Mohon tunggu...
Ghaffar Ephraim Tamba
Ghaffar Ephraim Tamba Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

SISWA KELAS X

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Masalah Pinjol: Jebakan Masyarakat Indonesia

30 April 2024   15:51 Diperbarui: 30 April 2024   15:54 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Masyarakat Indonesia, terutana masyarakat kelas bawah memang merupakan bagian dari masyarakat yang paling gampang dimanfaatkan, dengan tingkat gizi dan edukasi yang rendah, serta prospek kehidupan yang cenderung tetap dalam kemiskinan. Dengan keadaan ini, terdapat beberapa oknum yang memanfaatkan masyarakat kelas bawah, menjebak mereka demi keuntungan diri sendiri. Salah satu jebakan yang sering digunakan adalah pinjaman online, atau sering disebut sebagai pinjol. Walaupun tidak semua pinjol merupakan kegiatan ilegal, namun pinjol yang legal pun merupakan bentuk pemanfaatan dari posisi masyarakat kelas bawah.

 Pinjol adalah pinjaman uang yang dilakukan secara online tanpa perlu menyertakan jaminan atau aset. Walaupun terlihat seperti sesuatu yang biasa saja, pinjol adalah salah satu kebiasaan yang tidak baik. Per 1 April 2024, jumlah utang pinjol di Jawa Barat saja mencapai Rp 16.5 trilliun. Jika jumlah uang tersebut dibagi rata kepada seluruh populasi di Jawa Barat (50 juta), maka setiap orang akan mendapat Rp 340.000. Dari sinilah masalahnya mulai muncul. 

 Kebanyakan pengguna pinjol adalah masyarakat kelas bawah, karena terkesan mudah dan praktis. Penggunaanya bervariasi, dari pembayaran UKT kuliah, membeli barang mewah untuk dipamerkan, hingga memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun biasanya, orang menggunakan pinjol tidak memiliki pendapatan gaji yang tetap, atau tidak mungkin bisa menyeimbangi jumlah uang yang dipinjamnya. Ini menyebabkan banyak dari pengguna pinjol tidak mampu membayar kembali utang yang ditagih. 

 Terdapat berbagai alasan mengapa pinjol berkembang dengan sangat cepat. Salah satu alasannya adalah pinjol sangat praktis dan mudah terjangkau, apalagi dibandingkan dengan lembaga keuangan yang proses pendaftaran nya tidak mudah. Terlebih dari itu, iklan dan promosi pinjol membuatnya terlihat sangat ramah, meningkatkan ketertarikan calon pengguna untuk menggunakan pinjol tersebut. Orang juga mudah terjebak dalam pinjol karena kurang mampu berpikir dalam jangka panjang, sehingga tidak memikirkan konsekuensi dan utang yang harus dibayar ke depannya lagi.

 Lebih parah lagi adalah munculnya berbagai pinjol ilegal yang belum terdaftar di OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Pinjol ilegal jauh lebih berbahaya dibandingkan pinjol legal karena ditagihnya bunga pinjaman dengan jumlah yang tidka wajar. Salah satu contohnya adalah kasus pada 23 September 2023, di mana korban yang awalnya melakukan pinjol Rp 9 juta, lama-lama menumpuk bunga pinjaman sampai utang akhirnya mencapai Rp 19 juta. Dalam penagihan utang dari pinjol ilegal, debt collector juga bisa menggunakan cara yang jauh lebih memaksa dibandingkan dengan pinjol legal.

 Akibat dari kecanduan pinjol ini adalah masyarakat kelas bawah yang secara terus-menerus terjebak dalam pinjol. Utang yang dimiliki akan terus bertambah, sedangkan tabungan yang seharusnya bisa digunakan untuk hal yang lebih produktif malah digunakan untuk melunasi utang tersebut. Apalagi jika pinjol yang digunakan adalah pinjol ilegal. Terdapat risiko ancaman dari debt collector, yang bisa berakhir dengan kekerasan. Masa tenor yang diberikan juga cenderung lebih singkat, sehingga pelunasan utang terlambat, dan harus membayar denda keterlambatan. Dan karena pinjol yang digunakan ilegal, maka pengguna tidak akan mendapatkan perlindungan dari OJK.

 Pencegahan dari masalah pinjol yang paling penting adalah edukasi kepada masyarakat, terutama dalam bidang financial literacy, atau literasi keuangan. Dengan memanfaatkan sosial media, seminar, atau saluarn TV, pemerintah dapat mengajarkan masyarakat (terutama masyarakat kelas bawah) tentang bagaimana cara melakukan perencanaan keunagan, kewaspadaan terhadap kegiatan keuangan ilegal, dan cara terhubung/terdaftar pada lembaga bank. Terlebih dari itu perlu adanya penegakan hukum yang lebih ketat mengenai pinjaman online ilegal, serta pengetatan regulasi pinjaman online, untuk meminimalisir terjadinya pemanfaatan pengguna pinjol. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun