Mohon tunggu...
Grace Sihotang SH MH (HSPLaw)
Grace Sihotang SH MH (HSPLaw) Mohon Tunggu... Penulis - Advokat Dan Pengajar/ Tutor pada prodi Hukum Universitas Terbuka

Mengajar mata kuliah Hukum Pidana Ekonomi. Lawyer/ Advokat spesialisasi Hukum Asuransi Dan Tindak Pidana Asuransi. Menulis untuk Keadilan, Bersuara untuk Menentang Ketidakadilan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sensor di Media Sosial, Perlukah?

5 Juli 2019   15:09 Diperbarui: 5 Juli 2019   15:56 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Setiap manusia adalah kriminal. Ada yang ketahuan namun lebih banyak yang tidak ketahuan dan tidak dihukum"

Media sosial, akhir-akhir ini sudah menjadi tempat yang menyeramkan. Betapa tidak? Tindakan persekusi, main hakim sendiri, adu domba, penghinaan hingga penyebarluasan masalah intim dan pribadi marak di media sosial.

Media sosial juga mengakibatkan efek negatif, yaitu makin banyaknya masyarakat indonesia yang melakukan tindakan"main hakim sendiri secara online". 

Saat ini, sebelum seseorang dianggap bersalah atau tidak, dia sudah terlebih dulu dihukum oleh masyarakat, dan terkadang tanpa pembelaan sedikitpun.

Tidak ada lagi yang namanya asas praduga tak bersalah. Belum apa-apa warganet sudah mencaci-maki dan membully dengan semena-mena. Terlihat sekali bahwa mereka telah lupa bahwa merekapun manusia yang tidak lepas dari alpa.

Terjadinya penghukuman oleh masyarakat tersebut, mengakibatkan hukuman yang diberikan kepada pihak yang diduga bersalahpun menjadi berlebihan. Selain dia nantinya akan dihukum melalui ranah pengadilan, dia terlebih dahulu telah dihukum oleh media sosial alias warganet.

Hal tersebut sangat bertentangan dengan pendapat Aristotels tentang penghukuman. Aristotels mengatakan bahwa, jika kita menghukum lebih banyak dari kesalahan yang diperbuat, berarti justru kita yang sudah melakukan perbuatan aniaya.

Adilkah hukuman warganet tersebut sedangkan dikatakan bahwa penghukuman tidak boleh berlebihan? 

Dahulu di Indonesia, jika ada orang yang tertangkap karena maling dan dihakimi massa, kita serempak akan berkata bahwa itu adalah tindakan main hakim sendiri. Tetapi berbeda dengan saat ini. Kejahatan main hakim sendiri telah dipertontonkan di depan mata secara transparan.

Masyarakat Indonesiapun berubah, dari bangsa yang katanya 'ramah' menjadi bangsa yang 'pemarah'. Terkadang, jika ada yang mereka anggap salah, mereka menggalang dukungan dengan kata-kata, 'kita beri dia hukuman medsos yang paling kejam'. Menyedihkan bukan?padahal tugas tersebut adalah tugas penegak hukum, bukan tugas mereka.

Kriminalitas justru sekarang terjadi secara terbuka di luar penjara atau lembaga pemasyarakatan. Para kriminal yang mengadu domba, mencaci maki tersebut justru bebas berkeliaran dan dengan mudah berganti-ganti akun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun