Selain Olimpiade, Asian Games dan SEA Games, Indonesia juga berpartisipasi pada ajang olahraga multicabang Islamic Solidarity Games (ISG). Ajang yang berlangsung setiap empat tahun sekali ini mempertemukan para atlet dari 57 negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Islamic Solidarity Sports Federation (ISSF) adalah induk organisasi yang mengatur penyelenggaraan ISG yang memulai debutnya pada tahun 2005 di Arab Saudi.
Indonesia mengirimkan 105 atlet yang terdiri dari 60 putra dan 45 putri ke ISG 2017 yang dilaksanakan di Baku, Azerbaijan pada tanggal 12 -22 Mei 2017. Dengan didampingi oleh 42 official termasuk para pelatih, mereka akan bertanding di 13 cabang olahraga yaitu selam, renang, atletik, para atletik, senam (ritmik dan artistik), judo, karate, menembak, taekwondo, angkat besi, wushu, polo air, dan basket 3 on 3.

Indonesia memulai ISG 2017 dengan hasil yang cukup bagus yaitu meraih dua medali emas dari cabang angkat besi di hari pertama setelah upacara pembukaan. Lifter Surahmat Wijoyo berjaya di kelas 56 kilogram putra dengan catatan total angkatan 261 kilogram. Sementara itu, Sri Wahyuni Agustiani juga sukses mempertahankan medali emas di kelas 48 kilogram putri yang direbutnya di ISG 2013 lalu. Peraih medali perak Olimpiade Rio 2016 ini membukukan total angkatan 186 kilogram.

Lalu apa sebenarnya ISG itu dan apa pentingnya ajang ini bagi Indonesia? Sesuai namanya, ISG digagas dengan ide bahwa ajang olahraga mampu memperkuat solidaritas antar bangsa. Meskipun memiliki kesamaan sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim, negara-negara anggota OKI punya banyak perbedaan yang perlu dijembatani baik dalam pandangan dan aliansi politik, kebudayaan, tingkat perekonomian, ras, dan lain-lain. Dengan sarana pertandingan olahraga, negara-negara tersebut diharapkan dapat menepikan perbedaan dan bersatu lebih kokoh untuk kesejahteraan bersama.
Sebagai negara dengan populasi Muslim yang terbanyak di dunia dan selalu dipandang sebagai negara yang mampu menjalankan sistem demokrasi yang baik di tengah multikulturalisme, Indonesia sering dijadikan rujukan oleh banyak negara tentang bagaimana membangun solidaritas di atas perbedaan itu. Partisipasi Indonesia di ISG adalah bagian dari bentuk dukungan dan afirmasi Indonesia kepada misi OKI untuk memperkuat persatuan di antara negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim di dunia. Dapat dikatakan bahwa mengikuti ISG menjadi wujud kehadiran Indonesia dalam diplomasi soft power dengan negara-negara anggota OKI. Kekompakan dan solidaritas OKI adalah hal penting bagi Indonesia dalam politik luar negeri karena Indonesia kerap mendapat dukungan dari sesama negara berpenduduk mayoritas Muslim saat sedang memperjuangkan kepentingan di forum internasional.

Banyak orang yang juga masih salah kaprah dengan ISG hanya karena ada nama Islam pada judulnya. ISG tidak menutup kemungkinan partisipasi dari atlet-atlet non-Muslim dari negara-negara anggota OKI. Kontingen Indonesia sendiri sejak ISG I di Arab Saudi selalu terdiri dari atlet yang punya beragam latar belakang agama. Pembawa bendera Indonesia pada upacara pembukaan ISG 2017 di Baku adalah I Gde Siman Sudartawa dari Bali yang memeluk agama Hindu. Malaysia, Turki, Kazakhstan, Kamerun, Senegal dan negara-negara lain juga tidak menjadikan agama sebagai faktor penentuan atlet yang dikirim ke ISG.
Meskipun sempat menjadi perdebatan, ISG tidak menerapkan aturan pakaian yang khusus. Para atlet putri memiliki opsi untuk menggunakan kostum olahraga yang biasa mereka pakai di ajang internasional lainnya atau mengenakan kostum olahraga yang secara khusus menutup seluruh tubuh seperti misalnya hijab. Hal ini sangat diapresiasi oleh banyak negara termasuk Indonesia karena sesuai dengan semangat ISG untuk mengakomodasi adanya perbedaan di antara negara-negara berpenduduk mayoritas Islam.

Berkaca pada hasil Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro yang merupakan kasta tertinggi kompetisi olahraga, negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim masih belum menorehkan prestasi yang baik. Dari 57 negara yang eligible untuk mengikuti ISG, hanya ada 18 negara saja yang berhasil merebut setidaknya satu keping medali di Olimpiade tahun lalu. Jika dipersempit lagi parameternya ke dalam peraih medali emas, maka hanya sepuluh negara anggota OKI yang lagu kebangsaannya dikumandangkan di Rio de Janeiro 2016 yaitu Uzbekistan, Kazakhstan, Iran, Azerbaijan, Turki, Indonesia, Bahrain, Pantai Gading, Yordania dan Tajikistan.
Hal ini cukup disayangkan karena negara-negara anggota OKI rata-rata memiliki populasi penduduk dalam jumlah besar sehingga memungkinkan untuk mempunyai barisan atlet yang mampu berbicara banyak di Olimpiade. Permasalahan yang kebanyakan masih menghambat mereka untuk bisa bersaing dengan para powerhouse adalah terkait keterbatasan infrastruktur dan pendanaan untuk pembinaan atlet. Hal lain yang juga ditengarai masih kurang dikembangkan adalah potensi para atlet putri, terutama di negara-negara Arab. Hanya beberapa negara anggota OKI seperti Indonesia, Malaysia, Turki, Azerbaijan, Kazakhstan, Mesir, dan lain-lain yang punya banyak atlet putri yang kompetitif.

Bagaimana dengan Indonesia? Negara kita perlu menggunakan platform ISG untuk menjalin kerjasama dengan negara-negara anggota OKI lainnya yang jago di cabang olahraga yang menjadi titik kekurangan kita. Sebagai contoh, kerjasama dengan Uzbekistan di cabang tinju karena negara itu sukses menggondol 3 medali emas, 2 medali perak dan 2 medali perunggu di Olimpiade 2016. Para petinju Indonesia yang masih kesulitan untuk bahkan berjaya di level Asia Tenggara bisa belajar dari mereka.

Sebaliknya, Indonesia juga harus siap membuka diri untuk diajak kerjasama di cabang olahraga yang telah memberikan prestasi bagi Merah-Putih. Bulutangkis yang merupakan olahraga nasional kita ini masih cukup asing bagi negara-negara Arab dan Afrika. Indonesia bisa membantu meningkatkan kualitas atlet olahraga tepok bulu dari kawasan tersebut. Cabang angkat besi dan wushu yang dipertandingkan di ISG 2017 juga dapat menjadi ranah dimana Indonesia tampil sebagai mentor karena kita punya banyak atlet dan pelatih berprestasi di dua cabang itu. Dibandingkan negara-negara anggota OKI, atlet-atlet putri Indonesia di cabang angkat besi masih unggul satu level di atas.

Salam Olahraga!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI