Turnamen bulutangkis Indonesia Open tahun 2018 berakhir manis bagi tiga negara. Pebulutangkis dari Indonesia, Jepang dan Taiwan sukses menjadi kampiun di ajang yang berstatus Super 1000 alias yang paling prestisius dalam Badminton World Federation (BWF) World Tour ini. Indonesia dan Jepang merebut masing-masing dua gelar sedangkan Taiwan membawa pulang satu gelar.
Dua titel juara bagi Indonesia didapat dari nomor ganda campuran dan ganda putra. Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir memuncaki podium setelah mengandaskan perlawanan Chan Peng Soon/Goh Liu Ying dari Malaysia dengan skor 21-17 21-8. Sedangkan Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo memenangi final dengan skor 21-13 21-16 atas Takuto Inoue/Yuki Kaneko dari Jepang.
Pencapaian dua gelar jawara bagi Indonesia di turnamen yang berhadiah total USD 1.250.000 ini menjadi rekor tersendiri. Ini adalah untuk pertama kalinya Indonesia mampu menjuarai lebih dari satu nomor dalam satu edisi Indonesia Open sejak terakhir kali melakukannya pada tahun 2008. Saat itu, Sony Dwi Kuncoro dan Vita Marissa/Liliyana Natsir naik podium juara satu.
Bulutangkis sedang berada dalam jadwal yang sangat padat di bulan Juli-Agustus ini. Dalam dua minggu kedepan, BWF World Tour akan berlanjut di Thailand dan Singapura. Kejuaraan Dunia di Nanjing, Tiongkok akan digelar pada akhir bulan Juli dan kemudian disusul oleh Asian Games di Jakarta-Palembang pada pertengahan bulan Agustus.
Asian Games mendapat perhatian yang paling serius karena pebulutangkis Indonesia bakal tampil di rumah sendiri. Selain itu, ajang ini hanya digelar setiap empat tahun sekali sehingga semua pebulutangkis tidak mau kehilangan kesempatan untuk berjuang habis-habisan dan meraih medali bagi negaranya.
Pertama, para pemain yang menjadi tumpuan bisa tampil maksimal
Dalam konferensi pers sebelum Indonesia Open dimulai, Susi Susanti selaku Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PBSI menegaskan bahwa Indonesia cukup realistis dengan menargetkan raihan satu gelar juara saja.Â
Hal itu dengan pertimbangan bahwa kekuatan bulutangkis dunia saat ini sudah sangat merata. Apalagi kini banyak muncul kuda hitam dari negara-negara yang dulunya bukan jagoan di olahraga tepok bulu ini.
Meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan nama atlet tertentu, namun publik sudah sangat tahu bahwa Indonesia bertumpu pada nomor ganda campuran dan ganda putra di turnamen yang berlangsung sejak tahun 1982 tersebut. Owi/Butet yang merupakan juara dunia tahun 2017 dan Kevin/Marcus yang berperingkat nomor satu dunia adalah sang andalan.
Menjadi atlet yang diandalkan meraih prestasi karena diyakini punya kemampuan yang melebihi para atlet lainnya bukanlah hal yang mudah. Posisi itu seringkali justru menambah tekanan bagi mereka. Ada ekspektasi dari lingkungan sekitar yang harus dipenuhi bila tidak mau disebut gagal.
Terlebih lagi, para andalan ini bermain di Istora yang selalu penuh penonton sejak hari pertama hingga partai final. Pendukung Indonesia yang dikenal sangat loyal dan vocal dalam menyokong atletnya ini bisa jadi bumerang bagi atlet.Â
Keinginan untuk tidak mengecewakan pendukung kadang berbalik menjadi jebakan psikologis berupa rasa nervous.
Owi/Butet yang akan kembali naik ke peringkat satu dunia minggu depan ini tampil trengginas dengan mengandaskan lawan-lawannya. Zhang Nan/Li Yunhui dari Tiongkok di perempat final dan Chan Peng Soon/Goh Liu Ying di final yang diprediksi bakal jadi lawan yang sulit dikalahkan pun dibuat tak berkutik.Â
Demikian juga saat mereka melawan pemain yang usianya lebih muda seperti Hafiz Faisal/Gloria Emanuelle Widjaja (Indonesia) di semifinal dan Yugo Kobayashi/Misaki Matsutomo (Jepang) di babak kedua.
Berbeda dengan Owi/Butet, pasangan ganda putra Kevin/Marcus beberapa kali berada dalam tekanan dan seolah hampir tersingkir dari turnamen. Di babak perempat final, Kevin/Marcus kehilangan set pertama dan tertinggal 6-11 dari Mads Conrad Petersen/Mads Pieler Kolding asal Denmark di interval set kedua. Untungnya mereka tetap tenang dan segera keluar dari tekanan tersebut hingga berhasil merebut set kedua 22-20 dan set ketiga 21-18.
Modal dari Indonesia Open ini sangat berharga karena mereka berempat sudah pasti didapuk sebagai atlet yang digadang-gadang paling mampu mengumandangkan Indonesia Raya dan mengibarkan Merah Putih bulan depan.
Kedua, Owi/Butet mematahkan mitos tidak bisa juara Indonesia Open di Istora Senayan
Sudah jadi pembahasan umum bahwa ada mitos yang menyelimuti kiprah Owi/Butet sebagai pasangan ganda campuran terbaik Indonesia. Mereka mampu menjadi jawara di berbagai tempat di dunia termasuk dua kali juara dunia dan satu kali juara Olimpiade. Namun mereka tidak pernah bisa naik podium tertinggi di Indonesia Open yang digelar di Istora Senayan.
Tahun lalu, Owi/Butet memang akhirnya mampu menggondol gelar Indonesia Open untuk pertama kalinya. Namun lokasi penyelenggaraan turnamen saat itu dipindah ke Jakarta Convention Center (JCC) karena Istora Senayan sedang direnovasi untuk Asian Games. Maka mitos pun belum bisa dipatahkan tahun lalu.
Meskipun mereka tidak sepenuhnya yakin pada mitos itu, namun tentu ada sedikit pengaruh pada psikologi mereka. Dalam wawancara dengan media nasional, Butet mengakui bahwa ia punya rasa penasaran kenapa dirinya dan Owi belum mampu menjuarai Indonesia Open di Istora Senayan.Â
Rasa penasaran itu kadang mengganggu pikiran karena Owi/Butet ingin memberikan hadiah kemenangan yang indah juga bagi para fans yang telah setia mendukung mereka selama ini.
Berakhirnya rasa penasaran Owi/Butet pada Istora Senayan diharapkan berpengaruh positif pada ajang Asian Games yang bakal dipentaskan di lokasi yang sama. Owi/Butet pernah mengecap manisnya medali emas di ajang multicabang yang digelar di Istora Senayan saat SEA Games 2011 lalu. Semoga saja podium tertinggi di gedung bersejarah ini akan kembali dipijaki Owi/Butet bulan depan.
Ketiga, peningkatan penampilan dari para pemain pelapis
Minggu lalu, PBSI sudah mengumumkan nama-nama pemain yang dipercaya untuk turun di nomor beregu dan nomor perseorangan pada cabang bulutangkis di Asian Games nanti. Indonesia akan diperkuat oleh masing-masing dua pemain/pasangan di setiap nomor perseorangan.
Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto disiapkan mendampingi Kevin/Marcus di ganda putra sedangkan Ricky Karanda Suwardi/Debby Susanto akan berjuang bersama Owi/Butet di ganda campuran. Meskipun bukan andalan utama, namun keduanya diharapkan bisa turut mempersembahkan prestasi.Â
Ada juga ekspektasi agar mereka mampu membantu 'membukakan jalan juara' bagi  Owi/Butet dan Kevin/Marcus dengan menumbangkan para unggulan dari negara lain.
Minggu ini di Istora Senayan, Fajar/Rian dan Ricky/Debby membuktikan bahwa mereka layak diberi kesempatan emas untuk memperkuat Indonesia di Asian Games. Penampilan mereka di Indonesia Open 2018 ini sangat baik dan bahkan melampaui prediksi banyak orang. Pujian pun datang dari pelatih dan pengurus PBSI.
Di babak pertama, mereka mengalahkan Takeshi Kamura/Keigo Sonoda, unggulan keenam dari Jepang. Kemudian di babak perempat final, mereka menyingkirkan Liu Cheng/Zhang Nan yang berstatus sebagai juara dunia 2017. Mereka baru kalah di babak semifinal dari Kevin/Marcus.
Lain cerita bagi Ricky/Debby yang baru mulai dipasangkan sejak awal tahun ini. Proses adaptasi mereka sebagai pasangan baru tidak berjalan dengan mulus dan ditandai dengan kekalahan-kekalahan di babak awal pada sejumlah turnamen. Terlebih lagi, Ricky juga masih menyesuaikan diri dalam berstrategi menjadi pemain ganda campuran setelah sebelumnya bermain sebagai pemain ganda putra bersama Angga Pratama.
Di Indonesia Open ini, Ricky/Debby berhasil melaju hingga babak perempat final. Mereka dihentikan rekan sesama pelatnas, Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja dalam pertandingan tiga set yang alot. Di babak pertama, mereka mengalahkan pasangan muda yang sangat ulet dari Tiongkok, He Jiting/Du Yue. Kemudian di babak kedua, mereka mengungguli Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai dari Thailand.
Demikianlah tiga modal positif dari perhelatan Indonesia Open yang menjadi bekal bagi skuad PBSI dalam menghadapi cabaran di Asian Games 2018. Dengan kerja keras, kekompakan tim, keyakinan yang mantap, doa dan tentunya dukungan tak henti-henti dari para fans, kita wajib optimis bahwa bulutangkis Indonesia akan menorehkan prestasi luar biasa di Istora Senayan pada Asian Games 2018.
Jayalah bulutangkis Indonesia!