Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Bisakah Pelita Bandung Raya Hidup Kembali?

18 April 2018   13:48 Diperbarui: 19 April 2018   09:57 6825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.pikiran-rakyat.com

Jika kita berusaha mencari informasi mengenai klub Pelita Bandung Raya di mesin pencarian google maka yang akan muncul adalah klub Madura United yang bermarkas di Pamekasan. Mengapa demikian? Karena PBR memang sudah tidak ada, kini klub-klub yang pernah berjaya di masa lalu itu hanya tinggal arsip sejarah.

Klub legendaris tanah air seperti Warna Agung, Pelita Jaya, Gelora Dewata, dan Bandung Raya telah punah ditelan zaman. Klub yang sebenarnya sangat berkontribusi dalam menelurkan pemain kelas A nasional. Ada yang menghilang karena merger, diambil alih oleh pihak klub lain, atau pindah kandang. Seperti yang dialami oleh dua klub perserikatan: Pelita Jaya FC dan Bandung Raya FC.

Dua klub ini sejatinya adalah musuh bebuyutan di zamannya. Jika Pelita punya Roger Milla dan Mario Kempes, Bandung Raya punya duet maut haus gol Dejan Gluscevic dan Peri Sandria. Artinya, baik Pelita dan Bandung Raya masuk ke dalam kategori tim besar di era 90-an. Dan setiap kali keduanya bertemu selalu menampilkan pertarungan yang sengit.

Nama Pelita sempat beberapa kali mengalami perubahan. Pada 1997, Pelita Mastrans (mencantumkan pemilik saham utama Masyarakat Transportasi, read). Kemudian dalam kurun waktu 14 tahun setelahnya Pelita mengalami tujuh kali pergantian nama: Pelita Bakrie, Pelita Solo, Pelita Krakatau Steel, Pelita Jaya Purwakarta, Pelita Jabar, Pelita Jaya Karawang, hingga Ari D Sutedi membeli seluruh saham Pelita Jaya dan mengubah klub menjadi Pelita Bandung Raya (PBR).

Pada dasarnya di tahun 2007, Bandung Raya sudah hidup kembali di level Liga Nusantara regional Jawa Barat. Namun di tahun 2012, pemilik 65% saham Bandung Raya berubah pikiran untuk mengembalikan Bandung Raya ke liga utama secara instan. Terlebih krisis keuangan Pelita Jaya seolah memberikan akses bagi Ari D Sutedi sebagai pemilik mayoritas saham Bandung Raya.

Dengan begitu, lahir kembali derby Bandung yang mempertemukan tim Persib dengan PBR. Pelatih asal Inggris bernama Simon McMenemy mendapat mandat untuk menukangi PBR di musim pertamanya. Bersama pemain senior macam Eka Ramdani, Tema Mursadat, Leonard Tupamahu, Erik Setiawan, Edi Kurnia, Edi Hafid, Nova Arianto, hingga Gaston Castano.

Namun di musim 2013/14, Simon tidak bisa berbuat banyak. PBR menempati zona play off degradasi, untung saja mereka memenangkan pertandingan play off tersebut dengan mengandaskan perlawanan tim Persikabo Bogor 2-1. Dengan demikian, manajemen PBR segera berbenah untuk musim baru.

Resmi per tanggal 11 Maret 2013, posisi Simon Mcmenemy sebagai pelatih kepala PBR digantikan oleh pelatih berpaspor Serbia, Daniel Darko Jankovic. Akan tetapi, penugasan Darko hanya bertahan seumur jagung. Ia dipecat setelah menangani tim selama enam bulan. Padahal, tim PBR mengalami progres yang bagus sejak ditangani Darko.

Masalah internal tim dan isu penunggakan gaji menjadi skenario utama putusnya hubungan PBR dengan Darko Jankovic. Tak berselang lama, pelatih baru resmi diperkenalkan ke publik sepak bola Bandung. Ia adalah Dejan Antonic. Diharapkan Dejan mampu membawa tim PBR berkembang sebagaimana mestinya, mengingat tim saat itu diisi oleh mayoritas pemain muda.

Dejan membawa staf kepelatihan dari negaranya, Darko Vergec sebagai tangan kanannya. Meski demikian tidak menutup akses untuk merekrut asisten pelatih lokal. Nova Arianto yang saat itu masih aktif bermain dipilihnya sebagai asisten pelatih tambahan bersama Peri Sandria sang legenda hidup Bandung Raya. Dimulailah petualangan mengesankan tim semenjana bernama PBR di Indonesian Super League musim 2014.

PBR Tim Semenjana yang Mengejutkan

Musim baru telah tiba, ISL 2014. Dejan masih dengan programnya membina pemain muda. Walaupun tidak menutup kemungkinan pemain senior macam Agus Indra Kurniawan, Tallaouhu Abdul Mushafry, Hermawan, dan Bambang Pamungkas sekalipun dimasukan kedalam tim.

Dejan bersama staf pelatih membuka seleksi bagi para pemain junior. Tersaring lah nama-nama seperti Rizky Pellu, Imam Fathurahman, Riyandi Angki, M. Arsyad, Wawan Febrianto, Dolly Gultom, Rahmad Hidayat, Ghozali Siregar, David Laly, dan lainnya. Untuk mengisi legiun asing yang saat itu masih dengan regulasi tiga pemain asing, Dejan turut serta membawa Denis Romanovs penjaga gawang yang berasal dari Latvia, kemudian Boban Nikolic bek senior berpaspor Serbia, dan terakhir Gaston Castano.

Di PBR edisi 2014 ini juga Dejan mengorbitkan kembali nama-nama yang telah pudar. Seperti Kim Kurniawan, Diaz Angga Putra, Wildansyah, hingga Yongki Ariwibowo. Dengan racikan pemain senior, junior, hingga asing. Dejan membuat tim PBR disegani lawan-lawannya. Kim Kurniawan dan kolega yang disebutkan satu per satu diatas menjadi tulang punggung tim ini.

PBR musim itu cukup trengginas. Rizky Pellu tak ubahnya pemain senior jempolan dalam memutus serangan lawan, Kim sebagai aktor passing terbaik yang dimiliki tim, David Laly dan Wawan Febriyanto sebagai pelari cepat, dan Bepe naluri golnya kembali stabil. Semua berkat sentuhan Dejan Antonic dan stafnya. Hingga perpaduan tersebut meloloskan mereka ke final four ISL 2014, mereka menjadi tim semifinalis bersama klub-klub besar seperti Persipura Jayapura, Arema Cronus, dan Persib Bandung.

Bisa dibilang Dejan datang sebagaimana Ferguson datang ke MU. Tidak berbicara gelar juara, namun berhasil membangun fondasi tim yang kuat dengan pemain muda. Jika United memiliki class of 92 berisi David Beckham, Ryan Giggs, Nicky Butt, Paul Scholes, dan Neville, sedangkan PBR memiliki class of 2014 yang beranggotakan Kim Kurniawan, Rizky Pellu, Wawan Febriyanto, David Laly. Sayang pemain tersebut harus dilepas ke klub lain akibat krisis finansial yang mengancam klub.

Andai saja PBR bertahan sedikit lama lagi. Bisa dipastikan class of 2014 itu memberikan gelar bagi tim berjuluk The Boys Are Back ini. Mengingat para alumnus Class of 2014 dan PBR seyogianya itu kini menjadi tumpuan di klub barunya. Seperti Kim Kurniawan di Persib, Rizky Pellu di PSM, Rahmad Hidayat di SFC (musim lalu), David Laly di Liga Malaysia bersama Felcra FC, Ghozali Siregar di Persib Bandung, Wawan Febriyanto di PS Tira.

Senjakala PBR di ISL 2015

Awal April 2015 muncul kabar tidak sedap di Pelita Bandung Raya. Chief Executive Officer (CEO) PBR dikabarkan mengundurkan diri. Mundurnya Marco Gracia Paulo dari jabatannya membuat stabilitas finansial tim ini terganggu. Hingga manajemen memutuskan untuk berpindah homebase ke Bekasi.

Isu tak sedap soal tunggakan gaji muncul kembali. Hal tersebut membuat manajemen mengambil keputusan untuk merger dengan tim Persipasi Bekasi sebuah tim yang juga mati suri di Bekasi. Sehingga tim pun berganti nama dengan mengganti Pelita menjadi Persipasi. Dan membuat PBR masih tetap bisa bertahan hidup di era industri sepakbola modern.

Hanya saja segala sesuatunya berubah drastis. Berubahnya homebase ke Bekasi membuat beberapa nilai sejarah hilang begitu saja. Sejarah panjang Bandung Raya seolah terhapus dengan merger ini. Semuanya begitu terasa rancu mendengar kata Persipasi Bekasi Bandung Raya. Ada dua nama kota sekaligus dalam satu klub.

Memang, secara geografis Bekasi layak dicantumkan. Namun berbicara sejarah, Bandung Raya tidak bisa dipinggirkan. Kemelut soal konflik penamaan klub di mata supporter soebex mania menjadi berlarut-larut. Tidak ada lagi Bandung Raya di Kota Bandung dan musnah sudah derby Bandung yang dirindukan bertahun-tahun oleh masyarakat sepak bola Bandung itu.

Derby yang mempertemukan PBR dengan Persib memang masih bisa diakses via derby Pasundan. Namun nilai historisnya seolah hilang. PBR saat itu bukan lagi PBR yang bermarkas di Si Jalak Harupat atau berlatih di Siliwangi. Setengah PBR dimilikki warga Bekasi, dan setengahnya lagi oleh warga Bandung. Namun, karena Bandung sudah memiliki Persib. Maka seolah-olah warga Bandung tidak berlarut-larut dalam sengketa klub PBR ini.

Dari sinilah senjakala tim PBR kian terlihat. Fanbase yang didapatnya di Kota Kembang mulai meninggalkan kecintaannya terhadap PBR yang di musim sebelumnya mampu membuat kejutan sebagai semifinalis. Kemudian di musim 2015, musim dimana mereka berpindah ke Bekasi diliputi pelbagai permasalahan. Terutama masalah finansial. Menjelang Liga musim baru dimulai, tersebar isu PBR bubar.

Ari D Sutedi sebagai pemilik klub akhirnya menyerah. Pada 10 Januari 2016, pemilik mayoritas saham PBR itu menjual klubnya ke Achsanul Qosassi dan kemudian nama PBR benar-benar hilang setelah tim ini berpindah homebase ke Stadion Bangkalan Madura.

Bisakah PBR Hidup Kembali?

Nafas Bandung Raya tidak lepas dari merger ke merger atau juga pindah homebase. Dengan cara itulah mereka bisa bertahan hidup sebagai klub kompetisi level atas. Bukan saja saat mereka merger dengan Pelita. Namun tradisi merger Bandung Raya sudah ada sejak kompetisi perserikatan berlangsung. Zaman di mana Peri Sandria mencetak rekor gol terbanyak sepanjang masa dengan 34 golnya dalam semusim liga.

Sejak 1994, Bandung Raya beredar di Liga Indonesia yang merupakan penggabungan kompetisi dari Galatama dan Perserikatan. Bersama pelatih Henk Wullems Bandung Raya menjadi klub yang disegani lawannya. Terbukti di musim 1995/96 mereka mampu mengangkat trofi juara Liga.

Kemudian di musim selanjutnya, Dejan Gluscevic dan kolega berhasil kembali menembus grand final namun sayang mereka kalah oleh Persebaya. Tidak hanya prestasi secara tim, Henk Wullem bersama Bandung Raya menelurkan pemain besar. Peri Sandria, Herry Kiswanto,Olinga Atangana, Dejan Gluscevic, Nuralim, Adjat Sudrajat, dan lainnya.

Dengan begitu prestasi individu pemain pun mengiringi perjalanan sukses Bandung Raya dimasanya. Jika prestasi individu Dejan Glusveic yang meraih golden boot musim 1995/96 menghasilkan gelar juara bagi Bandung Raya. Lain hal dengan Peri Sandria, Ia mencetak rekor gol sepanjang masa yang beberapa waktu lalu dipecahkan oleh Sylviano Comvalius.

Singkat cerita, setelah musim yang manis kas Bandung Raya mengalami defisit. Hal tersebut membuat mereka harus merger dengan Mastrans singkatan dari Masyarakat Transportasi. Dengan demikian klub berganti nama menjadi Mastrans Bandung Raya (MBR) demi bertahan hidup di sepakbola nasional level satu.

Sebuah ironi tersendiri. Klub dengan potensi besar harus bertahan hidup dengan cara seperti itu. Mengubah nama klub sampai menjadi klub musafir yang berganti-ganti homebase. PBR dan MBR adalah kesamaan. Kita seperti dibuat deja vu oleh hilangnya tim Bandung Raya di kasta tertinggi untuk kedua kalinya, baik MBR maupun PBR mati dengan cara serupa: krisis finansial.

Adapun perbedaannya hanya terletak di prestasi saja. Jika MBR meraih satu gelar Ligina dan sekali runner up Ligina, prestasi terbaik PBR adalah semifinalis Liga di ISL 2014. Meski begitu, PBR sedang dalam tahap berprogres menjadi tim kuat. Sayang, mereka hanya diberi nafas sebentar saja untuk mencicipi Liga Utama.

Fondasi yang diletakan oleh Dejan Antonic menjadi bukti jika PBR bertahan dengan formasi yang utuh bukan tidak mungkin mereka mampu mengulang kisah MBR. Penulis ingin berusaha mengajak pembaca berandai-andai. Bayangkan di Liga Satu PBR masih hidup. Dan Kim Kurniawan, Wawan Febriyanto, David Laly, Ilja Spasojevic, Dane Milovanovic, Rizky Pellu, Ghozali Siregar, Rahmad Hidayat, Hermawan, dan alumnus lain dari PBR berkembang di klubnya masing-masing.

Dan bayangkan mereka berada dalam satu tim. Betapa kuatnya PBR di Liga Satu. Namun pengandaian tersebut mengantarkan kita pada satu pertanyaan 

"Kapan PBR Hidup Kembali?"

Jawabannya sudah pasti tidak akan, karena percuma saja hidup jika untuk mati lagi. Lebih baik ruh Pelita dan Bandung Raya itu bersemayam di klub Madura United saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun