Pada akhirnya kasus ini menghasilkan putusan kontras antara hukum dan pelanggaran yang terlihat saling tumpang tindih. Apa yang selama ini dipercaya sebagai hukum seolah ditegakkan dengan cara-cara yang melawan hukum, atau sebaliknya tindakan melawan hukum juga seakan-akan dijalankan dengan hukum itu sendiri.
Bagi keberlangsungan hidup, adanya keadilan merupakan dasar yang asasi bagi terciptanya kedamaian. Artinya, kedamaian tidak mungkin tercipta sebelum keadilan itu terbangun.
Sedangkan damai sendiri hendaknya tidak diartikan hanya sekedar ”aman” atau ”tidak adanya perang maupun perkelahian”, karena hal itu dapat menjadi kedok untuk memapankan tirani dan struktur sosial yang tidak adil. Jadi memperjuangkan tegaknya keadilan lebih diutamakan ketimbang sekedar mempertahankan situasi ”aman” atau ”tidak adanya perang maupun perkelahian”.
Bila melihat kaitanya dengan hukum, tentu tindakan kekerasan adalah tindakan yang melanggar hukum. Contoh kasus pengerusakan terhadap rumah ibadah hingga melukai pemuka agama yang pernah terjadi tentunya jelas melanggar hukum. Akan tetapi semua kejadian itu hanyalah bentuk kekerasan yang kasuistik.
Semua orang pasti memahami hal itu sebagai tindakan kekerasan. Lalu bagaimana dengan teror?, bisa dikatakan teror sebenarnya tidak memiliki dampak melukai secara langsung.
Teror juga tidak dapat dikatakan sebagai tindakan kekerasan dalam artinya yang sebenarnya seperti dalam kasus merusak dan melukai. Namun jika dibiarkan, teror dapat berlanjut kepada tindakan kekerasan serupa, atau justru bisa lebih parah lagi kepada pembunuhan atau pembantaian.
Pada dasarnya semua orang tidak menginginkan terjadinya kekerasan dalam bentuk apapun. Dalam kehidupan berbangsa seminim mungkin terjadinya kekerasan harus diredam agar keseimbangan terjaga dan jangan sampai mengancam identitas bangsa.
Terlepas dari kontroversi tindakan penegakan hukum atas kekerasan tentunya bisa membuahkan hikmah bagi seluruh kalangan masyarakat.
Bisa jadi poin pentingnya bukan pada tindakan yang terlanjur terjadi itu, namun lebih pada presepsi masyarakat tentang kekerasan yang lebih otentik, yang sebenarnya dapat dengan sendirinya mereduksi rasa takut atau keresahan, atau juga dapat mereduksi tindakan-tindakan kekerasan itu sendiri.