Mohon tunggu...
Ghulam Falach
Ghulam Falach Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar yang selalu ingin belajar untuk mensyukuri fungsi akal sehat

Salah satu praktisi di STTKD Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Apakah Kekerasan Sudah Menjadi Legal Kemanusiaan?

17 Juni 2020   09:00 Diperbarui: 18 Juni 2020   08:06 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi oleh Dimas Octa Baghaskara dikirim melalui whatsapp

The Time They are Changin” adalah judul lagu dari seorang musisi top bernama Bob Dylan untuk menggambarkan perubahan yang terjadi seiring perkembangan zaman. Apa yang sudah terjadi seiring bergantinya waktu ternyata adalah suatu hal yang mengerikan.

 Kita dihadapkan dengan Potret keadaan dimana kita seakan semakin tidak bisa menentukan batas-batas kemanusiaan, atau seolah batas-batas yang telah ditetapkan sejak dulu secara doktrinal semakin pudar seiring perkembangan zaman. 

Konsep-konsep etika seakan layak untuk direformulasi, dasar-dasar teologis pun semakin mungkin untuk ditafsirkan kembali, bahkan para penegak hukum harus berpikir dua kali tentang bentuk-bentuk konstitusi yang telah disepakati.

Tidak bisa dipungkiri ketika kita menganggap bahwa perkembangan kehidupan manusia sampai saat ini semakin menemukan jalan progresifitasnya. 

Teknologi berkembang karena semakin cerdasnya manusia mengatasi problematika hidupnya sendiri, bahkan kemalasan, pengangguran, dan kekerasan pun nampak memiliki landasan teoritis yang tak kalah intelektualnya. 

Manusia telah berkembang mulai dari tingkat kecerdasan hingga kesejahteraannya. Akan tetapi apakah kemajuan itu sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang semakin terjamin atau justru sebaliknya?

Konteks Hak Asasi Manusia (HAM) saat ini sebenarnya juga mengalami progresivitas yang juga tak kalah signifikan dengan tingkat kecerdasan dan kesejahteraan manusia. Peperangan dalam skup luas memang semakin menunjukan titik redamnya. 

Era kolonialisasi sudah tidak dirasakan lagi oleh hampir semua negara, akan tetapi apa yang dapat dikatakan sebagai “kekerasan tematik” masih menjalar ke akar-akar kehidupan masyarakat. 

Kekerasan politis” misalnya, masih mewarnai proses demokrasi. “Kekerasan sosial” mungkin sampai saat ini masih menunjukkan sifat represifnya setidaknya secara psikologis terhadap suku dan ras tertentu. Bahkan “kekerasan legal” juga tampak menjadi tontonan dalam menghambat proses penegakan hukum.

Abdurrofi Abdullah Azam, dalam “Kontroversi Tuntutan Penyerangan Novel Baswedan, Masihkah Percaya Keadilan?” (Kompasiana, 16 Juni 2020) melihat bahwa pada kasus tersebut secara tidak langsung menggambarkan akan adanya potensi ketidak percayaan pada keadilan. Awal kasus yang dimulai dengan bentuk kekerasan saat proses penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi yang tak lepas dari teror sampai tekanan fisik. 

Pada akhirnya kasus ini menghasilkan putusan kontras antara hukum dan pelanggaran yang terlihat saling tumpang tindih. Apa yang selama ini dipercaya sebagai hukum seolah ditegakkan dengan cara-cara yang melawan hukum, atau sebaliknya tindakan melawan hukum juga seakan-akan dijalankan dengan hukum itu sendiri.

Bagi keberlangsungan hidup, adanya keadilan merupakan dasar yang asasi bagi terciptanya kedamaian. Artinya, kedamaian tidak mungkin tercipta sebelum keadilan itu terbangun. 

Sedangkan damai sendiri hendaknya tidak diartikan hanya sekedar ”aman” atau ”tidak adanya perang maupun perkelahian”, karena hal itu dapat menjadi kedok untuk memapankan tirani dan struktur sosial yang tidak adil. Jadi memperjuangkan tegaknya keadilan lebih diutamakan ketimbang sekedar mempertahankan situasi ”aman” atau ”tidak adanya perang maupun perkelahian”.  

Bila melihat kaitanya dengan hukum, tentu tindakan kekerasan adalah tindakan yang melanggar hukum. Contoh kasus pengerusakan terhadap rumah ibadah hingga melukai pemuka agama yang pernah terjadi tentunya jelas melanggar hukum. Akan tetapi semua kejadian itu hanyalah bentuk kekerasan yang kasuistik. 

Semua orang pasti memahami hal itu sebagai tindakan kekerasan. Lalu bagaimana dengan teror?, bisa dikatakan teror sebenarnya tidak memiliki dampak melukai secara langsung. 

Teror juga tidak dapat dikatakan sebagai tindakan kekerasan dalam artinya yang sebenarnya seperti dalam kasus merusak dan melukai. Namun jika dibiarkan, teror dapat berlanjut kepada tindakan kekerasan serupa, atau justru bisa lebih parah lagi kepada pembunuhan atau pembantaian.

Pada dasarnya semua orang tidak menginginkan terjadinya kekerasan dalam bentuk apapun. Dalam kehidupan berbangsa seminim mungkin terjadinya kekerasan harus diredam agar keseimbangan terjaga dan jangan sampai mengancam identitas bangsa. 

Terlepas dari kontroversi tindakan penegakan hukum atas kekerasan tentunya bisa membuahkan hikmah bagi seluruh kalangan masyarakat. 

Bisa jadi poin pentingnya bukan pada tindakan yang terlanjur terjadi itu, namun lebih pada presepsi masyarakat tentang kekerasan yang lebih otentik, yang sebenarnya dapat dengan sendirinya mereduksi rasa takut atau keresahan, atau juga dapat mereduksi tindakan-tindakan kekerasan itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun