Mohon tunggu...
Ges Saleh
Ges Saleh Mohon Tunggu... Buruh - Menulis supaya tetap waras

Bercerita untuk menasihati diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Sahabat

16 September 2020   16:52 Diperbarui: 6 Oktober 2020   09:12 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam itu Margio tidak datang untuk mabuk bersama. Sang kepala desa menyampaikan keluhan warga yang ditujukan pada Slamet. Ia meminta Slamet untuk tidak lagi membuat keonaran di desa. Slamet geram, tamunya diusir begitu saja.

Slamet masuk kembali ke kamarnya yang berbau apak. Entah sudah berapa lama cahaya matahari tidak dibiarkan masuk ke kamar itu. Slamet menatap cermin kusam yang menempel dengan meja. Ia melihat sebuah wajah tirus dan mulai layu. Rambutnya memutih sempurna, dibiarkan tak teratur seperti seekor singa tua. 

“Margio, Margio. Kau begitu tekun dalam bersandiwara. Aku tahu, dalam hatimu rindu menjadi Margio yang dulu. Margio yang bebas menjadi diri sendiri. Margio yang bisa mabuk setiap malam tanpa perlu risau omongan orang. Ya, Margio, kini kau punya citra dan wibawa yang harus dijaga. Dan aku tidak keberatan mengikuti permainanmu, kawan. Kalau saatnya tiba, kau pasti akan kembali seperti dulu,” kata seseorang di balik cermin.

***
Area pemakaman dipenuhi orang-orang berpakaian putih. Mereka sedang mengantar kepala desa yang mereka cintai ke peristirahatan terakhirnya. Margio meninggal dengan tenang dalam tidurnya, tepat di tahun ke delapan masa kepemimpinannya.

Gerimis kecil mengawani para pelayat yang meninggalkan makam Margio. Tanah merah membumbung tempat Margio dibaringkan, dipenuhi bunga. Tercium aroma harum di sana. Harum yang bukan berasal dari bunga-bunga atau air mawar yang disiram di atas pusaranya. Suatu aroma lain yang tidak terjelaskan.

Sesosok lelaki tua dengan pakaian lusuh mendekati makam Margio. Lelaki tua itu adalah sahabat lama pemilik makam, Slamet. “Akhirnya, Sahabatku, kau sudah bebas,” bisik Slamet di papan yang bertuliskan nama Margio. 

Ada kebahagiaan tersirat di wajahnya. “Kau sudah tidak perlu berpura-pura lagi menjadi orang yang bukan dirimu. Kita memang belum sempat mabuk-mabukan lagi saat masih hidup. Tapi tenang, kita akan berkumpul lagi di neraka dan menikmati kebersamaan seperti dulu di sana.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun