Dunia dibikin bingung dengan beberapa paradoks, dan prinsip-prinsip yang menantang sebuah intuisi secara perlahan merubah pandangan dan cara berpikir manusia  terhadap realitas pada skala terkecil alam semesta (Kematian). Sebuah fenomena bagaimana munculnya sebuah pemberontakan batin yang menyakitkan bagi setiap insan manusia, yaitu kesadaran mendalam bahwa kematian adalah sesuatu yang pasti, dan pada akhirnya semua yang dicintai dalam hidup akan lenyap. Kesadaran ini kemudian melahirkan reaksi penolakan dalam diri; sebuah ketidakrelaan untuk menerima kenyataan bahwa setiap manusia akan merasakan kematian.
Pandangan sisi kuantum muncul dalam diskusi ilmiah ini, apakah setiap yang akan pergi tidak dapat berkomunikasi dengan yang masih hidup/ada? Ataukah konsep keterikatan kuantum bisa menjadikan titik terang munculnya metafora untuk memahami hal tersebut? Salah satu konsep yang dapat menjelaskan peristiwa tersebut yakni, belitan kuantum ketika dua partikel terhubung dalam keadaan satu partikel secara instan akan mempengaruhi keadaan yang dialami partikel lainnya. Sama halnya ketika ditinggal orang terkasih (meninggal) jiwa akan menghubungkan belitan kuantum yang berupa keterikatan berupa energi yang dipancarkan, dalam belitan kuantum partikel-partikel tersebut akan terhubung melalui spin (Up dan Down) yang berputar seperti zarah-zarah yang hanya dapat mengambil nilai diskrit ketika dua partikel yang terhubung akan terbelit  dan saling terikat satu dengan yang lainnya untuk menentukkan spin yang sepasang.
Meskipun terhalang dimensi, ruang, dan waktu akan tetap terhubung, tetapi hipotesis ini menyimpang dari hukum ruang dan waktu klasik, Kembali lagi ke awal lantas mengapa spin dan belitan kuantum dianggap terhubung dalam dimensi kematian? Jawaban ini terletak pada daya ikat antar spin yang sepasang dengan kemampuannya menembus ruang, dan waktu menjadi daya ikat yang tidak terpisahkan. Pada akhirnya pertanyaan mekanika kuantum dengan kematian merupakan sebuah lensa yang digunakan untuk membingkai ketakutan sudut pandang yang tidak bisa terpecahkan. Hal ini mengingatkan manusia bahwa sains, meski bisa menjawab pertanyaan yang terbesit di alam tidak selalu bisa menjawab pertanyaan eksistensial makhluk hidup (Manusia).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI