Kemerosotan moral generasi muda bukan lagi isu pinggiran---ia telah menjadi cermin retak dari sistem pendidikan kita. Di tengah arus globalisasi dan digitalisasi, anak-anak bangsa semakin mudah terpolarisasi, pragmatis, dan kehilangan arah. Fenomena ini bukan semata-mata akibat teknologi atau budaya luar, melainkan karena lemahnya pendidikan karakter yang seharusnya menjadi fondasi utama dalam pembentukan pribadi.
-Pentingnya Cara Berpikir Kritis
Segalanya bermula dari cara berpikir. Cara berpikir yang kritis akan melahirkan tindakan yang bijak, kebiasaan yang sehat, dan karakter yang kuat. Individu yang berpikir kritis tidak mudah terseret arus penyimpangan sosial. Ia memiliki keteguhan diri, mampu menilai kebijakan secara logis, dan tidak mudah terprovokasi. Sayangnya, pendidikan kita lebih menekankan hafalan daripada pemahaman, lebih fokus pada nilai akademik daripada nilai kemanusiaan.
-Potret Kemerosotan Moral
Kita tak bisa menutup mata terhadap realitas yang terjadi. Anak-anak muda yang bangga mengumbar dosa di media sosial, pacaran bebas di rumah orang tua, hamil di luar nikah, putus sekolah, hingga terjerumus dalam minuman keras, judi online, dan bahkan tindakan kriminal. Semua ini bukan sekadar kenakalan remaja, tapi gejala kegagalan sistemik dalam membentuk karakter dan adab. Ketika rasa malu hilang, ketika kesalahan dianggap kebanggaan, maka kita sedang menghadapi krisis nilai.
-Membangun Budaya Berpikir Kritis dan Adab
Sebagai orang tua dan pendidik, kita memiliki tanggung jawab besar. Pendidikan karakter tidak cukup diajarkan sebagai mata pelajaran tambahan. Ia harus disisipkan dalam setiap aspek pembelajaran, dalam setiap interaksi, dan dalam setiap kebijakan sekolah. Budaya berpikir kritis harus dibangun sejak dini---di rumah, di sekolah, dan di lingkungan sosial. Anak-anak perlu diajak merenung, bukan hanya menghafal. Mereka perlu memahami sebab-akibat dari setiap tindakan, bukan sekadar mengikuti tren.
Pendidikan karakter bukan pelengkap, melainkan pondasi. Tanpa karakter, ilmu bisa menjadi alat yang disalahgunakan. Mari kita bangun kembali sistem pendidikan yang tidak hanya mencerdaskan otak, tapi juga menumbuhkan hati dan jiwa. Karena masa depan bangsa tidak ditentukan oleh seberapa pintar generasi mudanya, tapi seberapa beradab mereka dalam menjalani hidup.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI