Baca cerita sebelumnya di sini
Waktu terus merangkak naik. Ujian Nasional hanya tinggal beberapa minggu lagi dan semua kegiatan ekskul untuk kelas 12 sudah diberhentikan. Pelajaran yang akan ada di UN pun lebih difokuskan dalam waktu dekat ini. Tapi meski begitu, tidak ada yang bisa menghentikan Ayla untuk masuk ke ruang seni ketika kebanyakan muridnya justru sudah pulang.
Sambil duduk di salah satu kursi dan melihat sekeliling dinding yang dipenuhi oleh karya lukis orang lain, Ayla menggoreskan pensil 2B-nya di permukaan kertas sketch book. Kali ini bukan potret seorang perempuan yang menjadi objeknya, melainkan laki-laki.
"Udah aku duga kamu ada di sini," kata seseorang di dekat pintu.
Ayla sama sekali tidak menghiraukan orang itu. Ia masih asyik menggambar potret laki-laki berkacamata sedang tersenyum sinis. Lengkungan bibir yang terangkat sebelah itu benar-benar mengingatkannya pada seseorang.
Marlo masuk masih lengkap dengan seragam putih abunya, kemudian melihat lukisan pensil itu yang sangat mirip dengan Rega. Setiap goresan dan degradasi warna hitam putih itu membuat Marlo kagum pada kemampuan seni di diri Ayla. Tapi sialnya, dia tidak suka dengan gambar itu. Maksudnya, untuk apa perempuan ini menggambar sosok mantan yang telah menyakitinya?
"Nggak usah salah paham. Aku cuma iseng bikin wajah Rega kayak gini," jawab Ayla yang seakan dapat membaca isi pikiran Marlo. "Tuh, lihat, aku juga pernah bikin wajah kamu," katanya melanjutkan sambil membuka halaman sketch book sebelumnya yang terdapat lukisan wajah close up Marlo.
"Thanks by the way."
Marlo menyamakan posisi duduk di samping Ayla, lalu menatap mata perempuan itu dalam.
"Cerita, dong, kamu itu kenapa? Akhir-akhir ini kamu jadi aneh tahu."
Ayla sama sekali tidak menjawab.