Mohon tunggu...
Gilang abitio
Gilang abitio Mohon Tunggu... Mahasiswa yang sedang menempuh program sarjana ilmu komunikasi S1

saya seseorang yang sangat tertarik pada bidang jurnalistik terutama pada pos berita dan tulisan budaya,hobi saya berkegiatan dialam dan kegiatan budaya terutama pada pelestarian tosan aji.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hipotesis Transformasi Methuk jadi Mendhak

7 September 2025   09:16 Diperbarui: 7 September 2025   09:16 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 ilustrasi: mendak dan methuk (dokumentasi pribadi)

Dalam kajian dunia perkerisan, selalu ada ruang untuk tafsir, hipotesis, dan perdebatan. Keris sebagai artefak budaya bukan sekadar senjata, melainkan juga medium simbolik yang sarat makna historis. Salah satu topik yang cukup menarik untuk didiskusikan adalah kaitan antara methuk dan mendhak. Dua elemen ini memiliki posisi hampir sama pada sebuah keris, yakni di antara bilah dan hulu, tetapi sejarah kemunculannya dan perkembangan bentuknya menyimpan teka-teki. Apakah mendhak sesungguhnya merupakan transformasi dari methuk  

Methuk dalam Era Pra-Majapahit

Berdasarkan temuan arkeologis dan pengamatan pada keris-keris tua, methuk sering dijumpai pada bilah yang berasal dari periode Singhasari, bahkan kemungkinan lebih awal lagi pada fase transisi dari pedang ke keris. Methuk berfungsi sebagai semacam tonjolan atau cincin sederhana yang mengikat bilah dengan hulu. Pada masa itu, tampaknya fungsi utamanya lebih teknis dibanding estetis: menjaga agar bilah tidak longgar sekaligus memperkuat area pangkal keris.

Menilik karakter keris dari periode ini yang cenderung masih sederhana dalam garap dan ornamen, keberadaan methuk dapat dipahami sebagai elemen struktural. Ia bukan bagian yang dirancang penuh estetika, melainkan solusi praktis. Namun justru kesederhanaan inilah yang membuatnya khas.

Perubahan Pasca-Singhasari

Menariknya, setelah periode Singhasari dan memasuki era Majapahit, keberadaan methuk semakin jarang ditemukan pada keris. Artefak-artefak dari abad ke-14 ke atas memperlihatkan perubahan signifikan. Keris-keris Majapahit mulai menonjolkan sisi estetika, tidak hanya pada bilah tetapi juga ricikan, hiasan, dan perangkat pelengkapnya.

Pada saat yang sama, methuk tidak benar-benar hilang dari tradisi senjata Nusantara. Ia masih bisa ditemui pada tombak atau senjata berbilah panjang lain. Ini memberi indikasi bahwa fungsi methuk tetap relevan, tetapi untuk keris terjadi adaptasi. Keris sebagai senjata sekaligus simbol status mulai menuntut elemen yang lebih anggun, yang mampu mewakili fungsi teknis sekaligus estetika.

Lahirnya Budaya Mendhak

Dalam konteks inilah mendhak muncul. Secara bentuk dan posisi, mendhak berada tepat di tempat yang sama dengan methuk: di antara bilah dan hulu. Namun bedanya, mendhak tidak sekadar tonjolan logam polos. Ia diproduksi dengan bahan beragam --- mulai dari perunggu, perak, emas, hingga dihias batu permata. Fungsi teknisnya tetap ada, yakni memperkuat ikatan bilah dengan hulu, tetapi nilai simboliknya jauh lebih tinggi.

Berdasarkan beberapa temuan arkeologis, mendhak sudah ada sejak era Majapahit. Bentuknya memang sederhana, tetapi sudah menunjukkan peralihan fungsi dari sekadar penguat bilah menjadi juga perhiasan keris. Seiring berkembangnya budaya keraton dan sistem simbolik keris, mendhak makin berperan sebagai representasi status sosial dan estetika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun