Setelah masa pandemi menyerang, amat banyak sektor yang terkena dampaknya . Dari bidang ekonomi, wisata dan juga pendidikan yang mengharuskan menutup sekolah serta meniadakan belajar megajar secara langsung.Â
Pembelajaran pun dialihkan menjadi belajar dari rumah secara daring,melalui perangkat internet. Istilah daring ini sudah sangat populer dan bukan istilah yang asing lagi di masa pandemi seperti ini.Â
Sistem daring ini diberlakukan untuk segala golongan, baik guru,siswa, dosen, mahasiswa kini semuanya kegiatan belajar-mengajar dilakukan secara daring, termasuk dalam pemberian tugas.
Namun pembelajaran daring tidak mungkin selalu mulus dalam pelaksanaannya, bahkan mungkin di desa-desa kecil pembelajaran daring tersebut tidak bisa diberlakukan.Â
Perlu banyak sekali pertimbangan, dari kurang meratanya perangkat yang baik sebagai penunjang pembelajaran dan juga jaringan internet yang kurang stabil. Selain sarana, kemampuan seorang guru sangat diperlukan untuk membuat pembelajaran daring yang efektif. Namun pada kenyataannya efektif ataupun tidak pembelajaran daring ini mau tidak mau tetap harus diterapkan.
Seperti yeng dibicarakan tadi sistem daring tidak selalu mulus, bahkan di beberapa daerah di desa-desa kecil pembelajaran dengan sistem daring itu tidak terlaksana.Â
Seperti yang terjadi dibeberapa sekolah yang saya kunjungi. Mereka menyatakan hal tersebut dikarenakan tidak meratanya perangkat untuk pembelajaran, jaringan yang kurang stabil dan tidak merata, kurangnya adaptasi guru terhadap metode pembelajaran daring, kurang efektif karena kurangnya pendampingan orang tua karena harus bekerja sebagai buruh tani serta pembelajaran yang jenuh.
Maka dari itu sekolah yang saya kunjungi lebih memilih melakukan pembelajaran luring. Pembelajaran luring tersebut tentu saja tidak dilakukan sembarang, pihak sekolah telah menentukan prosedur tersendiri.Â
Dari mulai harus mematuhi protokol kesehatan seperti memakai masker, cuci tangan dan menggunakan hand sanitizer sebelum masuk kelas, jarak bangku yang direnggangkan, serta membagi siswa menjadi dua kloter (kuota 50%) perkelas.Â
Hal tersebut merupakan solusi untuk semuanya, kepala sekolahnya menyatakan lebih baik dilakukan pembelajaran secara luring dengan pemanfaatan kloter dari pada pembelajaran daring namun tidak semua siswa dapat mengikuti pembelajaran.
Sekian dan Terima kasih, mohon maaf jika masih banyak kekurangan.