Mohon tunggu...
GheMax
GheMax Mohon Tunggu... SysAdmin

We Can Do What U Can't Do

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Belajar dari Negara Lain, Jangan Hentikan Program MBG

29 September 2025   17:45 Diperbarui: 29 September 2025   17:45 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak Sekolah sedang memakan MBG dengan ceria ( Source : Setpres)

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan pemerintah Indonesia memang belum lama berjalan. Baru beberapa bulan, program ini sudah dirasakan manfaatnya oleh jutaan anak sekolah di seluruh pelosok negeri. Namun, kasus keracunan makanan yang menimpa ribuan siswa dalam dua pekan terakhir menimbulkan kegelisahan dan kritik keras dari masyarakat.

Wajar bila publik bereaksi. Kesehatan anak adalah hal paling utama. Tetapi, pertanyaan pentingnya, apakah solusi terbaik adalah menghentikan program MBG?

Belajar dari Pengalaman China dan India

Kalau kita melihat pengalaman negara lain, kasus seperti ini bukanlah hal baru.

Di China, kasus keracunan makanan sekolah pernah mengguncang pada 2013 maupun 2025. Pemerintah setempat awalnya sempat menutup-nutupi, tapi pada akhirnya menindak tegas penyedia nakal dan memperketat regulasi. Program makan gratis tetap berjalan, dengan pengawasan yang makin ketat.

Di India, tragedi besar pada 2013 menewaskan 22 anak akibat makanan yang terkontaminasi pestisida. Bukannya menghentikan program, pemerintah India justru memperbaiki sistem dengan inspeksi dapur diperketat, masyarakat dilibatkan, dan regulasi distribusi ditingkatkan. Program makan siang gratis di India hingga kini menjadi salah satu yang terbesar di dunia, menjangkau 120 juta anak setiap hari.

Artinya, bahkan di negara dengan pengalaman panjang sekalipun, masalah di lapangan tetap bisa terjadi. Bedanya, mereka tidak menyerah. Justru menjadikan krisis sebagai momentum perbaikan.

Indonesia Masih Sangat Awal

Jika dibandingkan dengan China dan India yang programnya sudah berjalan puluhan tahun, Indonesia baru memulai. Ada perbedaan skala, ada perbedaan pengalaman, dan tentu saja ada tantangan besar di tahap awal. Maka wajar jika muncul masalah.

Yang tidak wajar adalah jika masalah ini dijadikan alasan untuk menghentikan program. Karena dengan begitu, manfaat besar yang sudah mulai dirasakan akan ikut hilang. Ribuan anak yang kini mendapat asupan gizi gratis akan kembali berisiko stunting, keluarga miskin kembali menanggung beban biaya makan, dan mimpi melahirkan generasi emas bisa semakin jauh.

Pemerintah Juga Sedang Berbenah

Di tengah sorotan publik, pemerintah tidak bisa tinggal diam. Saya melihat ada upaya perbaikan yang mulai dilakukan, baik melalui evaluasi dapur penyedia, pengetatan standar kebersihan, hingga koordinasi lintas lembaga.

Artinya, pemerintah juga menyadari bahwa program sebesar ini tidak boleh dibiarkan berjalan tanpa pengawasan yang lebih ketat. Memang, prosesnya tidak bisa instan. Butuh waktu, regulasi yang jelas, dan komitmen semua pihak termasuk sekolah, orang tua, hingga masyarakat untuk memastikan MBG benar-benar aman dan tepat sasaran.

Program Sudah Benar, Tinggal Disempurnakan

Program MBG adalah langkah maju yang patut diapresiasi. Pemerintah sudah mengambil keputusan strategis dengan mengalokasikan anggaran besar demi masa depan anak-anak Indonesia. Masalah kebersihan, distribusi, dan tata kelola memang nyata. Tetapi semua itu bukan alasan untuk berhenti, melainkan alasan untuk menyempurnakan.

Kita bisa belajar dari tegasnya China dalam penegakan hukum, dan dari terbukanya India dalam melibatkan masyarakat. Ditambah dengan komitmen pemerintah yang kini mulai berbenah, MBG punya peluang besar untuk menjadi program kebanggaan nasional.

Mari kita kawal bersama. Karena yang harus dihentikan adalah kelalaiannya, bukan programnya. Yang harus dibersihkan adalah sistemnya, bukan manfaatnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun