Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Author

Book, movie/series, and fiction enthusiast contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Tentang Jatinangor, Lingkungan Pendidikan dengan Segala Permasalahannya

29 Juni 2025   21:03 Diperbarui: 29 Juni 2025   21:03 799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jatinangor, sebuah kecamatan di Kabupaten Sumedang ini sepertinya sudah tidak asing lagi terdengar oleh orang-orang, termasuk Kompasianer yang sedang membaca tulisan ini. Bagaimana tidak, Jatinangor dikenal sebagai pusat pendidikan karena banyaknya kampus besar yang berdiri di sana. Dimulai dari IPDN, IKOPIN, ITB, hingga UNPAD.

Maka jangan heran bahwa di sini akan banyak sekali mahasiswa yang mendominasi kepadatan Jatinangor. Di segala sudut jalan hingga gang, ada kosan di mana-mana. Kuliner pun bertebaran di mana-mana yang bisa dicari dari harga miring hingga yang cukup menguras dompet sekalipun.

Hal inilah yang jadi ciri khas tersendiri bagi Jatinangor yang punya kesan khusus bagi siapapun yang melewatinya, apalagi bagi mereka yang pernah tinggal di sana baik itu menetap ataupun sementara seperti mahasiswa atau pekerja sekalipun.

Saya sendiri sudah tiga bulan ke belakang ini menetap di Jatinangor dan ngekos di sana karena urusan pekerjaan. Tahun lalu pun sempat ngekos juga di sini dalam hitungan beberapa bulan saja. Meski memang baru terhitung sebentar, saya merasa ada beberapa hal di tempat pendidikan ini yang sebenarnya jadi catatan khusus pagi pemerintah daerah setempat. 

Tulisan inilah yang jadi temuan sekaligus curhatan saya sebagai warga pendatang yang merasakan beberapa sedikit permasalahan. Semua yang saya tulis ini murni pandangan pribadi yang bisa jadi berbeda dari perspektif orang lain. So, check this out.

TIDAK RAMAH PEJALAN KAKI

Hal pertama yang akan saya tulis ialah jalanan di Jatinangor yang tidak ramah bagi para pejalan kaki. Padahal seperti yang dibahas di awal bahwa mayoritas penghuni Jatinangor ialah mahasiswa dari berbagai daerah yang mobilitasnya tentu tak sekadar menggunakan kendaraan, tapi juga berjalan kaki.

image by Tribun Priangan
image by Tribun Priangan

Kebanyakan trotoar pinggir jalan belum terbentuk dengan baik. Ada yang berlubang, diisi oleh pedagang, bahkan memang sejak awal tak ada trotoar di beberapa titik lain. Hal ini menyebabkan pejalan kaki terpaksa berjalan di jalan utama yang berdekatan langsung dengan kendaraan yang lewat. Tentu saja hal ini cukup berbahaya jika tidak hati-hati dan kurang fokus.

Padahal dengan banyaknya mahasiswa yang ada di sana, keberadaan trotoar jalan seharusnya dibuat dengan sangat baik sebagai rasa nyaman yang berlaku juga untuk warga lokal.

Dengan dibentuknya trotoar yang lebih ramah bagi para pejalan kaki, setidaknya masyarakat akan lebih betah berjalan tanpa perlu mengandalkan kendaraan pribadi yang efeknya tentu membuat jalanan padat dan macet.

TRANSPORTASI UMUM YANG BELUM SEMPURNA

Sebagai lingkungan pendidikan yang mahasiswanya berasal dari banyak daerah se-Indonesia, setidaknya harus ada sarana transportasi umum yang memadai sebagai penjunjang mobilitas. Di Jatinangor sendiri yang paling bisa diandalkan sebenarnya ada bus DAMRI atau yang sekarang berganti nama menjadi Trans Metro Jabar yang punya rute ke Bandung Kota - Jatinangor begitu pula sebaliknya.

image by Kompas
image by Kompas

Sayangnya sejak berganti nama menjadi Trans Metro Jabar, armada bus yang digunakan justru menjadi lebih kecil dibanding ukuran sebelumnya. Memang di satu sisi ini sebagai penunjuang baru karena armada yang sebelumnya tentu telah berusia usang.

Namun ketika sedang padat-padatnya dengan kapasitas yang semakin sedikit, membuat antrean mahasiswa yang akan naik bus mengular panjang. Hal ini membuat mereka harus mengantre panjang bahkan duduk di pinggir jalan untuk menunggu bus berikutnya datang.

Selain bus, yang bisa diandalkan selanjutnya adalah angkutan umum. Namun memang angkutan umum seperti ini semakin jarang digunakan karena soal efisiensi waktu. Untung saja di sini ada banyak travel yang menyediakan jasa mobilitas ke luar kota yang jaraknya dekat hingga jauh. Namun memang untuk harganya akan sedikit lebih mahal dengan transportasi umum lainnya.

Harapannya sih ke depannya sarana transportasi umum bisa lebih dikembangkan lebih baik lagi, terutama ke tujuan yang lebih luas dan bukan di titik itu saja.

TUKANG PARKIR DI MANA-MANA

Hal ini sepertinya tak hanya terjadi di Jatinangor saja, melainkan juga kota-kota besar (hingga kecil) lainnya. Bagaimana tidak, setiap bentuk usaha di pinggir jalan tak akan luput dari tukang parkir. Mulai dari minimarket, ATM, warteg, kafe-kafe kecil, hingga tempat lainnya selalu ada saja yang menjaganya.

ilustrasi by GridOto.com
ilustrasi by GridOto.com

Kadang bukan pelit ya. Tapi ini benar-benar nyaris di semua titik yang akhirnya jadi malas dan tak semangat untuk mengunjungi suatu tempat. Lucunya lagi beberapa tukang parkir ada yang sudah menyiapkan scan QRIS untuk pengunjung yang tidak membawa uang tunai.

Kalau sehari saja mengeluarkan 4.000 untuk parkir (estimasi 2x parkir motor), maka dalam 20 hari saja sudah ada 80.000 yang dikeluarkan hanya untuk sekadar memarkirkan kendaraan. Jumlah ini tentu tidak bisa dibilang sedikit dan bisa dialokasikan ke kebutuhan yang lebih penting dan mendesak.

Kita bisa saja memilih berjalan kaki dan tak perlu membawa kendaraan. Tapi lagi-lagi ke poin utama bahwa trotoar jalan pun masih belum memberikan kenyamanan dan keamanan yang memadai.

BEBERAPA TITIK YANG KURANG PENERANGAN

Malam hari menjadi waktu penting untuk penerangan di sebuah jalan. Di Jatinangor, penerangan jalan tidak bisa dikatakan buruk, tapi memang masih ada beberapa titik yang masih kurang penerangan sehingga menyebabkan jalan gelap terutama untuk pejalan kaki.

Salah satunya adalah di sekitar Hegarmanah. Penerangan di jalan utamanya sedikit lebih gelap dibanding jalan utama lain. Mungkin kalau yang menggunakan kendaraan tidak akan begitu terasa. Namun hal ini cukup fatal bagi para pejalan kaki karena saya sendiri mengalaminya secara langsung. Jalanan di sekitar trotoar cenderung gelap yang membuat kesulitan melihat jika tak hati-hati.

Selanjutnya ada juga di jalan menuju Kiarapayung yang jadi pemisah antara gerbang UNPAD lama dan ITB. Di malam hari selain sepi, di sana juga penerangannya benar-benar minim. Bahkan yang membawa kendaraan pun harus hati-hati dan memastikan lampu kendaraan menyala sempurna untuk menembus kegelapan.

Memang sih jalanan antara ITB dan UNPAD ini termasuk jalan yang jarang dilalui terutama malam hari. Namun tetap saja penerangan jalan seharusnya tetap dijaga, mengingat juga ke arah atas sana akan menuju pintu tol Jatinangor.

image by Sumedang Tandang
image by Sumedang Tandang

Nah itu tadilah sedikit curahan hati saya sebagai pendatang di Kecamatan Jatinangor, Sumedang. Saya tetap merasa betah kok di sini terlepas dari permasalahan yang saya tulis di atas. Namun tetap saja, ada sedikit harapan bagi pemerintah setempat untuk memperbaikinya untuk Jatinangor yang lebih baik.

Kalau Kompasianer di sini apakah ada juga yang pernah tinggal atau mengunjungi Jatinangor dan menemukan masalah serupa? Yuk, bisa sharing juga di kolom komentar.

Akhir kata, semoga bermanfaat dan sampai jumpa di tulisan selanjutnya!

-M. Gilang Riyadi, 2025-

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun