Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Menertawakan Harga-harga di Bulan Puasa

22 Mei 2018   22:38 Diperbarui: 2 Juni 2018   12:24 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya mau ceritakan satu cerita kawan. Soal berbelanja di bulan Ramadhan. Semoga kau tertawa. Atau setidaknya berfikir.

Pusat perbelanjaan atau sering disebut Mal makin ramai saat Ramadhan. Setiap orang sepertinya mengusahakan memiliki uang. Di bulan yang berkah, memperingatinya menjadi kewajiban. Tentu dengan penampilan yang necis saat Lebaran jadi parameternya.

Hei kawan, kamu tahu pasti banyak potongan harga di Mal bukan? Mereka gelar besar dan merah dua digit angka plus tanda persen. Tanda merah. Begitu mencolok mata. Mengalihkan perhatian. Seperti notifikasi di HP mu. Digitnya pun menggiurkan. Kau tak perlu hitung lagi. Karena sudah cukup besar.

Kau melihat harga sendal yang dipajang berlimpah. Tahukah kamu? Harganya tidak sangat masuk akal. Untuk sepasang sendal saja hampir 500 ribu. Lalu didiskon 70%. Bukankah sebelum Ramadhan harganya sesuai harga setelah diskon. 

Bercanda mungkin si penjual sendal? Tapi kamu tahu kawan? Sebuah toko retail besar, pasti tak mau rugi. Yang mereka tahu keuntungan. 

Mereka yang membuat tag harga. Memutar otak untuk mengakali harga. Tertawa melihat kerumunan orang menyemut di tokonya. Bisa jadi terbahak sembari bersekongkol di balik meja kasir. Betapa mudah memanipulasi fikiran dengan tawaran diskon.

Dan hei, kau coba mulai sekarang sering-sering mengunjungi pasar. Iya. Pasar tradisional di dekat rumahmu yang becek dan berbau itu. Kau coba tanyakan harga sembako disana. Esok kau tanyakan. Beberapa hari ke depan sudah naik harganya. 

Katanya, dan konon katanya, setiap mau Lebaran harga-harga merangkak naik. Imbasnya, digit uang di rekeningmu yang merangkak turun.

Seolah menjadi 'tradisi' kalau harga sembako tidak naik, tidak kerasa Lebaran. Keanaikan harga adalah kelumrahan dengan alasan yang banal. Konon katanya, stok berkurang. Konon katanya, jalur distribusi sulit. Konon katanya pula, musim mempengaruhi hasil panen. Blah..blah..blah.

Seolah tiada otoritas yang membantu masyarakat di negara ini. Pada cukong dan tengkulak harga dan stok dikendalikan sesuai ingin mereka. Mereka mungkin tertawa melihat kita. Yang akan kelaparan dan tidak cukup pangan saat Lebaran nanti. 

Di tangan para empunya modal, kita di tertawai. Secara implisit, hari raya adalah hari menghamburkan uang. Kalau tidak habis uang THR, belum syah Lebaran nanti. Dan para pandir finansial terus berpesta dan tertawa di atas kita yang ingin sekadar merayakan hari raya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun