Data mengenai kasus pelecehan seksual di Indonesia menunjukkan angka yang sangat mengkhawatirkan. Komnas Perempuan mencatat sebanyak 4.178 kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2024, yang mencakup kekerasan seksual. Sumber dari SIMFONI PPA Kementerian PPPA melaporkan 6.918 kasus kekerasan dari bulan Januari hingga April 2025, di mana 5.950 kasus (86,01%) melibatkan perempuan sebagai korban. Selain itu, kekerasan berbasis gender online (KBGO) juga mengalami peningkatan, dengan 480 kasus tercatat pada triwulan I 2024, meningkat dari 118 kasus pada periode yang sama tahun sebelumnya (SAFEnet Indonesia).
Data tersebut menujukan bahwa pelecehan seksual terhadap wanita bukanlah hal yang asing lagi di telinga kita. Tapi apakah memang harus demikian?,apakah hal ini memang hal yang wajar saja terjadi di masyarakat?,atau ada yang salah dengan peradaban ini,dengan sosial kita?. Sering kali kita mendengarkan bahwa kala ada wanita yang di lecehkan dia akan di salahkan karna memancing nafsu laki-laki. Hal ini menciptakan perdebatan yang panjang di masyarakat bahwa jika terjadi peristiwa ini siapa yang di salahkan. Perdebatan mulai merambat di masyarakat terutama di platform digital yang membuat pedebatan ini semakin kompleks. Kaum feminisme yang terus membela korban bahkan mencapai stetmen seperti "perempuan berhak memakai apapun yang membuatnya nyaman",atau"plis normalisasi perempuan memakai pakaian seksi tanpan meng sexualisasinya". Stetmen-stetmen ini terus menyuarakan kebebasan berpakaian bagi perempuan di masyrakat.
Meskipun secara biologis laki-laki cenderung memiliki dorongan seksual yang lebih tinggi dibandingkan perempuan akibat pengaruh hormon testosteron, hal tersebut tidak dapat dijadikan justifikasi atas tindakan pelecehan seksual yang marak terjadi. Dorongan seksual, sebagaimana naluri dasar manusia lainnya, adalah sesuatu yang dapat dan seharusnya dikendalikan melalui akal, nilai moral, serta norma sosial. Dalam banyak kasus, pelecehan seksual bukan semata-mata lahir dari dorongan biologis, melainkan dari kegagalan individu dalam mengelola impuls seksual, dikombinasikan dengan penyimpangan perilaku seperti hiperseksualitas atau gangguan parafilia, serta diperkuat oleh konstruksi sosial yang patriarkal dan permisif terhadap dominasi laki-laki atas tubuh perempuan. Oleh karena itu, permasalahan pelecehan seksual sepatutnya dipahami bukan sekadar sebagai persoalan libido, melainkan sebagai persoalan kekuasaan, ketimpangan gender, dan kegagalan kolektif dalam membentuk budaya yang menjunjung tinggi martabat dan keselamatan setiap individu, tanpa terkecuali.
Fenomena ini meluas menjadi perdebatan besar antara kaum feminisme dan patriarki tentang siapa yang salah dari kejadian ini. Setiap sisi saling menyalahkan dan hal ini tanpa kita sadari tidak menyelesaikan fenomena ini tapi malah memperkeruhnya. Terus memperdebatkan siapa yang salah akan membuat kasus ini terus berlanjut dan yang paling di rugikan adalah perempuan sebagai korban sebaian besar kasus ini.. Dunia ini di ciptakan dengan fitrahnya masing-masing,laki-laki dengan nafsunya dan perempuan dengan keindahanya. Dari pada kita mempertanyakan siapa yang salah lebih kita menyepakati bagaiman yang benar dan seharusnya,akan jauh lebih bijak jika kita mengarahkan energi kita pada upaya saling menjaga dan membangun kesadaran kolektif. Perempuan tentu berhak atas kebebasan dan keselamatan tubuhnya, namun dalam masyarakat yang belum sepenuhnya aman, kesadaran untuk menjaga diri tetap penting sebagai bentuk perlindungan diri, bukan karena menyetujui logika menyalahkan korban. Di sisi lain, laki-laki juga memikul tanggung jawab moral yang besar untuk menjaga pandangan, mengendalikan hasrat, dan memanusiakan setiap individu tanpa menjadikannya objek pemuas nafsu. Jika masing-masing pihak mampu menempatkan diri dengan penuh hormat dan tanggung jawab, maka budaya saling menjaga bukanlah bentuk saling menyalahkan, melainkan jalan menuju ruang sosial yang lebih aman, bermartabat, dan adil bagi semua
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI