Isolasi sosial yang berkepanjangan dapat menyebabkan efek serius pada kesehatan mental dan fisik. Awalnya, kondisi ini meningkatkan hormon stres yang jika dibiarkan menjadi kronis, mengganggu keseimbangan emosional seseorang. Interaksi sosial berperan penting sebagai pengujian realitas yang menjaga kestabilan pikiran dan identitas.
Tanpa komunikasi sosial, otak bagian limbik yang mengatur emosional menjadi hiperaktif, sedangkan korteks prefrontal yang mengendalikan penalaran menyusut. Akibatnya, kemampuan berpikir rasional menurun dan emosi seperti kecemasan, kemarahan, dan depresi meningkat. Isolasi juga menyebabkan gangguan tidur, palpitasi jantung, sakit kepala, dan penurunan berat badan.
Dalam konteks penjara, penahanan isolasi selama 22-24 jam sehari dikritik sebagai bentuk penyiksaan yang memperparah gangguan mental narapidana, termasuk PTSD dan kesulitan beradaptasi kembali. Metode yang lebih manusiawi, seperti di Norwegia, mengutamakan rehabilitasi sosial yang terbukti menurunkan angka residivisme.
Kesimpulannya, isolasi sosial merusak fungsi kognitif dan kesehatan mental, sehingga interaksi sosial sangat penting untuk kesejahteraan psikologis dan kemampuan otak yang optimal.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI