Jack Dorsey, sang CEO Twitter dengan tegas melarang iklan kampanye politik di platformnya. Bagi banyak pihak hal ini dianggap baik. Manuver ini dianggap mendukung demokrasi yang sehat. Namun langkah ini juga tak lain adalah lelucon.
Gegap gempita warganet dunia mengapresiasi Twitter dengan langkah ini bukan tanpa alasan. Karena kebalikannya, Facebook yang menganggap iklan politik adalah bagian dari kebebasan berekspresi. Dan politisi boleh saja beriklan.
Alasan lain adalah tsunami disinformasi global yang mungkin mengglorifikasi langkah Twitter ini. Publik banyak belajar dari propaganda politik di sosmed yang cukup merugikan. Publik tidak ingin kampanye politik sosmed semakin merusak demokrasi.
Pemilu 2016 US diduga kuat dikeruhkan skandal Cambridge Analytica via Facebook. Bolsonaro juga naik ke tampuk pemimpin tertinggi Brazil melalui kampanye negatif via WhatsApp.Â
Konflik etnis di Myanmar juga diinisiasi via Facebook dan sampai saat ini, rezim Duterte mengkompromi pihak oposisi melalui perisakan cyber troops-nya via Facebook.
We've made the decision to stop all political advertising on Twitter globally. We believe political message reach should be earned, not bought. Why? A few reasons...--- jack (@jack) October 30, 2019
Kemudian konflik horizontal yang kini menggejala global juga menjadi kekhawatiran. Karena kausalitas konflik terkait erat dengan sosial media. Konflik perebutan kembali Hong Kong juga bereskalasi via sosial media.Â
Konsentrasi dan kerusuhan massa di Spanyol, Lebanon, Irak, dan Chile juga didorong gaungnya di sosial media.
Sosial media adalah pedang bermata dua. Di satu sisi menjadi alat para pencari dan pemangku kepentingan. Sedang di sisi lain, sosmed adalah media yang murah, efektif, dan langsung publik untuk melawan kesewenang-wenangan.
Kampanye politik negatif suatu rezim akan bertumbrukan dengan demokrasi. Jika terakumulasi, maka bukan tidak mungkin konflik horizontal terjadi. Publik sudah jengah mendapati diri mereka menjadi target politisi buruk dan agendanya yang menyimpang.
Masih menurut Twitter, iklan politik yang dilarang meliputi: 1) iklan dari kandidat atau politisi tertentu; dan 2) iklan yang bertentangan dengan legislasi nasional seperti perubahan iklim, imigrasi, sistem kesehatan, dan keamanan nasional dan pajak.Â