Mohon tunggu...
Goris Lewoleba
Goris Lewoleba Mohon Tunggu... Konsultan - Alumni KSA X LEMHANNAS RI, Direktur KISPOL Presidium Pengurus Pusat ISKA, Wakil Ketua Umum DPN VOX POINT INDONESIA

-

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Megawati dan Prabowo, Dalam Janji Manis yang Tersisa

23 April 2023   12:49 Diperbarui: 23 April 2023   12:55 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Oleh: Goris Lewoleba, Wakil Ketua Umum dan Juru Bicara VOX POINT INDONESIA

Dalam dua hari belakangan ini, jagad politik di Tanah Air sedang dipenuhi dengan perbincangan politik dan  berita yang  hangat, seputar pengumuman dan deklarasi Ganjar Pranowo sebagai Calon Presiden Republik Indonesia oleh Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI-P.

Pengumuman yang dikeluarkan oleh PDI-P melalui Ketua Umum Megawati Soekarnoputri,  yang juga adalah seorang Tokoh Politik dan Perempuan Tangguh di Kawasan Asia Pasifik, yang dikeluarkan pada Hari Jumat, Tanggal 21 April 2023, bertepatan dengan Peringatan Hari Kartini, Pelopor Emansipasi Wanita di Indonesia itu, telah mengejutkan dan sekaligus juga  menyenangkan hati  banyak kalangan.

Kejutan Politik itu, terutama merambah kepada para pihak yang menginginkan agar  bukan Ganjar Pranowo yang diumumkan, malainkan Puan Maharani, Sang "Putra" Mahkota dalam kalkulasi di benak sebagian pihak sebagai pesaing dari PDI-P dalam menyongsong Pilpres 2024.

Hal ini secara nalar cukup logis untuk dipahami,  karena dalam sudut pandangan insinuasi politik dari lawan poltik PDI-P,  jika Puan Maharani yang dicalonkan, maka dalam konteks persaingan politik di Pilpres 2024, ketika berhadapan dengan Calon Presiden siapa pun, Puan Maharani akan relatif mudah untuk dikalahkan.

Pasalnya, dalam beragam upaya yang telah dilakukan oleh PDI-P untuk mensosialisasikan Puan Maharani melalui berbagai Survey oleh Lembaga Survey yang kredibel,  elektabilitas Puan Maharani tidak pernah sampai pada angka kepuasan psikologis yang siginifikan sebagai Calon Presiden. Meskipiun demikian, mereka lupa bahwa, Megawati Soekarnoputri bukanlah  Politisi yang baru  hadir kemarin sore di Panggung Politik  Tanah Air.


Bahkan, dalam dinamika dan konfigurasi politik mutakhir dengan base line Perjanjian Politik di Istana  Batu Tulis, maka banyak pihak, terutama para pendukung Prabowo Subianto juga berharap bahwa,  Megawati Soekarnoputri akan mendeklarasikan Prabowo Subianto sebagai Calon Presiden dan Puan Maharani sebagai Calon Wakil Presiden  untuk Pilpres 2024.

Apa lagi, belakangan ini, publik memperhatikan gesture politik Presiden Jokowi Widodo yang semakin akrab dengan Prabowo Subianto setelah peristiwa Ganjar Pranowo menolak kehadiran Tim Sepakbola Israel dalam perhelatan Piala Dunia U-20 di Indonesia sebagai Tuan Rumah.

Dalam dinamika politik praktis, deklarasi itu memang telah melegakan nurani politik banyak pihak, terutama para pemilih dan simpatisan PDI- dan pendukung Ganjar Pranowo,  tetapi hal itu sekaligus juga menimbulkan shocked politik bagi  pihak lain, karena persaingan politik mulai nyata terasa, dan membentang luas di depan mata.

Dikatakan demikian, karena keputusan Megawati Soekarnoputri mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai Calon Presiden,  telah merubah konstelasi dan konfigurasi Koalisi Besar yang sedang dibangun dengan antusiasme politik yang relatif memberikan harapan akan keuntungan politik menuju Pilpres 2024.

Bahkan, ketika Koalisi Besar dibangun tanpa kehadiran Megawati Soekarnoputri, dan ditafsirkan oleh banyak pihak, terutama para Pengamat Politik bahwa, ketidakhadiran Megawati Soekarnoputri itu sebagai upaya untuk melakukan "Teror Poltik" kepada  Megawati,  serta "mengepung" PDI-P  dan memojokkan Megawati secara politik menuju Pilpres 2024.

Kemudian, muncul sinyalemen politik  dari Koalisi Besar yang menegaskan kepada PDIP bahwa, jika ingin bergabung dengan Koalisi Besar, maka tidak ada syarat untuk menempatkan diri sebagai Calon Presiden.

Namun demikian, sejak PDI-P mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai Calon Presiden pada saat sehari menjelang Hari Raya Idul Fitri 1444 H, dinamika Politik dan Konstelasi Koalisi Besar  sedang dilanda Badai Perubahan,  karena Megawati Soekarnoputri  juga sudah melakukan semacam Psywar  Politik  bahwa, PDI-P telah  mendeklarasikan Calon Presiden, dan  karena itu,  bagi Partai Politik yang mau bergabung, silahkan merapat ke PDI-P.


Megawati, Batu Karang Politik yang Melegenda

Megawati Soekarnoputri merupakan seorang politisi perempuan Indonesia yang sudah merasakan asam garam dan kerasnya permainan politik di Indonesia, dengan jam terbang yang relatif lama sebagai seorang politisi senior di Negeri ini.

Hal ini disebakan karena, Megawati pertama kali terjun ke  dunia politik pada  tahun 1987,  ketika  PDI sedang mencari figur yang dapat menjadi penarik massa untuk PDI. 

Dasar pertimbangannya adalah bahwa,  salah satu hal yang dianggap mampu menjadi perhatian khalayak waktu itu adalah dengan memunculkan dan memanfaatkan nama besar Bung Karno sebagai Presiden Republik Indonesia yang Pertama, sekaligus sebagai Proklamator Negara Kesatuan Republik Indonesia.  

Oleh karena itu, maka diajaklah Megawati untuk membantu PDI guna lebih menambah bobot serta kualitas partai berlambang banteng  tersebut.

Peristiwa ini bagi keluarga Bung Karno sebenarnya masih dianggap sebagai hal yang  tabu. Sebab sejak tahun 1982, keluarga Soekarno bersepakat untuk bersama-sama membangun indonesia tanpa perlu mengikuti politik praktis apapun di salah satu golongan atau kekuatan sosial politik yang ada.

Meskipun demikian, menurut Catatan Majalah Tempo (22/12/1993) disebutkan  bahwa, terjunnya Megawati Soekarnoputri  di PDI itu dilakukan dengan alasan bahwa semua partai politik yang ada merupakan golongan yang berpegang teguh terhadap Pancasila.

Dengan demikian, Megawati memulai karir politiknya sebagai salah satu kader partai PDI Cabang Jakarta dan menempati posisi sebagai Ketua, dan sejak saat itu nama Megawati selalu dipasang dan digaungkan dalam setiap kampanye sehingga menarik banyak massa untuk mendukung PDI dalam merebut kekuasaan di pemerintahan.

Selama berada di PDIP, Megawati Soekarnoputri mengalami guncangan politik yang luar biasa, antara lain dengan Peristiwa 27 Juli 1996, disebut sebagai Peristiwa "Kudatuli" (akronim dari Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli), adalah peristiwa pengambilalihan secara paksa Kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat yang saat itu dikuasai oleh  pendukung Megawati Soekarnoputri.

Peristiwa penyerbuan dilakukan oleh massa pendukung Soerjadi (Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan) serta dibantu oleh Aparat dari Kepolisian dan TNI.

Kematangan politik dan cara pandang Megawati Soekarnoputri yang juga adalah Presiden Kelima Republik Indonesia,  menyatakan pendapatnya mengenai keunggulan Demokrasi Pancasila yang dicetuskan oleh Soekarno, yang pada  prinsipnya,  menciptakan kesetaraan setiap warga negara.

Ketua Umum DPP PDI Perjuangan itu menilai bahwa, Demokrasi Pancasila merupakan suatu sistem demokrasi yang melindungi golongan-golongan lemah, dan pihak yang kuat dibatasi kekuatannya, agar tidak terjadi eksploitasi terhadap golongan lemah oleh golongan kuat.

Prinsip ini yang oleh Megawati Soekarnoputri, dipercaya sebagai Demokrasi yang sebenarnya, dimana Demokrasi Pancasila merupakan sebuah kombinasi Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi, yang melindungi si miskin, dan pada saat yang sama membatasi kekuasaan si kaya, dalam kehidupan bermasyarakat.


Memori Batu Tulis dalam Janji Manis yang Tersisa

Ketika tiba waktunya akan dilaksanakan hajatan Demokrasi Pemilu Presiden  (Pilpres) di Negeri ini, maka  kegiatan Pencalonan Presiden menjadi suatu keniscayaan poltik yang realistis.

Dalam proses politik yang demikian, akan selalu muncul Wacana Koalisi antar Partai Politik untuk membangun kekuatan elektoral yang kumulatif,  demi mencapai tujuan politik yang sesungguhnya.

Wacana Pembentukan Koalisi Besar yang diinisiasi oleh beberapa Partai Politik, termasuk Partai Gerindra Pimpinan Prabowo Subianto, telah memberikan dampak konsolidasi antar Partai secara signifikan.

Meskipun demikian, di balik hasrat politik yang terselubung, teringat  juga akan Janji Manis yang Tersisa dalam Perjanjian Batu Tulis antara Megawati dan Prabowo atau antara PDI-P dan Gerindra, yang ditandatangani pada Tanggal 16 Mei 2009 di Istana Batu Tulis, Bogor.

Dalam perjanjian Istana  Batu Tulis itu, terdapat 7 Point Perjanjian, dan Point yang ke -7 menyatakan bahwa, Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subiianto sebagai Calon Presiden pada Pemilu Presiden pada Tahun 2014.
Tetapi, fakta yang terjadi ketika itu adalah, Megawati Soekarnoputri justru  mendukung Joko Widodo untuk menjadi Calon Presiden pada Tahun 2014.

Oleh karena itu, ketika memperhatikan dinamika internal di PDIP dalam menghadapi Pemilu 2024, maka muncul pula wacana untuk menyandingkan PDI-P-Gerindra atau lebih tepatnya: Gerindra-PDIP.

Formula seperti ini dipikirkan dalam rancang bangun politik berbasis Perjanjian Istana Batu Tulis, meski Perjanjian itu dianggap telah selesai sebagaimana yang dikatakan oleh Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto.


Konfigurasi Pasangan Capres dalam Pilpres 2024

Dalam kaitannya dengan kepastian politik untuk ditetapkannya Calon Presiden, maka Megawati Soekarnoputri telah menyampaikannya secara elegan dalam penegasan yang terukur bahwa, Calon Presiden dari PDI-P untuk Pilpres 2024 berasal dari Kader PDI-P sendiri, dan sudah dideklarasikan secara publik,  yaitu : Ganjar Pranowo.

Implikasi praktis secara politik dengan penetapan Ganjar Pranowo sebagai Calon Presiden dari PDI-P, maka diperkirakan elektabilitas dari Ganjar Pranowo akan meroket secara signifikan.

Kemudian, akan ada implikasi politik lanjutan bagi PDI-P  berupa Coat-Tail Effect (dampak ekor jas), yang  memungkinkan PDI-P dapat mencapai hattrick politik dalam memenangkan Pemilu, baik Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden.

Hal ini disebabkan karena telah terbukanya out let politik bagi Ganjar Pranowo yang  dalam beberapa waktu belakangan ini menjadi  sedikit terhambat karena pernyataannya mengenai Piala Dunia U-20 yang berseberangan dengan Preverensi dan Aspirasi Publik pada umumnya.

Meskipun demikian,  pada sisi yang lain, pernyataannya itu telah menjustifikasi kesetiaannya yang sangat otentik kepada Otoritas Partai Politik PDI-P yang sangat menjunjung tinggi Cita-Cita Bung Karno sebagai Founding Fathers dari Bangsa  dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Oleh karena itu, dengan konstelasi politik yang dinamis seperti saat ini, maka boleh jadi dan  besar kemungkinan Prabowo Subianto sedang berpikir dalam melakukan kalkulasi politik yang realistis untuk menerima tawaran, jika sekiranya diberikan kesempatan untuk menjadi Wakil Presiden bagi Ganjar Pranowo.

Jika hal ini dipertimbangkan untuk diterima, maka besar kemungkinan Ganjar Pranowo akan  menjadi Presiden, dan Prabowo Subianto menjadi Wakil Presiden, dan pasangan ini memiliki peluang dan  probabilitas kemenangan yang jauh lebih  besar.

Tetapi, jika dipertimbangkan dengan dasar kepentingan politik elektoral dan independensi akan kemandirian Partai Gerindra,  sehingga Prabowo Subianto akan maju lagi sebagai Calon Presiden 2024 untuk kesekian kalinya,  maka peluang dan harapannya sudah tentu akan berbeda  ketika berpasangan  dengan Ganjar Pranowo sebagai Wakil Presiden.

Formula ini akan didukung oleh banyak pihak, karena Ganjar Pranowo adalah Rising  Star dengan tingkat elektabilitas yang akan semakin meningkat setelah momentum penetapan dirinya untuk menjadi Capres dalam Pilpres 2024 dari PDI-P.

Sementara itu, publik akan mendukung Prabowo Subianto,  karena ada peluang untuk menang menjadi lebih pasti, dan memiliki legacy sebagai Tokoh Besar yang akan dikenang selamanya oleh masyarakat Bangsa Indonesia.

Dan jika pun pasangan ini akan disetujui oleh PDI-P dan Gerindra dengan Perjanjian Batu Tulis sebagai Janji Manis yang Tersisa, maka hal itu pun mesti dijaga dan dikawal secara konsisten  dengan dilandasi oleh kemurnian hati nurani dan kebersihan motivasi untuk berjuang menggapai kemenangan politik dalam Pesta Demokrasi pada Pemilu 2024.

Sebab, jangan lupa bahwa, di kamar sebelah ada Anis Baswedan, Mantan Gubenur DKI Jakarta,  Tokoh Muda dan Politisi Flamboyan yang juga sedang naik down di ranah politik elektoral menuju ke perhelatan Pilpres Tahun 2024.
 
Dikatakan demikian, karena sejauh yang diamati oleh banyak pihak, pendukung Anis Baswedan adalah Pengikut dan Netizen yang sangat militan dengan gerakan dukungan melalui   kerja kolektif yang amat sistematis.

Oleh karena itu, bilamana Kubu Anis Beswedan bertindak cerdas dalam memilih dan mentukan Calon Wakil Presiden, misalnya, Mahfud MD atau Khofifah Indar Parawansa, maka seluruh Wilayah "Tapal  Kuda" di Jawa Timur akan dapat dikuasi oleh Pasangan Anis Baswedan.

Apalagi, Tim Sukses Anis Baswedan bergerak masif dan Komprehensif di Jawa Barat dan Sumatera, maka di luar faktor Invisible Hand yang dapat menghalangi Anis Baswedan menjadi Calon Presiden, maka bukan tidak mungkin, Pasangan Anis Baswedan akan dapat menang dan menjadi Presiden RI yang ke-8.

Kemudian, dari semua analisis  dan skenario politik ini, masih ada satu Variabel Independen yang sangat berpengaruh dalam Dinamika Politik di Negeri ini, yaitu Presiden Joko Widodo!

Dikatakan demikian, karena, dalam konteks Politik Zaman Now, Jokowi merupakan  Pusat Sentrifugal Politik Praktis di  Indonesia, karena sejatinya, Jokowi adalah King Maker Politik Indonesia masa kini.

Semoga Janji Manis yang Tersisa, akan digenapi secara nyata,  karena Janji Ilahi adalah Janji yang pasti !

Catatan: Tulisan ini adalah Opini Pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun