Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Potensi Pola Tiga Bek di Liga 1 2019

21 Mei 2019   14:34 Diperbarui: 22 Mei 2019   08:37 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelatih Persebaya Surabaya, Djadjang Nurdjaman (jersey hijau) bersalaman dengan pelatih Barito Putera, Jaksen F. Tiago (jersey hitam)| Sumber:bolasport.com

Pada gelaran Piala Dunia 2018, pola tiga bek jadi pesona tersendiri. Terhitung ada lima negara yang mengandalkan atau pernah menggunakan formasi tersebut, meski dalam perjalanannya hanya Inggris dan Belgia yang bisa dikatakan sukses. 

Negara lainnya seperti Iran dan Nigeria gagal lolos ke babak 16 besar sedangkan Argentina dan Uruguay meski berhasil lolos dari fase grup, keduanya hanya menerapkan formasi tersebut di beberapa pertandingan saja.

Lantas apa yang membuat formasi klasik tersebut begitu digandrungi beberapa tahun terakhir ini? Agaknya kita perlu memutar kembali musim 2016/17, disaat pelatih seperti Arsene Wenger, David Moyes, dan lainnya menganggap formasi tiga bek telah usang, Antonio Conte datang menawarkan keseimbangan bertahan dan menyerang lewat skema 3-4-3. Alhasil, formula tiga bek tersebut sempat menginvasi Liga Inggris pada musim 2016/17 hingga musim berikutnya.

Louis van Gaal sebenarnya sudah lebih dulu membuat pola tersebut nge-tren kembali di Liga Inggris saat menukangi Manchester United, namun pola tiga beknya tak menelurkan prestasi untuk Manchester United sebagaimana Conte bersama Chelsea yang meninggalkan kesan tersendiri/bahkan mengubah iklim sepak bola Inggris pada masa itu.

Akan tetapi, pada dasarnya memang tidak ada pelatih yang bisa dijadikan pionir dalam hal kebangkitan pola tiga bek ini. Sebab skema tersebut terus hidup dan marak digunakan oleh tim-tim Italia setiap musimnya.

Tak hanya di Eropa, di Indonesia pun pola tiga bek mulai digunakan oleh kontestan Liga 1 2019. Persebaya Surabaya dan Barito Putera lah yang berani menerapkan skema tersebut sejak pekan pertama. 

Meski demikian, pola tersebut belum sepenuhnya memberikan hasil positif. Sebab kedua tim gagal meraih kemenangan, Persebaya Surabaya tumbang 2-1 dikandang Bali United. Sedangkan Barito Putera harus puas dengan skor imbang ketika meladeni tamunya Persija Jakarta.

Baik Djadjang Nurdjaman maupun Jaksen F. Tiago terlihat seperti belum ajeg dengan pola ini. Keduanya kedapatan melakukan transisi dari pola tiga bek ke empat bek di tengah pertandingan, masih ada yang belum berjalan sebab mereka masih belum bisa menampilkan starting terbaik. 

Meski begitu, ada hal positif terlepas dari hasil negatif yang didapat pada laga perdana yaitu kedua tim ini mempunyai potensi untuk terus mengandalkan pola tiga bek sepanjang musim ini.

Bajul Ijo -- julukan Persebaya -- dengan formula 3-4-3/kadang berkamuflase menjadi 3-4-1-2 ditengah pertandingan punya kans untuk terus mengandalkan formasi tersebut dalam mengarungi Liga 1 2019. Pun dengan Barito yang mengandalkan 3-5-2.

Pola Tiga Bek Secara Umum
Ada tim yang memang mengandalkan pola tiga bek sepanjang musim, ada pula yang melatih timnya dengan pola tersebut hanya untuk menghadapi lawan-lawan tertentu saja. 

Tak penting melihat posisi Djadjang Nurdjaman atau pun Jaksen Tiago berada di pihak mana. Pada dasarnya, pola tiga bek memang lebih efektif untuk melumpuhkan tim yang mengandalkan formasi 4-4-2.

Pasalnya dalam hitungan defense tiga bek, biasanya dua bek tengah berfungsi untuk menjaga dua striker lawan, sedangkan satu bek tengah sisanya bertugas untuk membaca bola hasil daripada duel salah satu dari dua rekannya tadi. Untuk mematikan posisi sayap, dua bek sayap bisa turun ke belakang artinya saat memeragakan transisi negatif (dari menyerang ke bertahan) pemain bertahan menjadi lebih banyak dengan jumlah lima pemain.

Dengan begitu, dibutuhkan kondisi fisik prima bagi pemain yang difungsikan sebagai bek sayap. Sebab WB (wing back) dalam posisi ini punya dua tupoksi yaitu harus selalu terlibat saat tim melakukan transisi positif (dari bertahan ke menyerang) dan transisi negatif.

Hal tersebut jadi dilematis tersendiri bagi para pelatih yang hendak menerapkan skema tiga bek. Sebab pada formasi 3-5-2 dibutuhkan dua bek sayap dengan stamina bagus. Berbeda dengan 3-4-3, bek sayap bisa berbagi tugas dan berkombinasi dengan penyerang sayap. Formula ini yang diandalkan Conte di Chelsea pada musim 2016/17. 

Victor Moses yang ditugaskan sebagai bek sayap kanan didampingi oleh Pedro Rodriguez, sedangkan di posisi seberang Marcos Alonso berkombinasi dengan Eden Hazard. Meski begitu, pola 3-4-3 juga punya konsekuensinya tersendiri. Gelandang menjadi sangat terbatas, dua gelandang mesti bekerja lebih ekstra untuk menyeimbangkan permainan.

Jika dibandingkan dengan formula 3-5-2, jelas 3-4-3 kalah di posisi sentral permainan andai tim tak punya gelandang dengan visi dan stamina bagus. Pun sebaliknya 3-5-2 butuh bek sayap dengan stamina dan penetrasi di atas rata-rata sebab Ia bekerja sendirian menyisir zona serangan dan zona pertahanan lewat sisi sayap. 

Selain peranan bek sayap, sebuah tim yang ingin menerapkan pola tiga bek mesti punya ball playing defend, contoh relevan dari pemain terbaik di posisi ini adalah Leonardo Bonucci.

Seperti kita ketahui bersama, selama ini pola tiga bek memang kerap dicap "identik dengan tim-tim yang mengagungkan permainan defense". Namun pelatih seperti Antonio Conte tidak memasang tiga bek hanya untuk bertahan saja, pelatih asal Bari tersebut terus mengembangkan formula tersebut.

Hal demikian yang membuat Jaksen F. Tiago bersama Barito Putera dan Djadjang Nurdjaman bersama Persebaya Surabaya dinilai berpotensi untuk terus mengembangkan pola tiga bek timnya. Sebab Jaksen telah bereksperimen sejak musim lalu, Ia kerap menguji pola tiga bek timnya pada Liga 1 2018. 

Pun dengan Coach Djanur -- sapaan akrab Djadjang Nurdjaman -- Ia kedapatan pernah menimba ilmu ke Italia saat menukangi Persib. Dimana Italia menjadi portofolio terbaik formasi tiga bek.

Persebaya Belum Full Team, Barito Butuh Waktu
Liga 1 yang dikenal dengan permainan terbuka itu cukup membuat pola tiga bek yang terlihat mempesona agak riskan dimainkan secara rutin. Itu kenapa para pelatih yang berkiprah di Indonesia jarang sekali mengandalkan pola tiga bek. Walaupun ada, mereka hanya menggunakan formasi tersebut dalam situasi-situasi tertentu.

Maka dari itu, apa yang dilakukan oleh Jaksen dan Djanur layak kita apresiasi. Sebab tak banyak pelatih yang mau mengambil risiko tersebut, terlebih hal tersebut dilakukan pada laga pembuka yang dikenal selalu sulit.

Pada laga melawan Bali United di Stadion Kapten Dipta Bali, Kamis (16/5), Djanur menurunkan Hansamu Yama, Rachmat Irianto, dan M Syaifudin untuk mengisi central tiga bek. Sedangkan Ruben Sanadi dan Abu Rizal diplot sebagai bek sayap. Ketiadaan Otavio Dutra jelas sangat terasa di lini belakang Bajul Ijo, tidak ada pemain yang mengatur tempo bahkan bertindak sebagai ball playing defend.

Disengaja atau tidak (berdasar intruksi pelatih/situasional), garis pertahanan tim Persebaya terlalu tinggi. Hansamu yang menggantikan peran Dutra kerap mengajak dua rekannya untuk mendekati garis tengah lapangan. Memang hal tersebut memiliki sisi positif dan negatifnya sendiri.

Disatu sisi, mereka bermain dengan tempo tinggi, lebih mendominasi permainan sebab ruang gerak pemain Serdadu Tridatu -- julukan Bali United -- jadi makin sempit, kemudian tim asuhan Teco Cugurra juga lebih banyak terperangkap offside akibat garis pertahanan tinggi yang diperagakan Hansamu cs.

Namun dilain pihak, di area serangan Persebaya juga tidak punya target man. Artinya tidak ada pemain yang bisa menyelesaikan dominasi/peluang bahkan sekadar pemantul, mereka hanya mengandalkan ball possession yang nir-efektif. Dan ketika hilang bola mereka terpukul oleh counter attack cepat yang diinisiasi Paulo Sergio dan Stefano Lilipaly secara bergantian.

Seperti yang terjadi pada gol pertama Spasojevic pada menit ke-15, dengan kondisi garis pertahanan yang masih tinggi. Stefano Lilipaly melakukan counter lewat sisi sayap kanan Persebaya sebelum akhirnya merangsek lebih jauh dan melepas umpan kepada Spaso.

Jika ditilik lebih mendalam, garis pertahanan tinggi cukup berisiko menghadapi fleksibelitas Lilipaly dan juga kecepatan Paulo Sergio dari lini kedua. Terlebih lagi Lilipaly tidak ditempatkan sejajar dengan Spaso -- artinya Bali mengandalkan trio penyerang bukan dua penyerang yang biasanya memudahkan pola tiga bek mematikan duet lini depan lawan -- dan pergerakan Lilipaly yang kerap melakukan transisi ke kiri dan ke kanan cukup membuat limbung tiga bek Persebaya.

Dalam beberapa momen ketika ditekan juga tiga bek Persebaya tidak dalam kondisi sejajar. Ketika tiga bek mulai tidak terkonsentrasi menjalankan konsep dasar defense inilah pola tiga bek akan berantakan. 

Seperti kita ketahui bersama, konsep dasar defense adalah mengerucut bukan membuka selebar-lebarnya, kadang satu dari tiga bek Persebaya terpancing terlalu jauh dari areanya oleh pergerakan Paulo Sergio atau pemain lawan lainnya.

Sepanjang babak pertama itu pula Djanur tidak menurunkan garis pertahanan meskipun timnya telah kemasukkan gol melalui kelemahan tersebut. Tiga bek Persebaya terus bermain dengan tempo tinggi beberapa meter dari garis tengah lapangan. 

Sebenarnya bisa saja Djanur memainkan deep-defending atau bertahan lebih dalam, namun probabilitas pertimbangannya cukup banyak. Ketiadaan pemain senior macam Dutra cukup riskan andai Djanur menurunkan garis pertahanannya.

Hingga akhirnya pola tiga bek hanya bertahan hingga menit ke-59 saja, sebab pelatih asal Majalengka ini menarik Abu Rizal Maulana dan memasukkan Manu Dzhalilov. Otomatis mereka bermain dengan empat bek, M. Syarifudin bergeser ke bek sayap kanan begitu juga Ruben Sanadi kembali ke posisi semula, dan bek tengah diisi oleh duet Hansamu-Irianto.

Perubahan skema tersebut sempat menghasilkan gol penyama kedudukan lewat tandukan M. Syaifuddin menit ke-31 namun tak berselang lama transisi dari tiga bek ke empat bek belum sepenuhnya bisa beradaptasi dengan pertandingan. Paulo Sergio berhasil mengecoh pemain bertahan lawan dengan tendangan akurat pada menit ke-49 dan mengubah skor menjadi 2-1.

Disisa babak kedua, Bali lebih mendominasi permainan. Artinya, ada penurunan drastis saat beralih ke empat bek meskipun Persebaya telah memainkan pemain andalannya Manu Dzhalilov. Tak heran jika pola tiga bek terasa lebih memiliki potensi ketimbang formasi empat bek. Djanur hanya perlu bersabar menunggu Dutra dan Amido Balde kembali ke starting.

Sedangkan persoalan yang menghimpit Barito juga hampir serupa, mereka belum sepenuhnya bisa tampil dengan kekuatan terbaik. Namun, Jaksen punya progress untuk mengandalkan formasi tiga bek ini. 

Hanya saja pada pertandingan melawan Persija (20/5) tadi malam, mereka harus melawan tim dengan formasi 4-3-3. Tentu saja ini membuat tiga bek yang diisi oleh Andri Ibo, Artur Vieira, Dandi Maulana terlihat tidak begitu skematik. Sama halnya dengan yang terjadi pada tiga bek Persebaya saat melawan Bali United.

Terlepas dari gol Marko Simic, organisasi pertahanan secara "konsep dasar bertahan" memang lebih baik ketimbang tim asuhan Djanur kala bermain di Bali. Namun persoalan terjadi saat tim menguasai bola dan melancarkan serangan, posisi Andri Ibo beberapa kali menjadi sorotan. 

Sebagai bek tengah posisinya sangat menggantung, pemain asal Papua ini selalu tertarik untuk terlibat dalam serangan namun ketika memasuki final third dirinya juga kebingungan hingga umpan yang dilesakan dari sektor kanan terbuang sia-sia. Dan hal demikian terjadi beberapa kali sampai akhirnya Ibo ditarik keluar pada menit ke-67 oleh Rony Beroperay, sontak formasi pun ikut berubah ke formasi empat bek.

Memang ketika berganti formasi ke empat bek sejajar kedua tim baik Persebaya maupun Barito bisa mencetak gol namun secara permainan intensitas menurun drastis. Artinya bukti empiris 90 menit tersebut bisa dijadikan penguat bahwa kedua tim punya potensi besar ketika memainkan pola tiga bek, hanya saja butuh waktu dan kesabaran untuk menanti kedua tim berkembang dengan pola tiga beknya itu.

Menakar Materi Pemain dan Strategi Lawan
Pola dasar 3-5-2 dan 3-4-3 bisa dengan fleksibel digunakan oleh kedua pelatih -- Djanur dan Jaksen -- kapanpun, sebab mereka punya materi pemain yang mumpuni untuk menopang dua formasi tersebut. 

Persebaya punya kedalaman skuad yang bagus khususnya di area pertahanan. Mereka punya bek tengah berkualitas seperti Hansamu Yama, Otavio Dutra, Rachmat Irianto, M. Syaifudin, dan Andri Muliadi. Sedangkan di posisi bek sayap tersedia Ruben Sanadi, Novan Sasongko, Abu Rizal Maulana, dan Koko Ari Araya.

Sedangkan Jaksen juga punya materi yang mencukupi untuk mengembangkan pola tiga bek. Artur Jesus Vieira, Lucas Silva, Rony Esar Feliks Beroperay, Nazar Nurzaidin, Dendi Maulana, Andri Ibo, Gavin Kwaan Adsit, Donny Monim, Yuswanto Aditya, Imanuel Rumbiak, dan Ahmad Mahrus Bachtiar memenuhi kuota pemain belakang Barito Putera.

Di lini tengah, daftar skuad lebih mewah lagi. Persebaya punya sederet bintang berpengalaman maupun wonderkid seperti Damian Lizio, Manuchekhr Dzhalilov, Nelson Alom, M. Hidayat, Misbakhus Solikin, Fandi Eko Utomo, Rendi Irwan, M. Kemaluddin, Zulfikar Ahmad, Oktafianus Fernando, dan Elisa Basna.

Sama halnya dengan Barito, Jaksen juga bisa dibuat pusing untuk memilih gelandang inti yang akan diandalkan timnya. Nama-nama berlabel Tim Nasional seperti Bayu Pradana, Evan Dimas Darmono, Prisca Womsiwor, Rizky Ripora, Paulo Sitanggang, hingga pemain wonderkid macam M. Rafi Syaharil, Ady Setiawan, Yakob Sayuri, Nazarul Fahmi, dan Mohd. Sandy Ferizal punya kualitas sepadan.

Agaknya kualitas area vital yakni pemain bertahan dan gelandang untuk menopang pola tiga bek ini membuat kedua tim punya kans untuk meneruskan musim ini dengan skema tersebut. Apalagi Djanur punya pemain fleksibel seperti Dzhalilov, Lizio, Oktafianus, Irfan Jaya, Osvaldo Haay, dan Prisca. Pun dengan Jaksen yang memiliki pemain yang bisa bermain di dua posisi atau lebih dalam diri Rizky Ripora, Gavin Kwaan Adsit, Samsul Arif, dan Andri Ibo.

Pertimbangan lain yang bisa membuat Jaksen dan Djanur lebih yakin memainkan pola tiga bek adalah banyaknya tim-tim Liga 1 2019 yang bermain dengan pola standar 4-4-2 atau mengandalkan dua penyerang di area depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun