Mohon tunggu...
Giens
Giens Mohon Tunggu... Penulis - freelancer

I like reading, thinking, and writing.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jalan ke Surga dalam Paradoks Zeno

2 Mei 2016   18:52 Diperbarui: 2 Mei 2016   18:56 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Paradoks Zeno merupakan bahasan filosofis yang diyakini merupakan hasil pemikiran filsuf Yunani, yaitu Zeno dari Elea (490 – 430 SM). Awalnya paradoks Zeno dikenal dengan cerita tentang Achilles sang pahlawan Yunani yang akan berlomba adu cepat dengan seekorkura-kura. Kura-kura meminta start agak jauh di depan Achilles. Setelah Achilles menyetujuinya, kura-kura mengatakan bahwa dirinya pasti menang. Kura-kura itu mengatakan bahwa Achilles tidak mungkin melewatinya. 

Karena saat Achilles berlari sampai di tempat kura-kura start, si kura-kura sudah berpindah meski jarak keduanya makin dekat. Saat Achilles mengejar di posisi kura-kura itu lagi, si kura-kura sudah bergeser pula dari tempatnya semula. Begitu seterusnya. Dalam kisah itu Achilles akhirnya percaya pada kura-kura itu dan mengaku kalah. (sumber: platonicrealms.com)

Paradoks Zeno bertransformasi ke dalam berbagai budaya dan mengalami perkembangan dengan banyak variasi analogi. Salah satunya seperti deskripsi berikut. Misalkan kita akan berjalan menuju titik pada jarak 10 meter. Jika kita menempuh setengah jaraknya, maka masih ada jarak sisa sejauh setengah jarak semula (5 meter). Jika kita menempuh setengah lagi jarak sisanya itu, maka masih ada lagi sisa jarak sejauh setengah jarak sebelumnya (2,5 meter). Begitu seterusnya hingga kita tidak akan pernah sampai ke titik tersebut sampai kapanpun.

Bagaimana seandainya titik di kejauhan itu adalah metafora surga?

Jamak diketahui bahwa sejak konsepnya dikenal, surga menjadi tujuan hampir semua manusia di dunia. Manusia berusaha melakukan berbagai hal kebaikan sesuai keyakinannya untuk bisa mencapai titik tujuan yang disebut surga itu, nantinya. Jadi ada manusia di satu sisi, surga di sisi lain, dan ada jarak di antara keduanya. Jarak itu memang imajiner, tetapi yang dimaksud bukan kematian. Jika surga itu lurus di hadapan, maka perbuatan baik yang dilakukan akan membawanya melangkah ke depan. Sebaliknya, perbuatan buruk akan membawanya mundur menjauh.

Jika seseorang masih berjarak dari surga, maka secara paradoks Zeno orang itu tidak akan mungkin sampai ke surga. Selalu ada jarak sisa yang masih harus ditempuhnya untuk sampai di surga. Tidak ada jaminan orang itu akan sampai ke surga, sedekat apapun jarak yang tersisa. Karena pada jarak yang tersisa itu bertaburan ranjau-ranjau menuju neraka yang pasti akan terinjak jika jalan yang dipilihnya bukan "jalan yang lurus". Salah satu ranjau itu bernama "kesombongan".

Mestinya tidak ada manusia di dunia ini yang merasa lebih berhak atas surga dibandingkan manusia lain, bagaimanapun keadaannya. Sebaik dan sealim apapun seseorang, kesombongan yang disandangnya itu cukup untuk melemparkannya ke neraka. Jarak sedekat apapun ke surga masih mungkin menjerumuskan seseorang itu ke neraka. Proverb Britania mengatakan "there's many a slip twixt cup and lip".

Bagaimana dengan jalan ke neraka? Bisa saja paradox Zeno diterapkan di sana. Karena ada banyak cerita eksemplum tentang penjahat,  pendusta, maupun penzina yang akhirnya ditetapkan berhak atas surga-Nya. Karena vonis surga atau neraka memang bukan di tangan manusia, siapapun ia.

Dari sudut pandang lain, paradox Zeno dapat dimaknai sebagai anjuran untuk melakukan/beraksi nyata, bukan sekadar berpikir dan terus berpikir saja. Karena apa yang kita pikir tidak mungkin dilakukan, bisa jadi justru mungkin setelah benar-benar dipraktikkan. Mungkin itulah rahasia sukses para pengusaha, tidak kebanyakan berpikir dan memilih langsung terjun dalam bisnisnya.

–-

Catatan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun