Mohon tunggu...
gerry setiawan
gerry setiawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

aktivis jaringan epistoholik jakarta (JEJAK) Editor Buku "Internasionalisasi Isu Papua, Aktor, Modus, Motiv" Penerbit: Antara Publishing (2014)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Andai Pemerintah Baca Kompasiana, Kantor Perwakilan OPM di Oxford Bisa Digagalkan

8 Mei 2013   13:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:54 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1367995793761329131

[caption id="attachment_242328" align="aligncenter" width="506" caption="Kompasiana 18 April 2013"][/caption] 10 Hari sebelum peresmian Kantor Perwakilan OPM di Inggris oleh Walikota Oxford Muhammaed Abbasi, Kompasiana sudah menginformasikannya secara gambang. Bahkan lengkap dengan alamat dan harga bangunan kantor itu.Informasi itubisa saya pastikan hanya ada di Kompasiana. Tak satupun media mainstream yang memuat informasi teramat penting itu. Informasi itu ditulis Viktor Krenak, Kompasianer dari Papua. Apa yang diinformasikan Viktor berdasarkan “tranding topic” obrolan di kalangan mereka(para pemuda Papua) terkait rumah baru yangdimilki Benny Wenda di Oxford, Inggris. http://luar-negeri.kompasiana.com/2013/04/18/mimpi-seorang-pemuda-papua-membeli-rumah-di-kawasan-elit-london--552294.html Hal itu memang wajar dan alami, karena hampir semua kegiatan Benny Wenda di luar negeri selalu di-share ke media sosial dan dapat diikuti oleh sebagian besar generasi muda Papua yang saat ini rata-rata sudah pada melek IT. Kalau saja di setiap kementerian khususnya Kemenkominfo punya biro khusus yang ‘setia’ memantau lalu lintas informasi dari media-media sosial (termasuk Kompasiana), barangkali pembukaan Kantor Perwakilan OPM di Oxford bisa digagalkan. Karena informasi yang dipublish di Kompasiana itu bisa menjadi masukan penting bagi institusi terkait untuk mengecek kebenarannya di lapangan. Toh Pemerintah punya perpanjangan tangan di London (KBRI). Jika ternyata informasi pembukaan kantor perwakilan OPM itu akurat, Pemerintah bisa menggunakan mekanisme yang ada (G to G) untuk mencegahnya. Dan ternyata benar. Baru setelah itu, hampir semua lini yang berkepentingan dengan kasus tersebut seperti kebakaran jenggot. Dubes, Menlu, hingga Presiden. Demikian juga politisi di DPR RI dan tokoh-tokoh parpol. Semuanya hanya bisa berperan sebagai “petugas pemadam kebakaran”. Saya coba mengutip beberapa informasi penting yang ditulis Viktor Krenak : Mau tahu berapa harga rumah itu? Tidak disebutkan dalam situs mereka. Karena penasaran, saya dan kawan-kawan coba mencarinya di beberapa situs iklan rumah di Oxford, Inggris. Eh…ternyata ada di situs www.zoopla.co.uk. Dan….sungguh mengejutkan, rumah-rumah yang berada di kawasan Princes Street, Oxford OX4 itu harganya mencapai £300 ribu. Kalau dirupiahkan dengan kurs beli per hari ini ( 1 British Pound = Rp 14.697) berarti sekitar 4,4 miliar rupiah lebih. Wow!!! Kalau di Papua, untuk dapat uang sebanyak itu, kami harus jual pohon sagu berapa kebon? Dengan pikiran sederhana, kami coba bertanya-tanya dari mana Benny dan kawan-kawan bisa dapat uang sebanyak itu? Apakah dari hasil hasil jalan-jalan Benny Wenda selama dua bulan lalu? Bisa dibayangkan, hidup di negara maju di Eropa, apalagi di Oxford, tanpa pekerjaan yang jelas, bagaimana bisa makan? Apalagi Benny juga bawa isteri dan 6 (enam) orang anak ke sana. Juga ada teman-temannya sesama aktivis yang numpang hidup di Oxford selama bertahun-tahun. Apakah semuanya dari bantuan Pemerintah Inggris? Kalau benar bagitu, wah, lama-lama warga Oxford bisa mengomel juga to?. Dan pada tiga paragraf terakhir, Viktor menulis : Cara baru yang ditempuh Benny saat ini adalah akan menjadikan rumah yang baru dibelinya itu sebagai media untuk mendatangkan uang lebih banyak lagi. Yakni, jadi tempat diskusi, seminar, konferensi pers serta tempat menerima sumbangan dari berbagai pihak yang mempercayai isu Papua yang mereka ‘jual’. Rumah baru itu rencananya akan diresmikan minggu depan tgl 28 April 2013. Tak tanggung-tanggung, walikota Oxford Andrew Smith sudah mereka undang untuk meresmikannya. Dari tanah air, kita hanya bisa mengucapkan selamat kepada Benny Wenda dan kelompoknya atas rumah baru mereka. Karena toh, Pemerintah kita sudah tak kuasa lagi untuk menangkap Benny cs, lantaran red notice Benny Wenda di Interpol telah dihapus, tentunya dengan campur tangan Inggris. Karena bagi Inggris, Benny adalah “asset” sekaligus alat untuk mewujudkan kepentingan ekonomi dan politik Inggris di Indonesia. Pentingnya Media Sosial Kini, Benny Wenda baru saja membuat Pemerintah kita dan para wakil rakyat dan tokoh-tokoh parpol gerah. Lalu, kita menyalahkan Pemerintah Inggris dengan argumen ini-itu. Padahal kesalahan awal kita adalah kurang respek terhadap kehadiran media sosial sebagai alat komunikasi paling populer, bahkan telah mengalahkan media-media mainstream. Viktor Krenak telah memenuhi harapan pendiri Kompasiana, Pepih Nugraha: Menulis dengan niat berbagi, mengkritik yang konstruktif demi perbaikan sistem atau kenerja dengan menyertakan data-data (referensi) kuat serta akurat, menulis untuk menghibur dan mencerahkan pembaca. “Saya pribadi selaku orang yang pernah melahirkan dan mengurus Kompasiana sejak awal, ingin menjadikan Kompasiana sebagai media sosial bermanfaat, berwibawa, dan jauh dari kesan media sosial abal-abal yang penuh penistaan, caci-maki, hasutan, dan pencemaran nama baik seseorang atau lembaga.” Tulis Pepih Nugraha dalam salah satu artikelnya di Kompasiana. http://media.kompasiana.com/new-media/2013/01/29/kompasiana-bakal-dimoderasi-kembali-523771.html Semoga kasus Benny Wenda dan kantor perwakilan OPM di Oxford yang selama sepekan ini mewarnai “pertarungan” predikat HL di Kompasiana, menjadi pembelajaran buat kita semua lebih-lebih aparat Pemerintah untuk lebih menghargai kehadiran media sosial dengan merespon secara baik informasi-informasi yang disajikannya. Semoga***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun