Akhir-akhir ini gaung Covid-19 hampir tak terdengar meskipun kewaspadaan adalah sebuah keniscayaan. Berbeda dengan saat awal berita tentang Covid-19 memenuhi seluruh media pemberitaan; cetak, audio visual bahkan cerita dari mulut ke mulut yang membuat khawatir untuk tertular. Ketika itu jangankan duduk berdekatan, mendengar berita bahwa orang yang kita kenal terpapar Covid-19 pun kita enggan untuk bertemu.
Semua kegiatan yang kita biasa kita lakukan secara langsung beralih menjadi pertemuan secara daring karena kebijakan social distancing. Memang tak ada yang dapat disalahkan terhadap munculnya rasa khawatir karena sejak 2020 WHO mengumumkan bahwa Covid-19 menjadi pandemi di seluruh dunia. Artinya, munculnya Covid-19 merupakan kondisi darurat global yang mempengaruhi seluruh tatanan kehidupan.
Tantangan semakin terasa ketika sudah memasuki era new normal beberapa sekolah perlahan lahan mulai menerapkan sistem pembelajaran tatap muka terbatas dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Tantangan yang dialami guru adalah learning lost.Â
Menurut The Education and Development Forum dalam Cerelia et al., (2021), learning lost adalah kondisi dimana siswa kehilangan pengetahuan dan keterampilan serta kemunduran akademik akibat kesenjangan yang berkepanjangan ataupun ketidakberlangsungan proses pendidikan.Â
Beberapa contoh learning lost yang dialami siswa antara lain terbatasnya interaksi antara guru dan siswa maupun antar sesama siswa, kurangnya konsentrasi siswa saat belajar, permasalahan waktu belajar, dan kurangnya pemahaman atau serapan materi yang diberikan. Selain itu, keberlangsungan PJJ membuat beberapa siswa kehilangan motivasi belajar. Banyak diantara mereka yang justru memilih untuk tidak masuk ke sekolah bahkan memilih untuk berhenti bersekolah.
Di sisi lain, banyak hal positif dalam dunia pendidikan yang dapat diambil dari wabah Covid-19. Antara lain yaitu pengenalan konsep Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau yang juga dikenal dengan Pembelajaran daring atau online dan penggunaan telepon genggam android sebagai sarana pembelajaran.Â
Guru dan siswa mulai terbiasa menggunakan pertemuan maya melalui berbagai aplikasi yang sangat menjamur. Guru dituntut untuk menghadirkan ruang kelas ke dunia maya serta menciptakan suasana yang tidak membosankan.
Suasana yang menyenangkan tersebut dapat dikreasikan supaya mampu mendorong siswa untuk memahami materi pelajaran dengan segala keterbatasan. Keterbatasan dalam proses pembelajaran dirasakan oleh guru khususnya yang kurang menguasai teknologi.Â
Kendala yang dirasakan oleh siswa seperti ketidakmampuan untuk mempelajari materi pelajaran secara optimal, keterbatasan alat dan bahan pembelajaran, ketersediaan kuota dan sinyal jaringan internet. Dampaknya dikenal dengan istilah learning loss.
Melihat kondisi Pendidikan di Indonesia juga akselerasi yang cepat dan disruptif diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Sehingga oleh Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim mencetuskan sebuah program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM).Â
Esensi dari program MBKM ini yaitu untuk meningkatkan soft skills dan hard skills agar lebih siap di masa depan. Kebijakan MBKM ini juga diharapkan dapat mewujudkan pembelajaran yang otonom, fleksibel, dan berkualitas sehingga dapat tercipta kultur belajar yang inovatif dan sesuai kebutuhan.