Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bersimfoni Bersama dengan Cek Fakta

25 November 2019   15:21 Diperbarui: 25 November 2019   15:36 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sesi Foto bersama dalam Workshop Simfoni Class - Foto: Dokumentasi Panitia

Generasi muda adalah kunci meredam bahaya hoaks. Karena mereka memiliki waktu, tenaga, dan jejaring kuat. Dan mereka jugalah yang baiknya membantu generasi yang lebih senior dan lebih muda memahami cek fakta. Karena cek fakta menjadi pintu masuk memahami literasi digital dan media.

Dan sebuah kebanggan buat saya bisa berbagi dengan anak-anak muda ini. Generasi muda yang tergabung dalam gerakan Solo Bersimfoni ini bukan sembarang anak muda. Ke 30 relawan anak muda Solo Bersimfoni ini diseleksi dari ratusan pendaftar.

Solo Bersimfoni adalah gerakan yang cukup muda. Gerakan ini berfokus pada membangun ketahanan dan kohesi sosial masyarakat. Dan pemberdayaan generasi muda dengan pendekatan tradisi lokal menjadi motor penggerak Solo Bersimfoni.

Ada delapan nilai tradisi dalam setiap kegiatan Solo Bersimfoni  yaitu: Gotong Royong, Grapyak Semanak (ramah tamah), Guyub Rukun, Lembah Manah (rendah hati), Ewuh Pakewuh (saling menghormati), Andhap Asor (berbudi luhur), dan Tepa Slira (tenggang rasa).

Kegiatan Solo Bersimfoni cukup beragam dan menarik. Ada kunjungan relawan ke sekolah SMP dan SMA. Ada juga Sekolah Adipangastuti, kegiatan CFD, dan banyak lagi. Kabarnya, ke 30 relawan yang hadir di workshop kali ini akan mementaskan Ketoprak Kekinian. 

Para Pembicara (ki-ka) Harum Sekartaji, Didik Prasetyanto, dan saya - Foto: Dokumentasi Panitia
Para Pembicara (ki-ka) Harum Sekartaji, Didik Prasetyanto, dan saya - Foto: Dokumentasi Panitia

Dalam workshop Kelas Simfoni yang saya hadiri kemarin (23/11) di Nawasena Coworking Space, UNS. Ke 30 relawan terpilih ini sudah belajar cukup banyak dalam hal literasi media dan digital. Bagaimana menjadi warganet yang bijak dan sopan.

Mereka pun diberikan paparan tentang efek positif dan negatif dunia maya. Sebagai tambahan, mereka juga dibekali dasar good netizen dalam konsep 5R (Rights, Respect, Responsible, Reasoning, dan Resilience).

Di workshop ini, saya membawakan urgensi cek fakta dan prakteknya. Pemuda yang kini ada lahir dan tumbuh bersama teknologi. Teknologi bukan lagi hal aneh buat mereka. Sayangnya, lebih banyak pemuda kini cuek dengan bahaya hoaks.

Hoaks yang beredar di grup WhatsApp keluarga misalnya. Pemuda yang ada di dalamnya mungkin akan memilih diam. Bukan karena mereka tidak berani. Namun karena minim literasi cek fakta.

Sebagai relawan Solo Bersimfoni, skill cek fakta menjadi penting. Selain menjadikan diri mereka memiliki skill yang bisa dibagikan kepada publik. Secara personal, skill cek fakta akan membuat mereka lebih percaya diri. Karena mengklarifikasi hoaks tanpa fakta yang valid juga tidak baik.

Saya Mempresentasikan Urgensi Cek Fakta - Foto: Dokumentasi Panitia
Saya Mempresentasikan Urgensi Cek Fakta - Foto: Dokumentasi Panitia

Saya mulai dengan membahas distorsi komunikasi manusia. Baik lisan, tulisan, dan gesture komunikasi manusia rentan distorsi. Kisah kearifan lokal dalam lakon Aswatama Gugat menjadi contoh nyata. Bagaimana distorsi lisan nama gajah mata bernama Hestitama bisa direkayasa menjadi nama Aswatama.

Begitupun dalam bentuk tulisan seperti kata apel. Apakah kata ini berarti buah atau aktivitas upacara, tergantung pengucapannya. Parahnya, di dunia digital rekayasa macam inilah yang menjadi elemen dasar hoaks membodohi netizen.

Distribusi masif hoaks yang dilakukan oknum atau kelompok semakin membahayakan dampaknya. Orang-orang pun terjebak dengan linimasa serupa, pemikiran homogen, dan persepsi satu arah. Akibatnya, orang-orang ini akan mudah sekali percaya dengan hoaks.

Oleh sebab itu, saya berbagi sedikit tips melakukan cek fakta. Terutama menggunakan chat bot WhatsApp bernama Kalimasada. Chat bot ini menyajikan klarifikasi atas hoaks yang sudah beredar luas. Cukup dengan mengetik keyword dari sebuah narasi hoaks. Klarifikasinya bisa didapatkan.

Salah Satu Peserta Mempraktekkan Chat Bot WhatsApp Kalimasada dari Mafindo - Foto: Dokumentasi Panitia
Salah Satu Peserta Mempraktekkan Chat Bot WhatsApp Kalimasada dari Mafindo - Foto: Dokumentasi Panitia

Beberapa peserta workshop langsung mempraktekkan pencarian fakta dengan antusias. Mulai dari keyword 'radiasi' sampai 'Novel Baswedan' diketik dan didapatkan hasil klarifikasinya.

Dengan mudahnya chat bot WhatsApp Kalimasada. Para peserta workshop Solo Bersimfoni ini diharapkan bisa berbagi, menerapkan, dan menjadi penumpas hoaks di keluarga dan lingkungannya.

Sehingga, para relawan ini mampu bersimfoni bersama dengan cek fakta.

Salam,

Wonogiri, 25 November 2019

03:21 pm

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun