belah pihak. Waktu memang ampuh untuk mengobati sekaligus menjawab pertanyaan ya.

Perbedaan ini kemudian semakin seru saat hari-hari menjelang puasa. Yang dulu di desa tak ada satupun teman yang beragama Islam, dan akhirnya dia hidup tanpa ada satupun temannya yang beragama Kristen. Kaget? Tentu! Tapi ya semakin dinikmati ternyata seru juga.

Lo bayangin, tiap makanan di kost bisa dimakan tanpa perlu ada saingan. Hahhaha. Dan temen-temannya juga baik-baik saja dengan kondisi tersebut. Perbedaan yang bisa diterima itu malah memberikan kenyamanan, bukan sesuatu yang malah perlu diributkan. Misalnya, saat salah satu temannya datang bulan, mereka punya teman untuk sekedar makan siang. Itu hal paling sederhana dari perbedaan ini.

Hal lain yang tak pernah dirasakannya adalah serunya ngabuburit dan berbuka puasa. Kalau menurut gue, ini masuk kategori lucu sih. Yang puasa siapa, yang makan duluan siapa.

Cukup cerita tentang adaptasi dari seorang Efa. Di tengah gempuran adaptasi yang begitu sulit itu, ada banyak jalan lain yang mempertemukan dirinya dengan kegiatan yang sesuai dengan hobi dan cita-cita yang selama ini diinginkan, yakni menulis. 

Hobi inilah yang mengantarkannya pada ragam aktivitas dan juga koneksi yang sebelumnya tak terpikirkan, mulai dari founder start up, influencers, kalangan artis, hingga menteri. Kebayang gak, sih? Orang desa bisa bertemu orang-orang keren, yang bahkan untuk bayanginnya aja gak berani.

Perubahan koneksi yang terjadi, mau gak mau berpengaruh juga ke gaya hidupnya. Kalau dia gak bisa mengontrol diri, pastinya akan kebawa arus. 

Kebawa arus nggak perlu ditanya ya tentu salah. Tau sendiri nyinyir sekarang bukan hanya dilakukan ibu-ibu kompleks tapi juga anak-anak muda yang tak bisa kontrol jarinya dalam memberikan opini tanpa peduli itu menyakiti atau tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun