Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tembok Trump dan Sosial Media Kita

9 Januari 2019   11:16 Diperbarui: 9 Januari 2019   11:32 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Trump Wall - Ilustrasi: activistpost.com

Janji Trump dengan MAGA (Make America Great Again) salah satunya dengan membentangkan tembok perbatasan US-Mexico. Ironisnya, Trump justru Mexico yang diminta membangun tembok perbatasan.  Dengan tinggi 12 meter dan panjang kurang lebih 1,600 km. Tembok ini diperkirakan menghabiskan dana 25 miliar USD.  

Terlepas dari bentuk fisik tembok Trum diatas. Ada analogi simbolisasi makna dengan dunia sosial media kita. Tembok tak kasat mata yang sebenarnya sudah ada. Tembok yang menghalangi perspektif dan membatasi opini kita.

Simbolisasi dimensi xenofobia sosial kita. Jika bentuk xenofobia Trump jelas membangun tembok guna mencegah masuknya imigran ke wilayah US. Xenofobia sosmed begitu klandestin dan kadang tidak kita sadari.

Usai berdebat membela mati-matian Capres idola kita. Tak jarang orang lain sesegara meng-unfriend. Kadang mereka juga mem-blok akun kita. Atau secara 'sadis' menghapus atau tidak menghiraukan komentar kita pada postingnya.

Segala sesuatu yang kontra akan keyakinan kita di sosmed kita hindari. Walau kadang kritik pedas tadi guna membenarkankabar hoaks. Walau tak jarang kita membenahi makna redaksi kalimat ambigu atau provokatif teman.

Simbolisasi ilusi demokrasi khalayak. Trump dengan dukungan simpatisan garis kerasnya tak bergeming akan kritik. Terkadang fakta yang dibeberkan mudah saja dicap kebohongan oleh Trump. Dan naifnya, para pendukungnya mempercayainya dengan cara apapun. Mereka yang kontra pada pembuatan tembok pun dianggap lucu.

Begitupun kita dalam lingkar filterisasi linimasa sosmed. Perspektif yang kita anut dan yakini adalah auto-indoktrinasi. Hal ini diakibatkan kalkulasi algoritma dari sosio-gesture kita pada posting yang kita suka saja. Linimasa kita pun jenuh dan 'jernih' dengan homogenisasi pola fikir.

Dan dalam posting-posting ini penuh dikerumuni banyak akun serupa diri kita. Terlepas dari posting tersebut hanya bohong belaka. Yang terpenting adalah banyak like, komen, dan share. Inilah demokrasi sebenar-benarnya bagi kita. 

Simbolisasi tiran informasi demi kuasa. Trump dengan setiap pernyataan dan bukti kampanyenya adalah apa yang dibutuhkan rakyat Amerika. Dan didukung corong media partai Republikan dan didistribusi simpatisannya. Informasi yang tidak berasal dari Trump dianggap non-nasionalis. Begitupun dengan penentang pembangun tembok Trump.

Dan di linimasa sosmed, publik kita pun mencontohkan hal serupa. Informasi yang benar  harus bersumber dari media yang mendukung apa yang difahami secara personal. Media arus utama, walau menyajikan fakta, berada dibawah tekanan rezim dan penuh konspirasi. Mereka tak dapat dipercaya.

Media gurem yang pasang-surut kemunculannya tak jarang dianggap media 'perjuangan'. Walau yang tersaji adalah rekayasa dan framing yang begitu eksplisit. Walau tak jarang berita hoaks dibuat sebagai pemancing klik dan visit semata. Yang penting adalah media ini seirama pola fikirnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun