Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ada Pesimisme Tersirat dari Pemimpin Baru DKI?

27 April 2017   19:47 Diperbarui: 14 Oktober 2017   05:48 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Crisis of Leader by Paulo Zerbato - ilustrasi: fineartamerica.com

Ada latensi distopia dibalik euforia pada hasil Pilgub DKI kali ini. Ada 'penyakit kambuhan' di Jakarta yang kemungkinan kembali muncul. Namun pula ada harapan baru dari penerus tongkat kepemimpinan di Jakarta. Sesuatu yang diperbaiki memang belum tentu tahan akan sebuah kondisi baru. Genteng yang bocor belum tentu menahan air di hujan yang berbeda. Begitupun gejala-gejala penyakit kambuhan di Jakarta yang kini mungkin kembali bermunculan.

Potensi kemunculan ini memang ada. Lihat saja berita menyoal parkir liar dan preman yang muncul kembali di RPTRA Kalijodo. Begitupun bedeng-bedeng liar yang kembali muncul di kampung Akuarium. Atau juga video PNS Jakarta yang ngomel dan tidak takut lagi akan Ahok. Ke depan, mungkin akan ada lagi penyakit yang kambuh lagi saat Anies-Sandi menjadi Gubernur?

Terlepas dari framing berita yang tidak berimbang. Begitupun alasan mencari headline bagi portal berita tertentu. Alasan pamungkas mungkin lebih reflektif dari mentalitas pribadi warga kota. Dengan tidak mencoba mengeneralisir, orang kota adalah orang yang ngeyel. Ditambah 'tabu' menyoal aturan yaitu, aturan dibuat untuk dilanggar.

Kehidupan kota yang berat dan kompetitif membuat orang kota mudah marah dan individualistik. Sikap acuh dan egois mungkin tercermin pada cara mereka berinteraksi. Cuek saat di lampu merah saat kendaraannya ada di atas zebra cross. Menambah tinggi bangunan, daripada membersihkan got yang tersumbat. Semua karena mereka lelah bekerja, membiayai kesehatan dan pendidikan keluarga, dll. Seolah sudah tidak ada waktu lagi untuk kehidupan sosial, pelanggaran pada aturan adalah aturan itu sendiri.

Dan peliknya problematika sosial di Jakarta seperti menjadi pembiaran. Kepimpinan yang kurang tegas dan cenderung formalitas semata tidak mencegah masalah urban muncul kembali. Tindakan kuratif tanpa banyak opsi tindakan preventif terbukti banyak dilakukan di kepemimpinan masa lalu. Beban berat bagi penerus kepemimpinan mungkin urung benar-benar menyelesaikan penyakit perkotaan yang kadung sudah subur.

Beberapa oknum yang sudah kadung nyaman dalam kesemrawutan ini mencoba bangkit tentunya. Mereka yang sudah tidak suka dengan cara Ahok membenahi tentu bertepuk tangan. Tidak ada lagi 'caranya' Ahok. Ditambah jika pemimpin nanti terlalu cinding pada kompromi. Tak ayal bisa jadi aksioma diberi hati merogoh jantung terjadi. Di tiap kepala warga Jakarta yang sudah merasakan kemajuan yang terjadi, bisa saja terngiang pesimisme. 

Butuh ketegasan yang benar-benar berbeda di pelanjut Gubernur Ahok. Banyak harapan yang dilimpahkan pada duet Anies-Sandi. Suasana rekonsiliasi damai antar pendukung dan simpatisan kini coba dihadirkan. Dibutuhkan kesejukan dan optimisme untuk melanjutkan pembangunan Jakarta. Walau masih terbersit konflik dunia nyata dan maya yang ada. Ataupun aroma tidak sedap dalam kampanye yang menyeruak. Diperlukan kesadaran dan gotong royong agar kembali bersama membangun Jakarta.

Status quo pun tidak semua pihak menginginkannya. Perubahan dan pembangunan adalah konstan yang terjadi dalam kepemimpinan. Bahkan raja pun bisa diganti pangeran saat ia meninggalkan dunia. Toh tidak ada raja yang memerintah dari alam baka. Dan yang realistis adalah perubahan, baik menuju kebaikan atau sebaliknya. Semua bisa terjadi tergantung para pemimpinnya. Rakyat adalah pengawas sekaligus pengawal serta resipien pada perubahan yang ada.

Salam,

Wollongong, 27 Maret 2017

10:47pm

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun