Mohon tunggu...
Gifa Indah Maulana
Gifa Indah Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Saya memiliki minat yang besar dalam bidang travelling, karena melalui kegiatan ini saya dapat mengeksplorasi tempat-tempat baru, mengenal budaya berbeda, serta memperluas wawasan dan pengalaman pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ren dan Li dalam Tradisi Konghucu: Studi Moralitas di Klenteng Poncowinatan Yogyakarta

12 Juni 2025   21:59 Diperbarui: 12 Juni 2025   21:59 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Altar utama Klenteng Poncowinatan: tiga dewa berjubah emas, tirai merah, bunga, dan ornamen Tionghoa yang sakral. (Credit foto: dok. penulis)

Yogyakarta dikenal sebagai kota yang menjunjung tinggi nilai toleransi dan keragaman budaya. Di antara bangunan-bangunan bersejarah yang mencerminkan keberagaman tersebut, terdapat Klenteng Poncowinatan didirikan pada tahun 1881 oleh komunitas Tionghoa yang bermukim di Yogyakarta. Nama "Fuk Ling Miau" berarti "Kuil Kebahagiaan Rohani," yang mencerminkan semangat spiritual yang dijunjung oleh pemeluknya. Klenteng ini berfungsi sebagai tempat ibadah bagi penganut Konghucu, Tao, dan Buddha Mahayana, serta menjadi pusat kegiatan budaya Tionghoa seperti perayaan Imlek, Cap Go Meh, dan sembahyang leluhur. Arsitektur klenteng sangat kental dengan gaya Tionghoa tradisional, ditandai oleh atap melengkung, patung naga, dan lampion merah. Altar utama didedikasikan untuk Dewa Bumi (Hok Tek Ceng Sin), diikuti oleh altar untuk leluhur dan dewa-dewa lain. Klenteng ini juga menjadi tempat perjumpaan lintas iman dan sering dikunjungi oleh warga non-Tionghoa, menunjukkan peran sosialnya yang inklusif.

Dalam rangka memperluas wawasan keagamaan dan pemahaman lintas budaya, kami mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, melakukan kunjungan ke Klenteng Tjen Ling Kiong. Kunjungan ini menjadi bagian dari pembelajaran langsung mengenai praktik keagamaan di luar Islam serta refleksi atas nilai-nilai universal yang terkandung dalam ajaran lain.

Dalam konteks ajaran Konfusianisme yang dianut oleh umat Khonghucu, dua konsep penting yang menjadi perhatian utama adalah Ren dan Li. Ren adalah nilai dasar berupa kasih sayang, kemanusiaan, dan kepedulian antarsesama yang menjadi inti dari relasi sosial dan etika hidup. Sementara itu, Li merujuk pada aturan moral, tata krama, kesopanan, dan ritual yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya maupun dengan leluhur. Keduanya tidak hanya menjadi pedoman moral individual, tetapi juga mencerminkan harmoni sosial dan keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kunjungan ini, kami berupaya menggali dan memahami bagaimana Ren dan Li dipraktikkan secara nyata dalam kehidupan umat Khonghucu di Yogyakarta, khususnya dalam lingkup aktivitas keagamaan di Klenteng Tjen Ling Kiong.

Altar utama Klenteng Poncowinatan: tirai merah, ukiran kayu, bunga, dan lentera merah ciptakan suasana sakral dan khusyuk. (Credit foto: dok. penulis)
Altar utama Klenteng Poncowinatan: tirai merah, ukiran kayu, bunga, dan lentera merah ciptakan suasana sakral dan khusyuk. (Credit foto: dok. penulis)

Implementasi Nilai Ren

Nilai Ren, yang berarti kasih sayang dan cinta kasih universal, sangat terasa dalam berbagai aktivitas dan suasana di klenteng. Ren dalam ajaran Konghucu mencerminkan kemampuan seseorang untuk berempati dan mengasihi sesamanya, dan hal ini terlihat dalam interaksi para pengurus dan jemaat. Mereka menyambut pengunjung dengan ramah, menyediakan makanan saat hari raya keagamaan, serta aktif dalam kegiatan sosial seperti pembagian sembako kepada warga kurang mampu di sekitar klenteng. Praktik penghormatan terhadap leluhur yang dilakukan dengan penuh hormat juga merupakan wujud dari Ren, yaitu penghargaan terhadap hubungan antarmanusia lintas generasi. Nilai ini tidak hanya dijalankan dalam lingkungan klenteng, tetapi juga diwujudkan dalam bentuk toleransi beragama, seperti mengundang tokoh-tokoh agama lain dalam perayaan besar. Semua ini menunjukkan bahwa Ren tidak hanya bersifat spiritual, tetapi juga nyata dalam relasi sosial.

Refleksi Filosofis: Ren sebagai Inti Moralitas

Dalam ajaran Konghucu, Ren merupakan inti dari lima kebajikan moral (Wu Chang): Ren (kasih sayang), Yi (keadilan), Li (kesopanan), Zhi (kebijaksanaan), dan Xin (ketulusan). Ren mendasari keseluruhan relasi sosial dalam filsafat Konfusianisme, seperti tercermin dalam konsep Wu Lun (lima relasi pokok): antara ayah dan anak, suami dan istri, kakak dan adik, sahabat, serta pemimpin dan rakyat. Di Klenteng Poncowinatan, nilai-nilai ini tidak hanya diajarkan secara doktrinal, tetapi juga ditanamkan melalui praktik keseharian seperti sikap saling menghormati, gotong royong, dan pelayanan sosial. Dengan demikian, Ren bukan sekadar konsep abstrak, tetapi menjadi landasan etika yang hidup dan berkembang.

Aktualisasi Ren dalam Empati Sosial

Nilai Ren juga menjadi fondasi empati sosial dalam konteks yang lebih luas. Dalam pemikiran filsuf-filsuf Tionghoa kontemporer seperti Chenyang Li dan Julia Po-Wah Lai, Ren berkaitan erat dengan kemampuan untuk "menempatkan diri pada posisi orang lain" (shu, ), yang mengarah pada tindakan sosial yang konkret. Di Klenteng Poncowinatan, hal ini tampak dalam kepedulian terhadap masyarakat sekitar, terutama pada masa pandemi dan pasca-bencana. Pengurus klenteng menunjukkan solidaritas sosial dengan berbagi kebutuhan pokok dan membantu warga lansia atau difabel. Sikap tersebut mencerminkan bagaimana nilai-nilai spiritual seperti Ren dapat diwujudkan dalam tindakan nyata yang relevan dengan kebutuhan zaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun