Mohon tunggu...
Ges Saleh
Ges Saleh Mohon Tunggu... Buruh - Menulis supaya tetap waras

Bercerita untuk menasihati diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Tumbal

6 September 2020   20:30 Diperbarui: 11 September 2020   21:09 964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjelang sore, azan Ashar belum lagi berkumandang. Tidak seperti biasa, Pius sudah pulang. Sedan hitamnya terparkir tidak rapih di depan rumah. Seorang wanita keluar dari dalam rumah. Ia tampak antusias. Jarang-jarang suaminya pulang selagi matahari masih menggantung di langit.

Pius tidak segera keluar dari mobil. Baru saja sang istri bermaksud menghampiri, Pius keluar. Tampang pria itu kusut. Selembar kain jarik membebat dada pria itu. Ada sesuatu yang bergerak-gerak di dalamnya. Sesosok bayi.

Sang istri seketika teringat sinetron keluarga yang setiap hari ditontonnya. Apa yang terjadi sekarang, sama persis dengan salah satu episodenya. Tentang suami yang membawa pulang anak hasil perselingkuhannya lantaran istri sahnya tak mampu memberikan keturunan.

“Anak siapa ini, Mas?” tanya sang istri dengan ekspresi cemas bercampur marah. Ia khawatir yang selama ini ditakutkannya menjadi kenyataan. Saat ketika suaminya menyerah untuk setia.

“Tidak tahu,” jawab Pius datar. Ia melewati istrinya begitu saja.
“Bagaimana kamu bisa tidak tahu? Jawab yang jujur!” bentak sang istri dari balik punggung Pius.

Pius duduk di sofa, melepaskan belitan jarik dari tubuhnya. Bayi mungil yang sejak tadi dalam dekapannya diletakkan di sebelahnya dengan hati-hati. Bayi itu masih tidur. Sesekali mulutnya dimonyong-monyongkan, mencari susu. Pius dengan cekatan menyumpal bayi tampan itu dengan botol yang ia bawa bersama si bayi.

“Mas, jawab! Ini anakmu?” tanya sang istri.
“Atasanku yang memberikannya. Aku cuma ditugasi untuk merawatnya sampai hari Sabtu,” jawab Pius, masih tanpa semangat.

“Anaknya?”
“Bukan.”
“Lalu anak siapa?”
“Tidak tahu.”
“Kenapa dititipkan ke kamu, Mas?”
Pius menghela nafas. Lehernya dipatahkan sampai wajahnya menghadap langit-langit dengan sempurna.
“Mungkin lebih baik kamu tidak tahu.”

Sang istri tertawa getir. “Suamiku tiba-tiba pulang membawa bayi, dan aku tidak perlu tahu? Yang benar saja. Jelaskan, Mas, siapa anak ini?"

“Aku takut kamu kecewa.”
“Ini anakmu, kan?”
Pius menyeringai. “Ada hal yang jauh lebih mengerikan dibanding kalau bayi ini adalah anakku.”
“Apa? Kamu terlalu banyak membuat teka-teki, Mas. Tidak bisa kah kamu cerita saja?”paksa sang istri.
“Baik. Aku akan ceritakan semua. Kuharap kamu sudah siap mendengarnya.”
“Coba saja.”

“Kamu tahu kan soal proyek pembangunan jalan layang yang sedang kukerjakan,” tanya Pius yang dijawab dengan anggukan oleh istrinya. “Proyek itu sudah hampir dua minggu mandek, tidak ada kemajuan sama sekali. Ada saja hal yang terjadi. Ya, mesin tiba-tiba rusak, pekerja yang kecelakaan di lokasi proyek, macam-macam. Kata para pekerja, ini adalah ulah mahkluk penunggu lokasi proyek. Aku awalnya tidak percaya hal semacam itu, tapi tidak ada penjelasan lain selain setan yang jadi penyebabnya.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun