Di tengah arus modernisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan, masih banyak pemahaman tentang keris yang terjebak pada mitos. Salah satu mitos yang cukup populer adalah anggapan bahwa keris bisa "berdiri" karena pengaruh makhluk halus, jin, atau energi gaib tertentu. Padahal, jika ditelusuri lebih dalam dengan sudut pandang teknis, keris berdiri bukanlah fenomena mistis, melainkan hasil dari keseimbangan anatomi bilah, ganja, yang terbentuk dengan presisi oleh empu. Inilah poin penting yang perlu ditegaskan agar warisan budaya seperti keris tidak terjerat oleh ketakutan irasional yang justru bisa mengaburkan nilai historis, teknis, dan filosofisnya.
Keseimbangan Anatomi sebagai Faktor Utama
Keris pada hakikatnya adalah karya metalurgi dengan tingkat presisi tinggi. Seorang empu ketika membuat keris tidak hanya memikirkan bentuk estetis atau motif pamor, tetapi juga menimbang keseimbangan anatomi bilah secara keseluruhan. Bagian-bagian keris mulai dari pesi, ganja, wilah, hingga ujung bilah dihitung agar beratnya terdistribusi dengan baik. Akibatnya, jika keris ditempatkan pada bidang datar dengan posisi tertentu, ia bisa berdiri tegak.
Fenomena ini sama halnya dengan prinsip keseimbangan pada benda-benda lain. Contoh sederhana dapat dilihat pada mainan tradisional gasing atau benda modern seperti pisau dapur yang bisa berdiri jika ditempatkan dengan posisi tepat. Tidak ada unsur supranatural di baliknya, melainkan hukum fisika tentang pusat gravitasi. Empu masa lalu, yang sering dianggap penuh mistik, sesungguhnya adalah pengrajin logam sekaligus insinyur yang memahami keseimbangan material tanpa harus menyebutnya dengan istilah ilmiah modern.
Menolak Pemahaman Mistis tentang Jin dan Keris
Sayangnya, banyak orang masih percaya bahwa keris berdiri merupakan pertanda kehadiran jin atau roh halus yang "menempati" keris tersebut. Narasi semacam ini tidak hanya tidak berdasar, tetapi juga melemahkan apresiasi terhadap keris sebagai karya budaya yang sarat nilai teknis dan estetika.
Menyandarkan pemahaman keris pada hal-hal mistis justru membuat masyarakat menjauh dari kajian ilmiah tentang metalurgi tradisional Nusantara. Padahal, pengetahuan ini penting untuk memperlihatkan betapa majunya keterampilan teknologi empu dalam mengolah besi, baja, dan bahan pamor. Dengan menolak pemahaman mistis, kita justru menegakkan martabat keris sebagai simbol kecerdasan manusia, bukan semata wadah bagi entitas gaib.
Tumbal: Citra Negatif yang Menakutkan
Mitos lain yang tak kalah merugikan adalah kepercayaan bahwa keris meminta tumbal. Dalam bayangan sebagian orang awam, keris dianggap "hidup" dan menuntut korban agar tidak mendatangkan malapetaka. Narasi ini menimbulkan rasa takut berlebihan, hingga banyak orang enggan mendekati keris apalagi mempelajarinya.
Padahal, tidak ada bukti historis maupun teknis yang menyatakan bahwa keris memerlukan tumbal. Pemahaman ini kemungkinan muncul dari pengaruh tradisi tertentu yang bercampur dengan mitos lokal, lalu diwariskan secara lisan tanpa kajian kritis. Akibatnya, keris sering dipandang bukan sebagai warisan budaya, melainkan sebagai objek berbahaya yang harus dihindari.